Kamis 18 Feb 2016 16:00 WIB

Jalan Panjang RUU Tapera

Red:

Pembahasan Rancangan Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) mendekati akhir. Bila tak ada aral melintang, RUU ini akan dibawa ke sidang paripurna DPR Maret 2016. Pembahasannya yang memakan waktu bertahun-tahun diharapkan dapat membuahkan UU yang mumpuni untuk mengatasi persoalan perumahan bagi rakyat kecil.

Pembahasan RUU yang diajukan sejak DPR periode 2009-2014 itu sekarang telah mencapai 85 persen dan ditargetkan tuntas dalam tempo sebulan ke depan. Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Tapera Mukhamad Misbakhun mengatakan, pembahasan RUU Tapera berjalan sesuai target.  Tim perumus kini tinggal menyisir permasalahan yang tersisa untuk kemudian disinkronisasi.

"Februari kita targetkan selesai pembahasannya," ujarnya di Jakarta, baru-baru ini.

Pada esensinya, UU Tapera mengamanatkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Bukan sekadar menyediakan rumah terjangkau, tapi tempat tinggal tersebut harus memenuhi syarat sehat dan layak.  Pemenuhan kebutuhan perumahan untuk rakyat itu juga harus berpegang pada mekanisme dana bersama, iuran, dan gotong royong, kepada seluruh pekerja formal dan informal.

Masyarakat, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal, secara sukarela menjadi anggota Tapera. Untuk selanjutnya, hak dan kewajiban anggota Tapera akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP). Pemerintah pun akan membentuk Badan Pengelola (BP) Tapera beserta Dewan Pengawas yang menempel di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR).

"Dana akan dikumpulkan dan digulirkan untuk menyelesaikan kesenjangan perumahan," kata Misbakhun.

Melalui UU Tapera, pekerja formal dan informal akan diwajibkan membayar iuran yang dipungut dari gaji atau penghasilan mereka. Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Maurin Sitorus menjelaskan, besaran iuran akan diatur dalam PP yang dibuat setelah RUU disahkan DPR.

Dalam pembahasan RUU diusulkan besaran iuran Tapera bagi pekerja formal anggota BP Tapera sebesar 2,5 persen dari penghasilan bulanannya. Sementara, bagi pemberi kerja ditarik iuran 0,5 persen dari penghasilan karyawan. Beban pembayaran iuran ditanggung bersama pekerja dan pemberi kerja.

Untuk pekerja informal, pungutan Tapera diusulkan disetarakan dengan pekerja formal. Sebagai contoh, untuk wilayah DKI Jakarta, patokan penghasilan bulanan pekerja informal akan mengikuti besaran upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp 3,1 juta. Dengan begitu, besaran patokan penghasilan untuk pekerja informal akan berbeda-beda di tiap provinsi mengikuti UMP masing-masing.

Maurin menyatakan, sekitar 60 persen kalangan pekerja di Indonesia merupakan pekerja informal. Kalangan pekerja tersebut kerap kesulitan mengakses dana perbankan untuk pengadaan perumahan karena dianggap tidak memenuhi syarat formalitas. Dengan menjadi anggota BP Tapera, mereka akan dimudahkan dalam akses kredit pemilikan rumah.

"BP Tapera juga akan mengadakan pemberdayaan pekerja informal, misalnya, dengan membentuk koperasi," ujar Maurin.

Khusus untuk anggota BP Tapera yang masuk kategori MBR, Maurin menjelaskan, juga bisa memperoleh manfaat bantuan subsidi kredit pemilikan rumah (KPR). Syaratnya, yang bersangkutan belum memiliki rumah dan sudah menikah. Sementara, bagi anggota BP Tapera yang tidak masuk kategori MBR tetap bisa menikmati manfaat karena iuran yang dibayarkan akan menjadi tabungan dan investasi.

Uang tersebut akan dikembalikan ketika masa keanggotaannya habis karena pensiun. Uang iuran tersebut, selain berfungsi sebagai penyediaan perumahan, juga sebagai dana jaminan hari tua.

Atasi Backlog

Melalui mekanisme Tapera diharapkan dapat terhimpun dana masyarakat dalam jumlah besar untuk pembangunan perumahan. Selama ini, pembangunan perumahan yang dilakukan pengembang kerap terkendala pendanaan. Tak heran bila kini diperkirakan kekurangan pasokan perumahan (backlog) mencapai angka 15 juta unit.

Sekretaris Jenderal DPP Real Estat Indonesia (REI) Hari Raharta yakin angka backlog bisa dikurangi secara bertahap bila Tapera telah diberlakukan. Tapera akan membuka jalan penghimpunan dana masyarakat secara besar-besaran. Terutama pembiayaan untuk pengadaan perumahan bagi MBR.

Hari mengusulkan dana Tapera dapat dialokasikan untuk menstimulus kegiatan konstruksi bagi pengembang. Alasannya, pengembang kerap kesulitan untuk mengakses dana murah untuk pembangunan rumah bagi MBR. Kenyataannya, dana pinjaman yang didapat pengembang untuk membangun rumah mewah sama bebannya seperti membangun rumah murah.

"Bunga kredit konstruksi untuk membangun rumah murah dan mewah setara, yakni 11-12 persen," kata Hari.

Becermin dari kesulitan itu, Hari mengusulkan adanya stimulus berupa penurunan bunga kredit konstruksi. Bunga kredit konstruksi perlu dibedakan antara rumah mewah dan sederhana.  Pembiayaan untuk rumah sederhana seharusnya dikenakan beban bunga yang lebih rendah dibandingkan rumah mewah.

REI berkomitmen untuk konsisten mendukung program pemerintah dalam menyediakan rumah murah dengan komposisi hingga 75 persen dari total rumah yang dibangun anggotanya. Sisanya para pengembang di REI bisa bermain dalam pembangunan rumah menengah ke atas. Bila stimulus itu berjalan, manfaat RUU Tapera diperkirakannya bisa dinikmati bersama bagi calon penghuni rumah murah maupun pihak pengembang.

Keinginan REI itu mendapatkan respons positif dari perbankan. Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Oni Febriarto Rahardjo mengatakan, dana tapera yang terhimpun bisa digunakan untuk membiayai perumahan dengan bunga rendah. Bahkan, tanpa ragu Oni menyebutkan kemungkinan bunga KPR bisa lebih rendah dari lima persen.

"Karena cost of fund rendah, bunga ke nasabah juga bisa lebih rendah," ujarnya.

Bahkan, bila dana Tapera bisa dikelola BTN, dana murah yang dimiliki bank BUMN ini dapat mencapai 70 persen dari posisi berjalan 50 persen. Dampak positifnya, masyarakat jadi lebih mudah mengambil KPR dengan bunga yang murah. Pengembang pun bisa mendapatkan manfaat serupa.

BTN selama ini dikenal sebagai pemain utama penyalur pembiayaan untuk sektor properti.  Sekitar 97 persen pembiayaan bank pelat merah ini disalurkan ke sektor tersebut. rep:Sonia Fitri, Budi Raharjo, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement