Senin 17 Oct 2016 17:34 WIB

Pemerintah Jangan Jemawa Amnesti Pajak Sukses

Red: Arifin

Rampungnya periode pertama pengampunan pajak serta pujian dari berbagai pihak atas raihan amnesti pajak tidak boleh membuat pemerintah lengah. Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan, meminta pemerintah tidak jemawa dengan mengklaim program amnesti pajak berhasil. Ini mengingat uang yang masuk masih mayoritas berasal dari dalam negeri.

"Pemerintah jangan jemawa dengan mengatakan bahwa amnesti berhasil karena pada dasarnya uang yang masuk mayoritas berasal dari dalam negeri," kata Heri. Ia mengakui, mayoritas dana dari dalam negeri baik untuk pendataan di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tetapi, di sisi lain, roda perekonomian belum akan bergerak.

Heri mengatakan, Fraksi Gerindra berbesar hati menyetujui program amnesti pajak untuk dijadikan undang-undang karena pemerintah mengalami kesulitan keuangan. "Pada kenyataannya untuk periode tiga bulan pertama, amnesti pajak memang telah berhasil. Kami apresiasi," ujarnya.

Namun, Heri mengingatkan dana yang masuk hasil dalam negeri, bukan dari repatriasi dan tentu sebenarnya dana ini memang sudah beredar di dalam negeri dan sudah menggerakkan perekonomian.

Ditjen Pajak memberi kemudahan bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM) wajib pajak dalam mendapatkan amnesti pajak. Hal itu dilakukan untuk menjaring lebih banyak pelaku usaha yang memanfaatkan amnesti pajak. Direktur Transformasi Bisnis Direk torat Jenderal Pajak Hantriono Joko Susilo mengatakan, khusus un tuk pelaku UKM diperbolehkan mela kukan laporan secara tertulis, tidak memerlukan soft copy. "Kalau sedang berjualan di pasar kan susah untuk ngetik-ngetik. Jadi, bisa tulis tangan saja," katanya.

Pengurusan amnesti pajak bagi pelaku UKM juga dapat dikumpulkan secara kolektif oleh perkumpulan, serikat, organisasi, ataupun asosiasi tanpa adanya batasan jumlah. Tetapi, kata Hantriono, perlu ada surat kuasa oleh pihak yang bersangkutan. Batas akhir bagi para pelaku UKM mengikuti amnesti pajak adalah 31 Maret 2017. Tetapi, batas waktu maksimal 31 Januari jika pengurusan dilakukan secara kolektif.

Ekonom Sunarsip menilai, pemerintah masih harus bekerja ekstra untuk menggenjot besaran harta repatriasi atau dana yang mengalir masuk ke dalam negeri. Menurut dia, jumlah harta repatriasi yang masih jauh di bawah target menunjukkan bahwa masih adanya kekhawatiran wajib pajak terkait keamanan dan kerahasiaan data harta dan perpajakan di dalam negeri.

"Pertama, mungkin masih ada kekhawatiran dari para wajib pajak yang punya harta di luar negeri terkait dengan kerahasiaannya. Misalnya, nanti pascaamnesti pajak ini iklim pajak kita seperti apa, juga masih be lum jelas. Seperti tarifnya, keraha sia annya, memang masih sedikit banyak menimbulkan pertanyaan di kalangan wajib pajak kita yang punya aset di luar negeri," ujar Sunarsip.

Ekonom senior Bank Dunia Hans Anand Beck menilai kebijakan amnesti pajak efektif untuk membantu men do rong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tetapi, di sisi lain, Hans juga meminta Pemerintah Indonesia mengevaluasi beberapa peraturan, termasuk perpajakan, agar penerimaan negara menjadi lebih besar dan mampu memperbaiki iklim investasi.

Pada periode pertama yang ber akhir 30 September lalu, tercatat uang tebusan program amnesti pajak telah mencapai Rp 97,2 triliun dari target penerimaan negara Rp 165 triliun pada akhir periode Maret 2017. Menurut Hans, Indonesia harus mampu memaksimalkan penerimaan negara yang berasal dari amnesti pajak untuk investasi manufaktur dan infrastruk tur, meskipun sektor konsumsi juga tidak boleh luput dari perhatian.

Melemahnya permintaan ekspor yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia, mengharuskan pemerintah negara-negara berkem bang menjadikan sektor konsumsi sebagai salah satu agenda besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Program amnesti pajak yang berlangsung sejak 18 Juli lalu bakal berjalan sampai 31 Maret 2017 menda tang. Program ini terbagi atas tiga periode dengan masing-masing pe riode selama tiga bulan. Ketiga periode tersebut juga memiliki kebijakan tarif tebusan yang berbeda-beda. Untuk periode pertama hingga akhir September lalu misalnya, tarif tebusan berlaku sebesar dua per sen untuk repatriasi. Sedangkan, periode kedua hingga akhir Desember, tarif tebusan untuk repatriasi harta dikenakan sebesar tiga persen, dan selanjutnya pada periode ketiga hingga akhir Maret 2017 dikenakan tarif tebusan lima persen.

Tarif tersebut juga berlaku bagi wajib pajak yang hendak melaporkan harta (deklarasi) di dalam negeri. Sedangkan, wajib pajak yang hendak mendeklarasikan harta di luar negeri, dikenakan tarif masing-masing empat, enam, dan 10 persen untuk ketiga periode tersebut. Sedangkan, UMKM dikenakan tarif seragam, yakni 0,5 persen untuk aset di bawah Rp 10 miliar selama ketiga periode amnesti pajak berlangsung dan dua persen untuk aset di atas Rp 10 miliar.    Oleh Sapto Andika Candra, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement