Ahad 08 May 2016 15:48 WIB

Duuh, Panjang Tangan …

Red: operator

Anak harus mengenal batasan kepemilikan dan konsekuensi perbuatan. 

 

Uang Rp 100 ribu dari suaminya tak ada lagi di dalam dompet Dahlia (34 tahun).

Dompet itu disimpannya di dalam lemari di kamar tidurnya. Tak ada orang lain yang masuk ke dalam kamar tidur itu selain dirinya, sang suami, dan anandanya, sebut saja, Mawar (13). 

Kecurigaan mengarah kepada Mawar. Dahlia pun langsung menginterogasi. Sambil menangis sesunggukan Mawar menyangkal telah mengambil uang ibunya, mengaku tak tahu-menahu mengenai uang tersebut.

Esok harinya, nenek Mawar menanyakan kepadanya secara pelan- pelan. Anak yang tengah beranjak remaja itu pun mengakui perbuatannya. Ia mengaku mengambil uang bundanya dengan alasan untuk mengganti uang kas sekolah yang hilang. 

Kebetulan Mawar dipercaya menjadi bendahara kelas. Takut akan guru dan teman sekolahnya, akhirnya ia memutuskan mengambil uang sang bunda. Sebab, Mawar juga tak berani minta uang pada bunda, ayahnya, ataupun nenek. 

Usai kejadian itu, ayah, bunda, dan nenek Mawar menasihatinya.

Mereka mengatakan bahwa mencuri bukanlah hal yang baik. Jika Mawar butuh sesuatu, sebaiknya diskusikan pada orang tua kemudian cari solusi yang tepat, bukan malah mencuri.

Sejak saat itu, Mawar mengaku salah dan berjanji tak lagi melakukan hal yang sama. 

Kejadian serupa mungkin bukan terjadi pada Dahlia dan Mawar saja.

Perilaku mencuri menjadi salah satu keprihatinan para orang tua. Sebenarnya apa yang menyebabkan anak mencuri? Bagaimana cara meng atasinya?

Kenali latar belakangnya Psikolog anak, Ine Indriani, mengatakan, kasus anak mencuri cukup banyak terjadi. Dalam praktiknya saja, ia beberapa kali menemui klien dengan anak yang mencuri.

Anak bisa saja menjadi pencuri sejak masih kecil di bawah usia lima tahun. Ini bisa jadi karena anak suka mengambil, tapi secara tidak sadar, dia belum tahu kalau itu masuk mencuri. Misalnya, ingin mainan, dia bawa saja mainan itu. 

Sebelum mengambil langkah- langkah, Ine berpendapat, sebaiknya orang tua mengetahui apa latar belakang anak mencuri. Ada yang mencuri dengan sengaja, ada juga yang tidak. Karena itu, ia menyarankan agar orang tua tidak langsung menghakimi anak sebagai pencuri.

Jadi, lanjutnya, sebagai orang dewasa, baik orang tua, guru, maupun konselor sekolah harus tahu apa yang membuat anak mencuri. Ine pernah mendapatkan kasus anak mencuri uang karena tidak mendapat uang jajan dari orang tuanya. Ada juga kasus mencuri uang ibunya supaya bisa mentraktir teman-teman agar bisa mendapatkan kawan.

"Kalau kita fokusnya ke mencurinya, khawatirnya kita tidak mendapatkan akarnya," ujar Ine. 

Penyebab lainnya bisa jadi karena tak ada aturan dalam hidup anak di rumah. Misalnya, di rumah mengambil barang serbatanpa izin dan akhirnya pun dia melakukan hal yang sama di sekolah. Ada juga yang memang kleptomania. "Jadi, perlu dilihat dulu basic akarnya yang membuat dia seperti itu, apa pencetusnya," katanya.

Jangan marah Ketika Anda mengetahui anak mencuri, beginilah saran Ine, "Jangan ditanya mengapa?" Sebab, menurut dia, bila ditanya mengapa, anak tidak akan bisa jawab. Bisa jadi anak akan menjawab, "Ya, pengen aja" atau jawabannya "enggaktahu."

Menurut Ine, kata mengapa itu agak susah dijawab. Kalaupun bisa menjawab, bisa pula si anak tidak mau mengaku.

Ketika mendapati anak mencuri, menurut Ine, orang tua boleh saja marah. Asalkan orang tua bisa mengungkapkan emosi dengan benar.

Misalnya, "Mama kecewa, Mama marah." Itu boleh. Tetapi, kalau bilang, "Mama kecewa ya sama kamu karena kamu telah mencuri", itu tidak boleh. Sebaiknya kita melontarkan kekecewaan kita terhadap perilakunya, bukan kepada orangnya.

Selain itu, orang tua tidak boleh bilang, "Kamu ini pencuri" atau "Mama enggaksuka ya sama kamu, kamu itu anak nakal karena mencuri." Nah, label anak nakal karena mencuri akan membuat anak selalu merasa seperti itu karena ia dilabeli sebagai anak nakal. Tetapi, kalau misalnya orang tua bilang, "Mama kesal, Mama marah sama kamu karena kamu sudah mencuri, dan akhirnya Mama dipanggil ke sekolah.

Mama tidak suka kalau seperti itu" akan lebih baik. Karena, kita berbicara mengenai perilakunya, bukan mengenai anak itu.

Selain itu, jika anak kedapatan mencuri, orang tua sah-sah saja memberikan konsekuensi. Bisa jadi konsekuensi itu membuat efek jera pada anak. Tetapi, konsekuensi bukanlah dalam bentuk kekerasan fisik, seperti memukul, mencubit, memberi label, meledek, atau lainnya.

"Yang paling kita sarankan konsekuensi, misalnya, kalau kamu sudah mencuri, maka konsekuensinya adalah tidak diberi uang jajan," katanya.

Pada anak remaja bisa ditanyakan konsekuensi yang cocok untuk dirinya. Ini supaya anak berpikir tentang sanksi yang tepat untuknya.

Misalnya, antara tidak mendapat uang jajan selama satu bulan atau harus membantu ibu membersihkan sesuatu. Atau, "Itu tergantung kesepakatan, tapi tidak dengan kekerasan," katanya menyarankan.

Kembalikan barang Jika anak terbukti mencuri, idealnya orang tua meminta anak mengembalikan barang curiannya. Walaupun memang pada remaja penanganannya memang tidak semudah anak SD ke bawah yang bisa dikontrol orang dewasa. 

Remaja merasa setengah dirinya ingin dianggap dewasa sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda. Yakni, lebih banyak diskusi.

Apakah penyebabnya? Apakah kurang perhatian atau karena ikut- ikutan. Walaupun begitu, orang tua tetap bisa memberikan konsekuensi.

Jika kejadian anak mencuri di sekolah, Ine menyatakan, untuk mengatasinya perlu ada keterlibatan dari guru atau pihak sekolah. Sekalipun ada hukuman, itu tentu saja bergantung pada kebijakan sekolah.

Hukuman berbagai macam, ada yang menimbulkan efek jera dan tidak.

Untuk itu, perlu ada konselor atau psikolog sekolah yang akan melihat lebih dalam perbuatan si anak. Oleh Desy Susilawati, ed: Nina Chairani

"Perlu dilihat dulu basics, akarnya, yang membuat dia seperti itu, apa pencetusnya."

 

Cegah Sebelum Jadi Serius

1.Sejak dini, anak perlu diajarkan dan diberikan batasan. Jelaskan pada pemilikan barang. "Milik kamu", "milik mama", "milik papa", "milik kakak", "milik adik", dan lain-lain. Dengan begitu, anak tidak bertindak semena-mena mengambil barang. Anak perlu pemahaman bahwa mengambil barang milik orang lain masuk kategori mencuri.

2. Ajarkan anak meminta izin jika mengambil atau meminjam barang orang lain. Setelah memakainya, ucapkan terima kasih. Kemudian ajarkan anak mengembalikannya, menghargai barang milik orang lain. Ajarkan anak meminta maaf bila barang yang dipinjamnya rusak atau hilang. 

3. Ajarkan anak keterbukaan. Remaja lebih menyukai diskusi. Karena itu, lakukanlah komunikasi dua arah sehingga bila ada sesuatu remaja lebih mudah mengaku. Ciptakan diskusi sesuai dunia remaja.

4.Berikan sanksi bila anak mencuri.

5.Jangan dibiarkan perilaku mencuri tanpa penyelesaian. Pembiaran ini akan berdampak pada masa depan anak. Anak bisa menjadi pencuri sebenarnya, misalnya, melakukan kecurangan, maling, ataupun korupsi, mencuri barang atau mengambil yang bukan haknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement