Jumat 29 Aug 2014 14:00 WIB

Mencetak Guru Grafika Andal

Red:

Perkembangan teknologi disain grafika  yang sudah memasuki era digital tidak otomatis membuat produk-produk cetakan menjadi sepi peminat. Kemajuan teknologi digital ternyata membuat produk-produk cetakan ikut berkembang.

Hal itu terlihat dari aneka hasil karya disain grafis yang terpampang idah di buku, komik, hingga poster yang digemari masyarakat. Industri cetak mencetak atau grafika terus berkembang. Bahkan, dalam beberapa tahun industri ini juga kian diminati anak-anak muda untuk berwirausaha.

Pekan lalu, 12 SMK Grafika perwakilan dari seluruh Indonesia menjajal kemampuan pada bidang cetak-mencetak. Siswa-siswa SMK ini ditantang untuk bisa melakukan teknik cetak dan menghasilkan produk yang sesuai dengan standar internasional.

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Aditya Pradana Putra/Republika

Industri Percetakan

Tak hanya kemampuan pada bidang secara teknis, lomba ini diharapkan bisa melatih ketahanan fisik dan mental para calon SDM pada bidang grafika. Tak bisa dipungkiri, tantangan pada industri grafika juga kian besar.

Masyarakat mendambakan harga buku dan barang-barang cetakan yang semakin murah dengan kualitas yang kian baik. Dunia pendidikan diharapkan mampu menjawab kebutuhan industri grafika ini, terutama dari sisi pengembangan SDM.

Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) Sarmada mengatakan, pertumbuhan industri grafika sebagai produk kreatif belum sepenuhnya didukung oleh dunia pendidikan. SMK yang bergerak pada bidang teknik grafika mengalami kekurangan guru.

Guru-guru yang ada saat ini sudah berusia tua. Dalam hitungan tahun, mereka akan pensiun. Pengganti para guru yang akan segera pensiun ini masih menjadi pekerjaan rumah lantaran tak banyak lembaga pendidikan yang bisa mencetak calon guru teknik grafika.

Sarmada mengatakan, kekurangan guru teknik grafika saat ini terkendala karena latar belakang pendidikan yang harus sesuai atau linier dengan bidang yang diambil. Padahal, belum ada program pendidikan sarjana atau D4 untuk peminatan teknik grafika. Sementara, untuk menjadi guru, disyaratkan pendidikan harus minimal D-4 atau S-1. Hal ini menjadi dilema bagi dunia pendidikan.  "Guru-guru SMK yang ada sekarang sudah tua," ujar Sarmada, baru-baru ini.

Sarmada mengatakan, untuk meningkatkan daya saing industi grafika di Tanah Air perlu didukung oleh SDM yang mumpuni. Dunia pendidikan, diharapkan bisa menjadi solusi dari industri kreatif yang kian berkembang ini. Selama ini, keterampilan para pelaku industri grafika umumnya diperoleh dari kursus singkat.

Perkembangan dipercepat

Menurut dia, pendidikan grafika harus terus dikembangkan agar sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Artinya, tidak cukup keterampilan hanya diperoleh dari kurus saja. Saat ini, Polimedia masih dalam proses pengajuan untuk membuka program studi Teknik Grafika dengan jenjang D-4 sebagai jalur pendidikan untuk calon guru SMK grafika. Sekarang, untuk menjadi guru, harus linier dengan latar belakang pendidikannya. "Harus S-1 Teknik Grafika, padahal lembaga pendidikannya tidak ada. Ini menjadi masalah. Guru-guru SMK selalu mengeluhkan hal ini," ujar Sarmada.

Direktur Pembinaan SMK Ditjen Pendidikan Menengah Kemendikbudi Mustaghfirin Amin mengatakan, perkembangan SMK Grafika di Indonesia perlu dikebut. Perkembangan SMK Grafika tidak secepat SMK bidang lainnya, misalnya, SMK otomotif atau SMK pembangunan.

Mustaghfirin mengatakan, perkembangan SMK Grafika perlu dipikirkan bersama, terutama dari sisi SDM guru. Menurutnya, seiring dengan perkembangan komputer dan teknologi informasi, akan meningkatkan prospek industri grafika. Jika tidak diimbangi dengan SDM yang memiliki bekal dan keterampilan yang cukup maka potensi industri ini terpaksa dinikmati oleh negara lain. "Era grafika ini berkembang cepat sehingga teknologi dan permesinan semakin banyak yang harus dikuasai," ujar Mustaghfirin.

Ada beberapa skenario untuk mengatasi kekurangan guru di SMK Grafika. Untuk sementara, lulusan diploma tiga teknik grafika bisa membantu guru yang diperlukan di SMK. Setelah itu, bisa ditambah pendidikan guru selama satu tahun agar mereka bisa menjadi guru. "Dengan begitu, kita harapkan bisa mendapatkan guru yang dihasilkan dari institusi yang benar," kata dia.

Kompetisi pada bidang grafika juga bisa menjadi salah satu sarana untuk mencari calon guru.  Peserta yang memiliki kualifikasi yang baik bida didaftarkan dalam kompetisi tingkat dunia untuk menimba pengalaman yang lebih besar.

Fasilitas kerja sama SMK

Keahlian pada bidang grafika bukan bersifat instan yang bisa diperoleh dalam waktu satu atau dua hari. Perlu latihan yang terus menerus dan latihan mental. Tidak hanya sekadar menangani mesin-mesin yang diterapkan tapi juga memerlukan pengetahuan untuk merencanakan yang bisa diperoleh melalui sekolah.

Selain dari sisi SDM, menurut dia, mesin-mesin yang ada di SMK Grafika juga perlu terus diperbarui untuk menjawab kebutuhan industri kreatif  pada masa depan. "Paling tidak dalam satu provinsi kita bisa memiliki satu SMK grafika sehingga bisa menghasilkan daya dukung yang memadai," katanya.

Fathoni Tamziz, presiden direktur PT Gaweputra Berkah Mandiri, salah seorang pelaku industri grafika meminta pemerintah serius memperhatikan kebutuhan calon guru grafika. Perlu ada tim atau lembaga yang secara khusus membina guru-guru grafika.

Dari segi fasilitas, tidak terlalu penting bagi SMK untuk memaksakan fasilitas sekolah dengan mesin-mesin terbaru. Namun, yang terpenting adalah kerja sama antara SMK dan industri untuk mendongkrak kulitas SDM. Pasalnya, kebutuhan mesin cetak selalu meningkat. Investasinya cukup mahal.

Ia pesimistis SMK akan mampu mengikuti kemajuan mesin cetak yang kian maju tersebut. Kalau sekolah mengikuti teknologi, tidak akan mampu karena mahal. "Yang terpenting bagaimana SMK bisa bekerja sama dengan pelaku industri. Mereka memiliki alat-alat yang bisa dimafaatkan oleh sekolah," ujarnya.  rep:dwi murdaningsih ed: hiru muhammad

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement