Senin 30 May 2016 14:15 WIB

Cara Malaysia Mengelola Lahan Gambut

Red:

Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya tanaman perkebunan tidak hanya dilakukan di Indonesia. Pemerintah Malaysia sangat mendukung pemanfaatan lahan gambut untuk budi daya tanaman kelapa sawit di wilayah Serawak.

   

Pemanfaatan tersebut diklaim telah memberikan manfaat ekonomi dan tidak merusak ekologi karena memanfaatkan tata kelola yang baik. Dengan pengelolaan yang mumpuni, pemanfaatan lahan gambut dapat meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit mencapai 38 ribu ton per hektare per tahun.

Director of Tropical Peat Research Laboratory Unit (TPRL) Malaysia Lulie Melling mengatakan, Indonesia harus mengoptimalkan keberadaan lahan gambut untuk membantu meningkatkan produktivitas komoditas yang ditanam di atas lahan tersebut. Untuk dapat mewujudkan hal ini memang tidak mudah dan dibutuhkan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat agar mengerti pengelolaan serta pemanfaatan lahan gambut dengan benar.

"Perlu komunikasi yang benar, sebab publik sering kali tidak bisa membandingkan antara gambut yang terkelola dengan baik dan gambut yang tidak terkelola," ujar Melling. Melling menjelaskan, di Malaysia lahan gambut bisa dikelola dengan baik, sehingga sulit terbakar. Dia mengungkapkan, di Sarawak terdapat 1,2 juta hektare lahan gambut atau sekitar 13 persen dari luas daratan.

Menurutnya, Sarawak merupakan kawasan gambut terbesar di Malaysia dan dapat terhindar dari kebakaran karena mempunyai teknologi pemadatan serta tata kelola air yang baik. Persoalan kebakaran lahan gambut tidak terjadi di Serawak karena ada kesadaran bersama mengenai pentingnya menerapkan teknologi tata kelola air mulai dari petani kecil hingga korporasi.

Kesadaran ini seharusnya dikomunikasikan oleh akademisi, pemerintah, dan para pemangku kepentingan. Tanpa dukungan penelitian gambut maka akan selalu terjadi fitnah terhadap korporasi yang menanfaatkan media gambut untuk keperluan produksi, baik itu sawit maupun komoditas lain.

Saat ini, menurut Melling, penelitian mengenai tanah gambut memang masih kurang, sehingga belum banyak yang memahami. "Kita tidak boleh buat imajinasi, tetapi diverifikasi di lahan gambut. Tanah gambut itu kekayaan Indonesia dan Malaysia karena tanah ini sumber penting untuk menentukan kekayaan sebuah negara," kata Melling.

Melling mengatakan, lahan gambut bisa dubah menjadi lahan pertanian untuk ditanami kelapa sawit dan memberikan pendapatan kepada negara. Sebab, devisa yang didapatkan dari kelapa sawit sangat besar. Dia mencontohkan, Malaysia bisa terselamatkan krisis ekonomi tiga kali berkat sawit.

Di Serawak, jumlah areal perkebunan sawit naik dua kali lipat. Sementara, dari segi ekonomi di Sarawak, pendapatan secara langsung sawit di lahan gambut mencapai 400 juta ringgit sampai 500 juta ringgit per tahun.

Melling menjelaskan, Pemerintah Malaysia sempat menyerukan rencana untuk moratorium penanaman kelapa sawit di atas lahan gambut di Sarawak. Pada waktu itu semua pemangku kepentingan, mulai dari korporasi, akademisi, dan peneliti beramai-ramai menyerukan penolakan.

"Saat itu, kami berusaha menjelaskan kepada Pemerintah Malaysia bahwa komoditas kelapa sawit penting bagi negara dan memberikan kontribusi besar untuk pemasukan devisa. Setelah debat panjang, akhirnya Pemerintah Malaysia tidak jadi melakukan moratorium," ujar Melling.

Sawit di Malaysia merupakan komoditas yang terkena pajak paling tinggi, sedangkan minyak nabati lain mendapatkan subsisdi. Tapi, meski dikenakan pajak tinggi para pengusaha berkomitmen selalu bayar pajak. Dengan inovasi teknologi melalui pemadatan maka tanah gambut dapat dijadikan sebagai lahan pertanian dan lahan perkebunan. Untuk memperbaiki gambut, perlu dibuat drainase, pemadatan, dan pengelolaan air yang baik. Persiapan lahan ini  perlu dilakukan sebelum lahan gambut digunakan untuk perkebunan maupun pertanian.   Oleh Rizky Jaramaya, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement