Rabu 01 Jun 2016 18:00 WIB

Hari Lahir Pancasila- Nilai Islam Dalam Pancasila

Red:

Presiden Joko Widodo berencana menjadikan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Itu dengan ha rapan, setiap warga memaknai dengan luhur hari lahirnya Pancasila.

Sebagai bagian terbesar dari bangsa Indonesia, umat Islam memiliki andil utama terhadap tegaknya Pancasila di Tanah Air. Sejarawan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong menjelaskan pentingnya peran para tokoh Muslim terhadap lahirnya Pancasila.

Anhar menuturkan, pada 1 Juni 1945 Sukarno berpidato di hadapan peserta sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Itu merupakan badan resmi yang dibentuk pemerintahan pen du dukan balatentara Jepang pada 1 Maret 1945.

Saat itu untuk pertama kalinya Sukarno memunculkan istilah pancasila. Namun, dia menolak anggapan bahwa isi pidato tersebut diucapkan secara spontan oleh Sukarno. Menurutnya, itu lebih sebagai hasil dari endapan pemikiran yang telah berproses lama dalam benak tokoh bangsa.

Jauh sebelumnya, proklamator kemer dekaan Indonesia itu sudah merumuskan gagasannya melalui sejumlah artikel tulis annya. Pada 1926, dia pernah membuat tulisan berjudul Nasionalisme, Islamisme, Marxisme. Kemudian, pada 1933, ia menulis artikel lainnya, Sosionasionalisme dan Sosiode mokrasi.

Dalam pidatonya 1 Juni 1945, Pancasila yang ditawarkan Sukarno merujuk pada lima poin, yakni kebangsaan Indonesia atau nasionalisme,dan internasionalisme atau perikemanusiaan. Poin lainnya adalah mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan.

Sukarno lantas menunjukkan bahwa kelima poin itu dapat disarikan lagi menjadi trisila, yakni sosio-nasionalisme, sosiodemokrasi, dan ketuhanan. Tampak dari sini, ketiga butir tersebut dipengaruhi oleh tulisan bertahun 1933 silam.

Usai menyimak pidato Sukarno, menurut Anhar, ada kehendak untuk membahas lebih lanjut pancasila. Namun, kemudian muncul dua kubu dalam tubuh BPUPK. Yaitu kelompok Islam-nasionalis atau nasionalis islami. Dan kelompok nasionalis sekular. "Terjadi pertentangan pendapat," kata Anhar Gonggong saat dihubungi, Ahad (30/5).

Akhirnya, untuk menyelesaikan perten tangan itu, Ketua BPUPK Dr Radjiman Wedyodiningrat meminta kepada kedua belah pihak agar menciptakan satu formula. Maka dibentuklah Panitia Sembilan, yang diketuai Sukarno dan beranggotakan unsur yang sempat berseberangan ide. Empat orang anggota berasal dari kalangan nasionalis Islam, sedangkan empat lainnya dari nasionalis sekular.

Tentang tujuh kata

Perdebatan berlangsung. pada 22 Juni 1945 Panitia Sembilan berhasil merumuskan kompromi mengenai dasar negara. Itu terangkum dalam teks Piagam Jakarta. Di dalamnya termuat ide Sukarno yang diru muskan ulang. Khususnya, butir Ketuhanan menjadi diposisikan di nomor satu. Kemudian, butir kebangsaan diganti dengan persatuan dan ditempatkan pada nomor urut tiga.

Istilah pancasila tak lagi digunakan. Hal lainnya yang menjadi buah kesepakatan dua kubu itu—nasionalis Islam dan nasionalis sekular—ialah modifikasi terhadap butir gagasan Sukarno, ketuhanan.

Selain ditaruh pada posisi terawal, di Piagam Jakarta butir tersebut ditambahkan menjadi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya." Ungkapan itu lebih dikenal dengan istilah tujuh kata.

Sampai di sini, Anhar melihat sikap negarawan seorang Sukarno. Sewaktu berpidato pada 1 Juni 1945 di BPUPK, menurut Anhar, Sukarno tampil dalam tiga peran sekaligus, yakni anggota BPUPK, intelektual yang dibuktikan dengan artikel-artikelnya mengenai persoalan kebangsaan, dan pemimpin bangsa.

Pidato 1 Juni itu diucapkan dalam ka pasitasnya sebagai pribadi. Maka ketika menjadi ketua Panitia Sembilan, lanjut Anhar, Sukarno tak serta-merta memaksakan kehendak agar idenya mengenai istilah pancasila itu dijadikan sebagai keputusan Panitia Sembilan. Dia meruangkan dialog dan bahkan menjembatani dua kubu yang berseberangan, Islam dan sekular.

"Kalau Bung Karno mau memaksakan idenya supaya kata 'panca sila' itu masuk, bisa kan? Tapi kan dia tak melakukan itu. Dia tidak memaksa orang untuk menerima idenya," ujar Anhar.

Belakangan, Jepang membubarkan BPUPK. Sebagai gantinya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang diketuai Sukarno.

Dinamika berkelabat tak terduga. Pada 6 dan 9 Agustus 1945, pasukan Sekutu men jatuhkan bom atom di atas langit Hiroshima dan Nagasaki. Tak berselang lama, Jepang mengaku takluk di Perang Asia Timur Raya pada 15 Agustus 1945.

Beberapa hari kemudian, pada 17 Agustus 1945, atas nama bangsa Indonesia, Sukarno- Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan. Esoknya, pada 18 Agustus 1945, PPKI dijad walkan menggelar rapat untuk merumuskan dasar negara. Namun, tutur Anhar, pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, seorang opsir Jepang dari Indonesia timur menemui Hatta, yang juga wakil ketua PPKI.

Opsir itu mengatakan, kalau tujuh kata itu masuk dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara, maka umat Kristen dan non- Islam akan keluar dari Indonesia. Lalu Hatta menjelaskan, ini tidak disertai diskriminasi. Pihak opsir tersebut bertahan dengan argumentasinya.

Anhar menilai Bung Hatta sebagai Muslim yang taat. Tapi, demi kepentingan bangsa, dia tak memikirkan kepentingan golongan. Mendengar penjelasan Hatta, pada hari beri kut nya, sejumlah tokoh sempat berdiskusi panjang, antara lain Sukarno, Yamin, Haji Agus Salim, Kahar Moezakir, Kasman Singo dimedjo, dan Teuku Hasan.

Para tokoh bangsa itu menyepakati hilangnya tujuh kata dalam butir pertama Piagam Jakarta. Yang dimasukkan hanya ungkapan Ketuhanan yang maha esa yang menjadi sila kesatu. ¦ ed: erdy nasrul***

Menginspirasi Umat Islam

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin menjabarkan, pentingnya peran ulama dan pemimpin umat Islam di seputar kelahiran Pancasila. Terbentuknya BPUPK terjadi belakangan setelah konsolidasi kekuatan-kekuatan umat Islam di Indonesia, yang masih terkungkung jajahan kolonial Belanda dan kemudian tentara pendudukan Jepang.

Sejak periode 1910-1930, cukup banyak organisasi keagamaan Islam tampil dan menjadi motor pergerakan Indonesia merdeka. Pada 1912, Muhammadiyah berdiri. Beberapa tahun kemudian, pada 1926 Nahdlatul Ulama (NU) terbentuk. Bersama dengan sejumlah organisasi Islam lainnya, para tokoh Muslim terus mendukung kemerdekaan bangsa.

Buktinya ketika Jepang berusaha mewadahi upaya kemerdekaan melalui BPUPK. Menurut Din, tak sedikit keterwakilan umat Islam dalam BPUPK, sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses perumusan Pancasila.

Itu mulai menggelora sejak pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945. Bagi Din, semangat juang umat Islam juga terpantik dari sana. "Lima sila yang diajukan Bung Karno itu sangat menginsipirasi para tokoh bangsa yang lain, termasuk di dalamnya tokoh Islam, juga ulama-ulama," kata Din Syamsuddin saat dihubungi, Senin (30/5).

Dalam konteks terkini, lanjut dia, Pancasila kerap menjadi retorika yang cenderung politis. Misalnya, pada era kepemimpinan Presiden Soeharto, ada pemberlakuan wajib sas tunggal bagi semua organisasi dan golongan.

Din memandang, Pancasila seharusnya menjadi pegangan bagi seluruh elemen bangsa secara sukarela. Sebab, sebagai dasar negara, Pancasila mempertemukan segala perbedaan untuk mengisi kemajuan bangsa. "Selain itu bahwa di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur, seyogianya juga menjadi falsafah termasuk oleh umat Islam," kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu.

Din mendorong agar pemaknaan Pancasila juga mempertimbangkan penerapannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dia meragukan, penerapan demokrasi liberal kini di Indonesia kurang sesuai dengan Pancasila, khususnya sebagai manifestasi sila keempat.

Makna hikmah kebijaksaan berarti tidak ada kepentingan suara mayoritas. Sebab, semua elemen harus terwakili. Tidak hanya yang berjalur di partai politik, melainkan juga golongan.

Kemudian, dalam bidang ekonomi, Din memaparkan indeks kesenjangan (indeks Gini) nasional kini mencapai 0,43 poin. Hal itu cukup mengkhawatirkan dan jauh dari kesan keadilan sosial, sila kelima. rep: Hasanul Rizqa ed: Erdy Nasrul

***

PROSES KELAHIRAN PANCASILA

7 SEPT 1944

PM Jepang Kaiso menjanjikan Indonesia akan merdeka

29 APR 1945

Jepang kembali memberikan janji kemerdekaan sekaligus mendorong pembentukan BPUPK.

28 MEI 1945

Pengurus BPUPK dilantik dan langsung membuka sidang.

29 MEI 1 JUN 1945

BPUPK bersidang membahas dasar negara

1 JUN 1945

Sukarno berpidato tentang Pancasila

17 AGU1945

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

18 AGU 1945

Pancasila dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

1947

Pidato Bung Karno tentang lahirnya Pancasila dibukukan dan diberi pengantar oleh Ketua BPUPK Radjiman Wedyodiningrat.

1 JUN 2016

Pemerintah berencana menjadikannya hari libur nasional untuk memperingati hari lahir pancasila.

Usulan Bung Karno

1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)

2. Internasionalisme

(Perikemanusiaan)

3. Mufakat atau Demokrasi

4. Kesejahteraan Sosial

5. Ketuhanan yang

Berkebudayaan Usulan Muhammad Yamin tertulis

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Persatuan Indonesia

3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pancasila versi Muhammad Yamin disampaikan secara lisan

1. Peri Kebangsaan

2. Peri Kemanusiaan

3. Peri Ketuhanan

4. Peri Kerakyatan

5. Kesejahteraan Rakyat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement