Jumat 12 Sep 2014 14:00 WIB

Menjaga Mutu Kampus Islam

Red:

Persaingan ketat antarperguruan tinggi swasta umum maupun kampus Islam dalam memperebutkan mahasiswa sudah terjadi sejak lama. Daya tarik yang ditawarkan kampus umum mulai dari fasilitas perkuliahan, jaminan kerja, hingga gengsi ternyata lebih berhasil menyedot animo calon mahasiswa baru untuk melanjutkan pendidikan tinggi mereka.

Karena itu, Wakil Presiden Indonesia terpilih M Jusuf Kalla (JK) meminta perguruan tinggi Islam perlu bekerja lebih keras lagi agar mahasiswa yang masuk bukanlah mahasiswa "sisa stok" yang tidak diterima di kampus negeri.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Nico Kurniajati

Kampus Universitas Muhammadiyah Malang

Menurutnya, kampus Islam swasta menghadapi dilema. Di satu sisi kualitas kampus yang baik membutuhkan biaya yang tidak murah. Namun, anak-anak dengan kemampuan ekonomi baik lebih memilih kampus-kampus premium. Di sisi lain, anak-anak dengan prestasi akademik yang tinggi lebih memilih berkuliah di kampus negeri. "Mencari pendidikan yang baik ini dilema. Kalau mahasiswa sedikit SPP-nya mahal, tentu ini tidak bisa. Tapi, kalau SPP makin rendah, juga makin banyak kampus (Islam swasta) yang sakit," ujar JK disela silaturahim dengan Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS PTIS).

Faktanya, dari sekitar 680 kampus Islam swasta yang tergabung dalam BKS PTIS, sekitar 80 persennya merupakan kampus-kampus kecil. Jika kampus Islam swasta tidak bisa menjaga mutu, kampus Islam swasta hanya akan menerima mahasiswa yang kemampuan akademiknya tidak begitu bagus dan menengah ke bawah.

JK menilai tak ada pilihan lain bagi kampus Islam swasta, kecuali meningkatkan mutu. Kampus sama seperti warung makan. Meski berada di gang-gang sempit jika kualitas warung makan itu sudah dikenal, pembeli pun akan rela mendatanginya. Sama seperti kampus, meski bukan kampus besar jika terus meningkatkan mutu dengan konsisten, juga akan diminati mahasiswa.

Perguruan tinggi, termasuk perguruan tinggi Islam swasta, dituntut makin profesional dalam memberikan bekal kepada mahasiswanya. Tren perguruan tinggi saat ini berbeda dengan tren perguruan tinggi pada era 1950-1960 lalu. Kampus kini tidak hanya dituntut sebagai lembaga yang mengeluarkan ijazah demi mencari kerja, tapi kampus merupakan institusi yang diharapkan bisa membekali mahasiswa dalam meraih masa depan.

JK menceritakan, pada era 1950-an jumlah orang yang berkesempatan untuk menempuh kuliah sangat sedikit. Lulusan perguruan tinggi bisa dengan mudah memperoleh pekerjaan dengan mendaftarkan diri menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau mendapatkan pekerjaan lain setelah lulus.

Sebaliknya, pada era sekarang perguruan tinggi semakin banyak maka persaingan mencari pekerjaan lain semakin berat. Ijazah perguruan tinggi bukanlah satu-satunya cara untuk mencari modal dalam kehidupan. Kini dengan makin banyaknya lulusan perguruan tinggi, kampus harus membekali mahasiswa dengan hal lain lantaran negara tidak bisa memberikan pekerjaan kepada semua lulusan perguruan tinggi. Lulusan perguruan tinggi harus bekerja di swasta atau menjadi wirausaha. Hanya sebagian kecil lulusan kampus yang bisa menjadi PNS. Akibatnya, ijazah bukan lagi hal yang penting.

Sinergi kampus Islam

Ketua Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS PTIS) Muhadjir Effendi mengatakan banyak pekerjaan rumah agar seluruh kampus Islam swasta bisa maju bersama dalam mendukung pendidikan yang makin berkualitas. Kampus-kampus kecil perlu mendapatkan mentoring atau bimbingan dari kampus-kampus Islam yang relatif lebih besar. Hal ini penting agar semua kampus Islam bisa bersinergi dalam dunia pendidikan yang lebih baik.

Tiap kampus nantinya juga akan dipetakan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki sehingga semua kampus memiliki ciri khas di bidang keilmuan tertentu. Untuk meningkatkan mutu, BKS PTIS kini terus meningkatkan kerja sama dengan organisasi di Timur Tengah dalam hal peningkatan kualitas SDM guru bahasa Arab. "Kita sudah mulai memetakan potensi. Bagi kampus yang belum kuat harus dipayungi, termasuk bantuan dosen, manajemen. Kalau ada yang kesulitan akreditasi, kita juga bantu," ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.

Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia Sardy Sar mengatakan, sangat penting bagi kampus Islam swasta untuk memiliki keunggulan tertentu agar menarik minat mahasiswa. Di Al-Azhar, pihaknya menargetkan untuk memiliki keunggulan di bidang ekonomi syariah. Al Azhar juga berencana akan membangun fakultas kedokteran lengkap dengan rumah sakit Islam bertaraf internasional.

Sebagai kampus berideologi agama, kampus-kampus Islam menurutnya dituntut untuk bisa memberikan pondasi moral kepada mahasiswanya. Perguruan tinggi Islam tak hanya dituntut dalam hal kualitas, tapi juga membentuk moral calon pemimpin. "Kita memiliki tantangan besar karena nanti ada masyarakat ekonomi ASEAN, kita juga menghadapi bonus demografi," kata Sardy. rep:dwi murdaningsih ed: hiru muhammad

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement