Senin 26 Sep 2016 18:00 WIB

Menunggu Aksi Nyata Pemerintah

Red:

Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) meminta Presiden Joko Widodo turun tangan mengatasi persoalan yang telah merugikan industri kelautan dan perikanan nasional. Implementasi penerapan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional dinilai menciptakan kerugian material dan ketidakpastian berusaha di Indonesia.

Ketua Umum Gappindo Herwindo mengatakan, pemerintah harus bersikap adil jika memang serius mengembangkan industri perikanan sebagai salah satu motor penggerak perekonomian negara. Baru-baru ini tercatat ada kasus yang menyeret tiga perusahaan perikanan karena mereka melakukan illegal fishing. Kasus tersebut saat ini sedang ditangani oleh Satgas 115 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sudah menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan tersebut.

"Negara memang harus hadir, tak hanya persoalan serapan tangkapan nelayan saja yang tak memenuhi. Karena sebagian dari perusahaan masih banyak yang main nakal dengan melakukan illegal fishing. Untuk hal ini negara harus hadir," kata Herwindo, Sabtu (17/9).

Dia juga mengatakan, penyerapan industri atas tangkapan nelayan memang rendah. Ia mengakui, sebab dalam skala industri, tidak bisa sembarang ikan tangkapan nelayan bisa dipakai. Dalam skala tertentu kualitas dan jenis ikan menjadi harga mati dalam memenuhi kebutuhan industri.

Herwindo mengatakan, kerap kali hasil tangkapan nelayan beragam dan juga kualitas yang tak begitu bagus. Sehingga, sampai saat ini beberapa perusahaan memutuskan untuk impor ikan mentah untuk melakukan pemenuhan atas kebutuhan. Ia mengatakan, dalam industri perikanan, kapasitas penyerapan dari lokal memang rendah, yakni bersikar antara 30-57 persen.

Dalam dua tahun terakhir, beberapa malah perusahaan hanya berada dalam range 20-32 persen dari kapasitas terpasang. Ia melihat, ada beberapa sebab, salah satunya adalah peraturan pemerintah yang baru-baru ini keluar terkait penerimaan negara dan hambatan investasi. "Tangkapan nelayan itu belum tentu cocok untuk industri. Dan nelayan itu kan nangkepnya segala macam kan. Tangkapan nelayan kan belum tentu memenuhi kebutuhan perusahaan. Tangkapan nelayan selama ini lebih banyak ke pasar. Karena kualitasnya enggak begitu baik," ujar Herwindo saat ditemui Republika.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, saat ini pemerintah sedang mencari formulasi untuk bisa memberikan kebijakan yang bisa menguntungkan semua pihak, baik nelayan, pengusaha selaku pelaku industri, maupun negara. Dia mengatakan, dalam merumuskan kebijakan, pemerintah tetap harus mendengarkan suara rakyat.

Luhut mengatakan, untuk hal tersebut pihaknya masih memformulasikan beberapa opsi untuk kebaikan semua pihak. Luhut mengadakan pertemuan, Senin (19/9), untuk membahas percepatan pembangunan industri ikan ini. Bersama Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dia mengatakan, sudah menyimpulkan lima poin kesepakatan antara pelaku usaha, nelayan serta pemerintah. Lima poin ini kemudian rencananya akan dia bahas dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Luhut mengatakan, lima poin tersebut antara lain, para nelayan dan asosiasi pengusaha bersepakat untuk tetap menjaga lingkungan sebagai konsekuensi mereka tetap menjalankan industri perikanan mereka. Kedua, mereka sepakat untuk tidak melakukan overfishing dan menjaga stabilitas laut. Ketiga, mereka akan tertib membayar pajak.

"Ada lima kesepakatan, salah satunya mereka harus bayar pajak. Selama ini saya lihat pajak mereka sangat kecil. Jadi, kalau industri ini jalan dan baik, mereka harus bayar pajak. Ini juga baik kan buat kita," kata Luhut.

Selain itu, Luhut tak menampik jika kebijakan dari KKP membuat para nelayan selama dua tahun ini tak bisa produktif. Salah satu kendalanya adalah peraturan yang dikeluarkan KKP untuk para nelayan tidak memakai cantrang. Padahal, menurut mereka cantrang adalah alat mereka untuk memancing sejak zaman dahulu.    rep: Intan Pratiwi, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement