Jumat 31 Oct 2014 16:29 WIB

Didik Karakter Lewat Dongeng

Red:

Alkisah menyebutkan raja beruang dan raja gajah berniat berperang. Kedua binatang buas itu berencana saling menyerang untuk membuktikan siapa yang lebih kuat di antara mereka. Raja beruang lebih dulu mengirimkan utusannya menghadap raja gajah unjuk kekuatan.

Sebetulnya, raja beruang menginginkan kedua kerajaan itu damai. Dua utusan yang dikirim raja beruang dipandang sebelah mata oleh raja gajah. Hingga, akhirnya raja gajah mengirimkan sisik trenggiling kepada raja beruang. Atas saran kancil sebagai penasihat raja beruang, dia mengirimkan sisik landak yang paling besar. Tak disangka, raja gajah begitu kaget sehingga khawatir jika mereka berperang kaumnya akan kalah. Setelah bernegosiasi, kedua raja pun akhirnya berdamai.

Itulah sepenggal kisah dari Kalimantan yang disampaikan Muhammad Rijaldi Fadhilah . Bocah kelahiran Banjarmasin 11 tahun silam itu dengan luwes menceritakan dongeng raja beruang dan raja gajah di hadapan juri lomba bercerita yang diadakan Perpustakaan Nasional, beberapa lalu.

Rijaldi mengaku, sudah terbiasa mendongeng sejak duduk di kelas 3 SD. Siswa kelas 6 SD SN Sungai Miai 7 ini mengatakan, sebelum akrab dengan dunia mendongeng, dia lebih dulu akrab dengan berbagai lomba tausiah. Pengalaman di lomba-lomba tausiah itulah yang membuatnya percaya diri tampil meyakinkan mengikuti lomba dongeng.

Suatu keahlian yang dianggap tidak mudah lantaran dongeng merupakan seni bercerita atau bertutur yang tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Rijaldi pun mantap menceritakan hikmah yang ada di balik cerita yang disampaikannya.

Rijaldi mengatakan, kepemimpinan yang baik akan membuat raja dicintai rakyat. Keberanian juga harus diimbangi dengan kecerdasan. Dia juga mengingatkan bahwa semua niat jahat akan dikalahkan oleh hal-hal yang baik.

Iman Surahman, pendongeng yang tergabung dalam Gerakan Para Pendongeng untuk Kemanusiaan (GePPuk), mengatakan, banyak hal positif yang bisa dipetik melalui mendongeng. Menurutnya, dongeng adalah metode pendidikan karakter yang cukup efektif.

Bisa dibayangkan, kisah-kisah teladan yang pernah disampaikan dalam dongeng akan terus melekat dalam benak anak-anak. Tak hanya itu, dongeng juga bisa menjadi alternatif hiburan bagi anak-anak yang sudah bosan dengan game. Orang tua yang ingin menghindarkan anaknya dari tayangan yang ‘berbahaya’ juga bisa dialihkan dengan dongeng.

Pendongeng yang akrab disapa kak Iman ini mengatakan, semua unsur rasa bisa dieksplorasi ketika mendongeng. Hal ini tentu erat berkaitan dengan pengembangan karakter pendongeng, apalagi pendongeng anak. Pendongeng harus bisa menggali semua potensi yang ada, dan mengajak pendengar untuk ikut larut ke dalam apa yang disampaikan. "Bisa mentrasnfer aura kebaikan, menghaluskan pribadi dan yang paling kuat pendongeng bisa mentrasfer energi kebaikan dari dongeng kepada orang lain," ujar Iman.

Bukan monopoli anak-anak

Dongeng identik dengan anak-anak dalam bentuk cerita yang dibacakan menjelang tidur. Namun, anggapan itu salah. Menurut Iman, dongeng adalah konsumsi semua umur, termasuk orang dewasa dan semua profesi. Kisah-kisah dongeng hanya perlu dimodifikasi bergantung usia pendengar.

Jika pendengar berusia dewasa, pendongeng biasanya menyampaikan kisah-kisah berhikmah yang disampaikan dengan metode mendongeng. Hal ini terkadang menjadi lebih mudah diterima lantaran pendengar tidak merasa digurui, namun bisa mengambil hikmah dari apa yang disampaikan.

Budaya dongeng, kata Iman, jauh lebih tua dibandingkan wayang. Masih kurangnya budaya tulis di Indonesia, menurutnya, juga disebabkan lebih populernya budaya tutur. Alhasil, mendongeng tidak akan mati.

Namun, terkadang banyak bakat-bakat pendongeng cilik yang putus di usia remaja. Pasalnya, di jenjang SMP atau SMA tidak selalu bisa difasilitasi sekolah. Umumnya, seni bertutur di pendidikan menengah difasilitasi dengan teater.

Baik dongeng maupun teater adalah dua hal yang berbeda. Selalu ada hikmah yang harus bisa dibawa pulang pendengar ketika dongeng selesai dibacakan. "Pendongeng bukanlah pelawak atau ustaz, tapi pendongeng harus mampu menyampaikan hikmah dengan seni bertutur tadi," katanya.

Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca Perpusnas M Syarif Bando mengatakan, untuk meningkatkan minat mendongeng, sejak 2007 pihaknya rutin menggelar lomba dongeng untuk anak se-Indonesia.

Menurutnya, lomba bercerita cukup berdampak pada meningkatnya minat baca di kalangan anak-anak. Dia pun menyebut mendongeng dan membaca sebagai satu paket. Orang yang akan mendongeng sudah pasti dibekali dengan membaca. Tak hanya membudayakan dongeng sebagai salah satu metode belajar yang baik, ketokohan dalam buku memengaruhi cita-cita anak.

Ia prihatin lantaran generasi saat ini terbilang miskin pendongeng. Perlu waktu bertahap untuk menumbuhkan kembali budaya bertutur agar tidak hilang dari generasi saat ini yang cenderung lebih menyukai gadget atau sejenisnya.

  rep; dwi murdaningsih ed: hiru muhammad

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement