Kamis 23 Jun 2016 15:00 WIB

Menakar Dampak Selusin Paket Kebijakan

Red:

Tanpa terasa, delapan bulan sudah pemerintah berusaha untuk meningkatkan atmosfer industri dan sistem investasi. Pembenahan ini ditandai dengan peluncuran paket kebijakan ekonomi jilid I, tepatnya 9 September 2015. Kebijakan ini berfokus pada tiga aspek besar, yakni meningkatkan daya saing industri, mempercepat proyek-proyek strategis nasional, dan mendorong investasi di sektor properti.

Memasuki 1,5 tahun masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, paket kebijakan ekonomi pun telah bertambah 11 buah. Artinya pemerintah telah mempunyai 12 paket kebijakan ekonomi. Ke depan, jumlahnya diperkirakan masih akan bertambah.

Paket kebijakan ekonomi terakhir diluncurkan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo, 28 April 2016, di kompleks Istana Kepresidenan. Paket ini difokuskan untuk memperbaiki tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia (Ease of Doing Business/EODB) yang saat ini berada pada peringkat ke-109 dari 189 negara sebagaimana survei yang dilakukan oleh Bank Dunia. Presiden menekankan pentingnya menaikkan peringkat EODB hingga ke posisi 40.

Untuk mencapai target ini, pemerintah kemudian melakukan perbaikan sejumlah peraturan maupun prosedur terkait perizinan dan biaya, agar peringkat kemudahan berusaha di Indonesia terutama bagi UMKM semakin berdaya saing. Dengan pengumuman tersebut, pemerintah berarti telah memiliki selusin paket kebijakan ekonomi yang diharap bisa meningkatkan perekonomian Indonesia di tengah pelemahan perekonomian global. Yang menjadi pertanyaan, sudah sejauh mana dampak selusin paket kebijakan ini?

Sebab, banyak kalangan yang meragukan efektivitas paket kebijakan ekonomi. Mereka pun menyebut langkah pemerintah belum memberikan dampak signifikan. Pertanyaan ini pun semakin menguat setelah Presiden mengadakan rapat terbatas bersama jajarannya untuk mengevaluasi ke-12 paket kebijakan ekonomi tersebut.

Hasilnya, dari 203 deregulasi aturan dalam 12 paket kebijakan ekonomi, pemerintah baru menyelesaikan  194 regulasi atau 96 persen. Ini berarti masih ada sisa sembilan peraturan yang belum rampung. Selain regulasi utama, terdapat 26 peraturan di tingkat kementerian dalam bentuk peraturan menteri atau regulasi di lembaga yang menjadi peraturan penunjang regulasi induk dalam 12 paket kebijakan ekonomi, yang belum terselesaikan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, seluruh paket kebijakan ekonomi yang dibuat bukan berarti tidak memberikan dampak pada atmosfer industri dan sistem investasi. Sebab, sejauh ini Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai bahwa ada pertumbuhan yang cukup baik dari segi investasi.

Direktur Deregulasi Penanaman Modal BKPM Yuliot mengatakan, paket kebijakan ekonomi bukan tidak berdampak. Sebab, BKPM mencatat terdapat peningkatan investasi. Sejak awal tahun hingga pertengahan Mei 2016 telah ada 72 perusahaan yang berinvestasi dengan nilai Rp 158 triliun. Pada sisi lain, terdapat peningkatan 48 persen investor yang berkomitmen untuk berinvestasi.

Dibandingkan tahun lalu, BKPM mencatat ada peningkatan investasi sebesar 17 persen. Peningkatan ini dirasa cukup baik dibandingkan dengan pertumbuhan investasi pada tahun sebelumnya. "Dengan semua kemudahan yang diperbaiki kita menargetkan peningkatan investasi hingga 20 persen di akhir tahun 2016," kata Yuliot.

Lebih lanjut, Darmin menambahkan, evaluasi dalam sebuah kebijakan memang sudah sepatutnya dilakukan. "Karena hal ini bisa melihat sejauh mana manfaat dari kebijakan yang telah dibuat pemerintah," ujarnya. Darmin menjelaskan, persoalan belum maksimalnya paket kebijakan ekonomi ini tak lepas dari belum tuntasnya peraturan turunan dari beleid utama.

Mantan gubernur Bank Indonesia ini mencontohkan, dalam paket kebijakan ekonomi terdapat peraturan presiden yang sudah terbit, namun di tingkat kementerian atau lembaga yang belum mengeluarkan peraturan untuk mendukung regulasi utama, yang bisa digunakan sebagai petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis).

"Setelah dipelajari kemudian dilihat, ini perlu ada peraturan turunan oleh kementerian atau lembaga atau tidak. Karena ada dan belum keluar, maka ini mempersulit paket kebijakan berjalan secara optimal," kata Darmin.

Kepatuhan rendah

Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian, Edy Putra Irawady, menjelaskan, memang yang menjadi salah satu penghambat mulusnya paket kebijakan ekonomi adalah rendahnya kepatuhan kementerian/lembaga (K/L) atas paket kebijakan itu. Sebab, K/L dituntut untuk mengeluarkan peraturan yang menjadi 'cucu' dari regulasi induk.

Padahal 'cucu' regulasi ini sangat diperlukan pelaku industri atau investor dalam menikmati 12 paket kebijakan ekonomi. Dengan tidak adanya 'cucu' regulasi yang menjadi juklak dan juknis, investor jelas terhambat dalam meningkatkan usaha mereka di dalam negeri. Sebab saat mereka akan melangkah melakukan suatu usaha, investor memilih menunggu ketimbang salah karena menyalahi aturan yang belum diterbitkan.

"Jadi, walaupun ada perpres atau inpres, kalau peraturan dari K/L belum ada maka, investor atau pengusaha yang ingin memanfaatkan paket kebijakan ekonomi jadi terhambat," ujar Edy. Meski demikian, Edy menilai bahwa keberadaan paket kebijakan ekonomi merupakan bantalan untuk menjaga perekonomian pada 2016. Ke depan, langkah pemerintah ini pun bisa menjadi bantalan perekonomian.

Sebab, perekonomian global pada tahun ini dipastikan masih akan belum menentu. Melihat hal tersebut, pemerintah kemudian membuat kebijakan yang justru bisa menumbuhkan perekonomian dalam negeri. Jika tidak ada paket kebijakan ekonomi, perlambatan ekonomi nasional bisa semakin parah.

"Ini sebagai bamper, kalo tidak ada (pertumbuhan perekonomian Indonesia) bisa terjerumus," kata Edy. Edy menjelaskan, Kemenko Perekonomian telah melakukan beberapa pertemuan dengan K/L yang masih memiliki pekerjaan rumah untuk menuntaskan peraturan pendukung. Dalam pertemuan tersebut, semua sepakat untuk menyelesaikan peraturan tambahan maksimal hingga akhir Juni.

Sehingga semua paket yang diluncurkan diharap bisa dimaksimalkan mulai awal Juli. Memasuki pekan pertama Juni, K/L ternyata telah mampu merampungkan tiga regulasi utama dan enam peraturan penunjang. Tiga regulasi utama diselesaikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).

Kemen ATR/BPN telah menerbitkan Permen ATR/Kep.BPN No. 11/2016 mengenai Penyelesaian Kasus Pertanahan, sebagai pengganti Permen ATR/Kep.BPN No.3/2011 tentang Pengeolaan, Pengkajian, dan Penanganan Kasus Pertanahan. Permen ini dibuat untuk mendukung paket kebijakan ekonomi jilid I. Kementan menerbitkan Permentan No. 29/Permentan/KP.401/5/2016 terkait Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Permen ini juga terkait dengan paket jilid I.

Sedangkan Kemenaker menerbitkan Permenaker No. 20/2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif yang menunjang paket jilid IV. Sementara enam dari 26 juklak dan juknis yang awalnya belum selesai sekarang dibereskan. Hasilnya, BPKM telah menyelesaikan satu peraturan, Kementerian ESDM dua peraturan, Kemen ATR/BPN, Kemen PUPR, dan Kementan masing-masing satu peraturan.

Menurut Edy, untuk juklak dan juknis banyak di Kementerian Keuangan. Sebab, peraturan tambahan ini menyangkut pajak dan insentif fiskal lainnya. Sehingga, tidak boleh ceroboh dalam membuat peraturann.

Meski demikian, Kemenkeu telah berjanji akan menyelesaikan semua peraturan ini sesuai jadwal, yaitu akhir Juni. "Kemenkeu memang lagi banyak kerjaan. Mereka kan lagi sibuk untuk RAPBNP, belum lagi tax amnesty. Jadi belum bisa cepat," kata Edy.

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, hampir semua peraturan turunan yang berhubungan dengan kementeriannya telah diselesaikan. Seperti Perpres Kilang, Perpres Listrik, Perpres Harga Gas di Hulu, dan Perpres Pengendalian Krisis Energi. Satu peraturan yang belum hanya Perpres Tata Kelola Gas Bumi untuk merampingkan mata rantai pasok supaya harganya makin kompetitif. "Dalam dua pekan itu harus dibahas di level menko lagi, karena kelihatannya prosesnya agak diulang. Setelah dari Menko baru diajukan ke Presiden. Kalau yang lain saya kira on track Juni," kata Sudirman.

Untuk melakukan pengawasan dan implementasi paket kebijakan ekonomi, pemerintah membentuk empat gugus fungsi. Gugus fungsi ini akan difokuskan untuk percepatan penyelesaian peraturan, identifikasi hambatan, masalah dan kasus, evaluasi pelaksanaan dan analisis dampak paket kebijakan, serta sosialisasi, publikasi, dan diseminasi paket kebijakan. Tugas dari gugus fungsi antara lain untuk mengawal dan memastikan pelaksanaan paket kebijakan ekonomi berjalan dengan baik, melakukankan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan yang dihadapi.    rep: Debbie Sutrisno, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement