Kamis 19 May 2016 17:00 WIB

Merajut Jalan Indonesia Ala Kabinet Kerja

Red:

Kabinet Kerja di bawah kendali Presiden Joko Widodo masih merintis sejumlah proyek pembangunan dan infrastruktur berorientasi darat. Belanja negara menyasar sejumlah fokus. Salah satu prioritas utama, yakni mewujudkan target ambisius membangun jalan sepanjang lebih dari 2.500 kilometer dalam kurun waktu 2015-2019.

 

Pembangunan jalan darat menjadi salah satu prioritas. Sebab program tersebut dinilai mampu merajut konektivitas Indonesia di darat. Progres penyerapan keuangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2016 per 29 April 2016 mencapai 12,68 persen. Sementara progres penyerapan dalam bentuk fisik sebanyak 13,46 persen dari total anggaran Rp 104,08 triliun.

Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono menjelaskan, belanja anggaran salah satunya ditujukan untuk merajut jalanan Indonesia. Oleh karena itu, penyerapan anggaran terkonsentrasi pada empat direktorat jenderal (ditjen), yakni Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya, dan Penyediaan Perumahan. Nilainya mencapai sekitar Rp 100 triliun.   

Menyikapi rancangan pemerintah dalam membangun konektivitas nusantara, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga meminta, agar rencana besar yang makan biaya raksasa tersebut direvisi. Sebab, pembangunan konektivitas untuk Indonesia yang topografinya beragam tak bisa hanya mengandalkan pembangunan berorientasi darat.

"Idealnya pengembangan infrastruktur nasional dibagi menjadi tiga bagian, yakni konektivitas darat, laut, dan udara," ujarnya kepada Republika. Untuk darat, lanjut Nirwono, tidak melulu harus dengan membangun jalan tol. Bicara konteks Kalimantan, Sumatra, dan Jawa, infrastruktur darat akan lebih baik jika diarahkan pada pelayanan transportasi massal, yakni kereta api.

Jalur kereta api akan membuat masyarakat semakin mudah, murah, dan cepat dalam menjangkau kawasan satu dengan yang lainnya tanpa macet.

Karena itu, pemerintah jangan luput juga mengembangkan basis antar kota dengan sistem daring. Yaitu, ketika orang ingin pergi ke suatu tempat dengan transportasi mahal, ia tak mesti datang ke terminal lalu digerecoki calo.

"Penyediaan layanan transportasi yang mudah dan murah akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, sekaligus mengurangi polusi di kota," katanya. Lagi pula, jika melulu mengandalkan tol dan jalan, hanya akan memanjakan kendaraan pribadi. Jika pun dibangun tol, berkaca dari negara-negara Eropa, fungsinya sebagai prasarana angkutan ekonomi untuk membuat pergerakan barang dari sentra produksi ke pasar menjadi lancar.

Lebih lanjut Nirwono mengatakan, membangun konektivitas jangan hanya berorientasi darat. Sebab, di kawasan luar Jawa justru lebih efektif jika pemerintah merevitalisasi dan mengembangkan jalur laut dan udara. Contoh paling ekstrem, lanjut dia, yakni di Papua.

Di sana kondisi alamnya berbukit-bukit dan akan sulit jika mengandalkan konektivitas jalur darat. "Tidak realistis kalau merancang konektivitas Papua berorientasi darat, akan mahal dan merusak alam," ujarnya. Nirwono pun meminta desain pembangunan konektivitas Indonesia lewat jalur darat direvisi.

Kementerian PUPR, kata dia, harus membangun kerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk merevitalisasi dan membangun rel kereta api, pelabuhan, serta bandara. Perlu juga dibangun kerja sama dengan pemerintah daerah agar jelas tata ekonomi masyarakatnya. "Konektivitas Indonesia harus dimulai dari gotong royong semua perangkat negara," ujarnya.    Sonia Fitri, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement