Senin 26 Dec 2016 15:00 WIB

Mencari Jalan Keluar dari Middle Income Trap

Red:

Republika/Tahta Aidilla           

 

 

 

 

 

 

 

 

Perekonomian Indo ne sia masih mampu tum buh tinggi di tengah ke tidakpastian dan per lambatan ekonomi glo bal. Pada kuartal III 2016, ekonomi Indonesia tumbuh di atas lima persen, tepatnya 5,02 persen.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan, pertumbuhan eko nomi lima persen tidak cukup mem bawa Indonesia keluar dari mid dle income trap atau perang kap pendapatan menengah. Berda sar kan catatan BI, pendapatan per kapita Indonesia pada 2016 sebe sar 3.400 dolar Amerika Serikat (AS) dan berada di middle income trap. Agar bisa naik kelas dari negara berpendapatan menengah ke berpendatan tinggi, Indonesia harus mendapatkan angka pertum buhan ekonomi minimal tujuh sam pai 10 persen.

"Kalau kita hanya tumbuh di kisaran lima persen sampai pada ta hun 2030 maka hanya dapat sekitar 7.200 dolar AS, dan itu ma sih pendapatan menengah," kata Juda dalam sebuah acara diskusi di Bali, belum lama ini.

Menurut dia, Indonesia perlu sedikit le bih ambisius supaya mampu mencapai per tumbuhan ekonomi tujuh hingga 10 persen. Dengan pertumbuhan itu, Indonesia bisa menyamai pendapatan per kapita Malaysia yang sudah mencapai 10 ribu dolar AS per tahun.

"Dalam 14 tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi harus tinggi. Masa sih 14 tahun lagi kita masih di bawah pendapatan per kapita Malaysia yang sekarang," katanya.

Salah satu cara menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dengan mendo rong ekspor di sektor manufaktur. Ia mene gaskan, negara ini sudah tidak bisa hanya mengandalkan komoditas, karena sangat bergantung pada harga. Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam jangka menengah, yaitu produktivitas, permodalan, serta sum ber daya manusia. "Tiga faktor itu efeknya pada industri manufaktur," ujarnya.

Senada dengan keinginan BI, untuk membuat bangsa ini naik kelas, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) pun menargetkan angka kemiskinan pada 2017 dapat ditekan ke level 10,5 persen. Sebe lumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) men catat angka kemiskinan Indonesia masih ber ada di level 10,86 persen.

Presiden berharap, pemerintah bisa menurunkan angka pengangguran menjadi 5,6 persen pada tahun depan. Supaya tercapai, Jokowi menyatakan, pemerintah harus mengoptimalkan penggunaan APBN untuk berbagai hal produktif. "Kita harus lebih fokus menjadikan APBN sebagai instrumen untuk mendukung peng en tasan kemiskinan, mengurangi ketim pangan, dan menekan angka pengangguran," ujar Jokowi.

Meski Indonesia masih lama untuk bisa keluar dari middle income trap, setidaknya fundamental ekonomi Tanah Air kini sudah membaik. Jika dibandingkan 2013 misalnya, kala itu inflasi berada di atas delapan persen. Tahun ini, inflasi dapat ditahan di angka 3,58 persen sampai November 2016. Defisit ang garan juga terkendali, yakni sekitar 2,14 persen. Walaupun, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan defisit anggaran melebar hingga 2,7 persen sampai akhir tahun. Angka tersebut masih terbilang aman, karena masih di bawah batas maksimal tiga persen.

Fundamental ekonomi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan banyak negara ber kembang lainnya. "Contohnya kita jauh lebih baik dibandingkan Malaysia, mereka ca dang an devisanya di bawah 100 miliar dolar AS. Kita lebih dari itu," kata Juda.

Likuiditas valuta asing (valas) di pasar juga lebih banyak diban dingkan 2013. BI juga yakin, ne raca pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal IV 2016 bakal surplus besar. Hal ini didorong dana re patriasi program amnesti pajak yang akan banyak masuk pada bulan ini.

Menurut Juda, akan ada dana repatriasi yang masuk minimal Rp 100 triliun. "Katakanlah Rp 100 triliun (masuk) maka ada tambah an signifikan. Total keseluruhan tahun perkiraan kami surplus NPI sebanyak 15 miliar dolar AS pada 2016," katanya. Pada kuartal I 2016, NPI defisit sebesar 287 juta dolar AS. Sedangkan pada kuartal II serta kuartal III tahun ini sur plus, masing-masing sebesar 2,2 miliar dolar AS dan 5,7 miliar dolar AS.

Ia melanjutkan, komitmen re patriasi periode pertama am nesti pajak dari Juli sampai September mencapai Rp 142 triliun. Se dangkan yang sudah benar-benar masuk hanya sekitar Rp 40 triliun. Dari sisi defisit transaksi ber jalan atau current account deficit (CAD), BI memprediksi berada di kisaran dua persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Yang pasti, jumlahnya akan lebih kecil dibandingkan CAD 2015 yang sebesar 17,8 miliar dolar AS atau 2,06 persen PDB.

Berbagai perkembangan posi tif yang terjadi membuat Juda yakin pertumbuhan ekonomi glo bal juga bakal jauh lebih baik pada 2017. Ia memprediksi, pertum buhan ekonomi global tahun depan akan berada di level 3,2 persen. Angka itu lebih tinggi daripada proyeksi Bank Dunia yang pada pertengahan tahun ini menu runkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2016, dari 2,9 persen menjadi 2,4 persen. Sedang kan, proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2017 diprediksi sebesar 2,8 persen.

Juda mengatakan, perekonomian global akan membaik seiring meningkatnya pereko nomian Cina. "Kalau kita lihat global outlook untuk 2017 lebih baik. Ini per kem bangan positif, Cina ternyata jauh lebih baik daripada perkiraan, India juga. Jadi 2017 ini ke arah 3,2 persen cukup masuk akal," ka tanya.

Meski begitu, ia tak memungkiri ada sejumlah risiko yang dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi global, termasuk terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, yang masih memiliki ketidakpastian mengenai arah kebijakannya. "Namun, lam bat laun ternyata kebijakan Trump tidak seekstrem apa yang dikampanyekannya," ujarnya.

Jika pertumbuhan ekonomi global mem baik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun akan membaik. Namun, bagi dia, membaik saja tak cukup. Ekonomi Indonesia harus naik kelas pada masa mendatang.     rep: Iit Septiyaningsih, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement