Kamis 04 Feb 2016 15:00 WIB

Menakar Prospek Industri Makanan dan Minuman

Red:

Industri makanan dan minuman (mamin) di Indonesia memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.  Sektor tersebut menjadi satu dari sejumlah sektor yang dijadikan prioritas pemerintah dalam mendorong industri sebagai penggerak ekonomi nasional.

Sektor mamin juga merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya tinggi. Ketua Umum Gabungan Asosiasi Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi Lukman optimistis pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun ini bisa mencapai delapan persen.

Pertumbuhan tersebut diharapkan dapat tercapai dari sisi volume, bukan karena harga yang tinggi. Adhi menjelaskan, angka pertumbuhan industri mamin pada 2015 sudah cukup baik, yakni sekitar tujuh persen.

Namun, dari segi kualitas, masih belum memuaskan. Pada kuartal I dan II 2015, pertumbuhan industri mamin didorong karena kenaikan harga. Sedangkan, volume pertumbuhan baru terlihat pada kuartal III dan IV 2015.

"Dengan adanya penurunan biaya listrik dan gas yang dilakukan oleh pemerintah, dapat mendorong industri makanan dan minuman menjadi lebih baik dan diharapkan pada 2016 tidak ada kenaikan harga," ujar Adhi, beberapa waktu lalu.

Adhi menilai, pertumbuhan industri mamin tahun ini masih tetap positif karena pemerintah sudah lebih siap. Semisal, penggunaan anggaran yang sudah mulai berjalan sejak awal tahun sehingga menjadi pemicu bergeraknya ekonomi nasional.

Selain itu, sejumlah lembaga perekonomian dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 akan lebih baik serta beberapa harga komoditas diperkirakan tidak akan turun lagi. Dengan optimisme ini, pada akhirnya dapat meningkatkan daya beli masyarakat serta menumbuhkan industri dalam negeri.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, pertumbuhan industri mamin pada semester I 2015 memang sempat mengalami perlambatan, yakni hanya sekitar delapan persen, dibandingkan pada semester I 2014 sebesar 10,14 persen.  Walaupun demikian, pertumbuhan industri mamin pada semester I 2015 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan industri nonmigas pada periode yang sama, yaitu 5,26 persen.

Saleh mengatakan, sektor industri mamin berkontribusi sebesar 31,20 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas. Sedangkan, industri nonmigas berkontribusi sebesar 86,89 persen terhadap industri pengolahan atau sebesar 21,02 persen terhadap PDB nasional.

Peranan tersebut dapat dilihat dari sumbangan nilai ekspor produk mamin pada Mei 2015 yang mencapai 2,26 miliar dolar AS. Angka ini mengalami kenaikan 4,05 persen dibandingkan nilai ekspor pada Mei 2014 sebesar 2,175 miliar dolar AS. "Hal tersebut menunjukkan bahwa bahwa sektor industri makanan dan minuman mempunyai peran yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia," ujar Saleh.

Mamin dan MEA

Industri mamin juga dinilai paling siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Adhi optimistis, industri mamin mampu bersaing pada era MEA jika pengusaha dan pemerintah bisa bekerja sama lebih erat lagi dalam meningkatkan daya saing industri dalam negeri.

Menurut Adhi, daya saing dibentuk dari produk yang berkualitas serta iklim usaha yang berpihak pada pertumbuhan industri mamin. "Sekarang, setiap kebijakan yang dikeluarkan harus dikaji apa dampaknya secara luas bagi MEA sehingga tidak merugikan industri dalam negeri," katanya.

Adhi menambahkan, berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), rencana investasi industri mamin sepanjang 2015 naik sebesar 326 persen atau senilai Rp 184,92 triliun. Di sisi lain, realisasi investasi di sektor tersebut pada kuartal II 2015 hanya mencapai Rp 32,6 triliun.

Adhi menilai, tanpa dukungan kebijakan iklim investasi yang baik, minat investasi yang tinggi akan sulit direalisasikan.  Pada era MEA, sejumlah industri mamin nasional mulai mengembangkan sayap ke negara-negara ASEAN.

Industri tersebut tidak hanya mengekspor produknya, tapi juga membangun pabrik di beberapa negara ASEAN. Menurut Adhi, MEA tidak hanya dilihat dari peredaran produknya karena sejak 2010 sudah dikenakan tarif nol persen. 

Saat ini, MEA justru lebih fokus ke integrasi pasar, yakni mulai dari kegiatan pemasaran dan distribusi. Salah satu langkah nyata yang dilakukan, yaitu industri mamin Indonesia saat ini sudah merambah ke Filipina, Myanmar, Singapura, dan Vietnam.

"Produk snack sudah merambah Myanmar. Sedangkan, produk bumbu masak serta mi instan sudah merambah ke Malaysia dan Singapura," kata Adhi. Adhi menjelaskan, pesaing utama Indonesia dalam menguasai pasar ASEAN adalah Thailand. 

Menurutnya, industri mamin Thailand sudah terintegrasi dengan baik, mulai dari bahan baku sampai industrinya. Tak hanya itu, Pemerintah Thailand juga telah mempersiapkan infrastruktur dan klaster-klaster industri secara mumpuni sehingga skala ekonomis produk Thailand sangat besar.

BKPM mencatat pengajuan izin prinsip di sektor mamin periode 1 Januari sampai 28 Desember 2015 sebesar Rp 184,92 triliun atau 32,31 persen dari total keseluruhan rencana investasi di sektor manufaktur. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rencana investasi sektor ini mengalami kenaikan yang signifikan, yakni sebesar 326 persen.

Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, rencana investasi tersebut terdiri atas PMDN sebesar Rp 21,19 triliun dan PMA sebesar Rp 163,73 triliun. Tingginya rencana investasi yang masuk di sektor mamin menunjukkan sektor ini masih akan menjadi penggerak pertumbuhan sektor manufaktur dalam beberapa tahun mendatang.

Selain itu, menurut Franky, kenaikan rencana investasi sektor tersebut merupakan langkah awal untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dalam menghadapi MEA. "Rencana investasi ini merupakan langkah awal dan BKPM akan terus mengawal rencana investasi tersebut agar dapat segera direalisasikan," ujar Franky. Rizky Jaramaya, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement