Senin 25 Jan 2016 14:00 WIB

Mengembangkan Potensi Wisata Halal

Red:

Wisata halal Indonesia sedang menggeliat. Akhir tahun lalu, pengakuan akan potensi wisata halal Tanah Air diraih dalam ajang The World Halal Travel Summit/Exhibition 2015 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Dalam ajang yang diikuti 200 negara yang melombakan 14 kategori itu, Indonesia berhasil membawa pulang tiga kategori, yakni World's Best Halal Tourism Destination, World's Best Halal Honeymoon Destination, dan World's Best Family Friendly Hotel.

Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), memenangkan kategori World's Best Halal Tourism Destination dan World's Best Halal Honeymoon Destination. Satu kategori lagi, World's Best Family Friendly Hotel, digondol Hotel Sofyan Jakarta.

Ketua Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Tour dan Travel Indonesia (ASITA) Asnawi Bahar mengatakan penghargaan itu mempunyai dampak positif bagi pengembangan pariwisata Indonesia, khususnya wisata halal. Menurut dia, penghargaan ini akan menambah daya tarik wisatawan, khususnya dari negara Muslim, untuk datang ke Indonesia.

"Secara psikologis, wisatawan yang berasal dari negara-negara Islam akan lebih nyaman datang ke Indonesia. Dan itu menguntungkan kita," katanya kepada Republika, Ahad (24/1).

Potensi wisata halal ini, menurut Asnawi, sangat terbuka, baik potensi Indonesia sebagai destinasi wisata halal maupun potensi wisatawan asing yang akan datang ke Indonesia. Jumlah umat Islam dunia saat ini mencapai 1,7 miliar orang. Mereka akan lebih nyaman jika berwisata ke daerah dengan predikat wisata halal.

Potensi wisata halal itu didukung oleh laporan yang dikeluarkan sejumlah lembaga. Laporan yang disusun Thomson Reuters dan Dinar Standar mengungkapkan, secara global belanja Muslim untuk wisata halal pada 2012 sebesar 137 miliar dolar AS. Angka itu  pada 2018  diperkirakan akan naik menjadi 181 miliar dolar AS.

Sedangkan, Pew Research Center Forum on Religion and Public Life memperkirakan populasi Muslim dunia bertambah dari 1,6 miliar menjadi sekitar 2,2 dari total penduduk dunia di tahun 2030. Berikutnya, laporan Global Muslim Travel Index 2015 yang menyebutkan segmen wisata Muslim memiliki nilai 145 miliar dolar AS dengan jumlah 108 juta wisatawan Muslim.

Angka tersebut diprediksi akan naik menjadi 150 juta tahun 2020 dengan nilai pasar 200 miliar dolar AS. "Wisatawan Muslim itu tidak hanya dari Timur Tengah tapi juga Cina, pecahan Uni Soviet dan negara lainnya," tutur Asnawi.

Saat Indonesia menerima penghargaan  World Halal Travel Summit Award di Abu Dhabi, Menteri Pariwisata Arief Yahya, menyatakan, prestasi tingkat dunia itu menjadi pintu untuk pengembangan destinasi halal. Penghargaan itu, menurut dia, semakin menajamkan Lombok sebagai destinasi wisata halal dan Sofyan Betawi sebagai hotel halal berkelas dunia.  Penghargaan itu, tambahnya, akan memudahkan Indonesia menjaring pasar wisata Timur Tengah yang sangat potensial.

Wisatawan dari Timur Tengah, papar Arief, terkenal royal dalam menghabiskan dananya untuk berwisata. Menurut Arief, belanja wisatawan asal UEA paling besar mencapai 1.700 dolar AS per orang, disusul Arab Saudi sekitar 1.500 dolar AS. Rata-rata pengeluaran wisatawan dari Timur Tengah 1.200 dolar AS.

"Pasar wisata halal sangat menjanjikan dari segi ukuran, laba, dan keberlanjutan. Kebijakan bebas visa kunjungan juga diperkirakan akan mampu mendongkrak wisatawan ke Indonesia," papar Arief.

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pun meraih berkah atas penghargaan itu. NTB kini lebih fokus menggarap wisata halal. "Pengaruh penghargaan itu besar bagi pengembangan pariwisata di NTB," kata Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Muhammad Faozal kepada Republika, Ahad (24/1).

Lalu Muhammad mengungkapkan, penghargaan itu memperkuat motivasi daerah itu untuk mengembangkan wisata halal. Tahun ini pihaknya menargetkan 3 juta kunjungan wisata ke NTB. Jumlah ini naik dari tahun 2015 yang mencapai 2,2 juta wisatawan.

"Dari jumlah itu kita berharap sebanyak 1,5 juta orang adalah wisatawan luar negeri yang 20 persen di antaranya adalah wisatawan Muslim. Kami yakin bisa tercapai dengan dukungan semua pihak, baik yang terkait langsung dengan sektor pariwisata maupun yang tidak terkait secara langsung," jelasnya.

Dia juga menilai pasar wisata halal, khususnya untuk NTB sangat terbuka. Wisatawan Muslim yang berkunjung ke NTB, menurut dia, tidak hanya datang dari Timur Tengah, tapi juga dari negara-negara lain, khusunya yang berpenduduk mayoritas Muslim.

Untuk memperkuat citra sebagai destinasi wisata halal, pihaknya pada tahun ini akan melanjutkan kebijakan Pemerintah Provinsi NTB yang dibuat tahun sebelumnya. Di antaranya  adalah lebih mendorong sertifikasi halal bagi jasa pariwisata, hotel, restoran, dan produk-produk olahan. "Tahun ini kita menargetkan sebanyak 400 unit usaha mendapat sertifikasi," tuturnya.

Asnawi Bahar mengatakan, sertifikasi ini menjadi tantangan utama dalam pengembangan wisata halal. Berdasarkan data dari Asosiasi Hotel dan Restoran Syariah Indonesia (AHSIN) 2014, saat ini Indonesia baru mempunyai 25 hotel yang restorannya bersertifikat halal dan 310 restoran bersertifikat halal. 

Negara tetangga justru lebih maju dalam soal sertifikasi halal ini. Thailand misalnya, telah memiliki 100 hotel dan restoran yang bersertifikat halal. Sedangkan, Malaysia telah memiliki 366 hotel syariah dan lebih dari 2.000 restoran yang bersertifikat halal. Singapura bahkan memiliki 2.691 hotel dan restoran yang sudah bersertifikat halal.

Menurut Asnawi sertifikasi halal ini perlu difokuskan pada makanan halal. Namun, makanan halal itu tidak hanya pada hasil jadi, tapi terkait dengan proses dan bahan bakunya. "Jadi halal itu bukan hanya pada produk akhirnya, tapi meliputi rangkaiannya sejak bahan baku dan prosesnya," tegasnya.

Hal lain yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan wisata halal, menurut Asnawi, adalah kesiapan daerah. Dia menganjurkan agar daerah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait sehingga ada keselarasan antara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah dengan pihak swasta dan industri yang bergerak di bidang wisata halal.

Payung hukum

Kadis Pariwisata NTB,  Muhammad Faozal mengatakan pengembangan wisata halal memerlukan payung hukum yang lebih kuat dan koordinasi yang yang erat sehingga memudahkan implementasinya di lapangan.

Pihaknya, ia mengatakan, kini dalam proses melakukan peningkatan status Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Wisata Halal menjadi peraturan daerah (perda). Dengan perda, secara politis komitmen mengawal wisata halal kan menjadi lebih kuat. "Secara kebijakan akan memudahkan bagi kita untuk memprovokasi di DPRD dan industri pun bisa lebih fokus," paparnya.

Kendati Indonesia mendapat penghargaan wisata halal di tingkat dunia, menurut Asnawi, hal itu tidak boleh berhenti sampai di situ saja. Penghargaan itu, menurut dia, baru akan dirasakan dampaknya jika daerah berhasil meningkatkan jumlah wisatawan.

Untuk tahun 2016 ini Kementerian Pariwisata telah menetapkan target kunjungan wisatawan ke Indonesia sebesar 272 juta wisatawan. Jumlah tersebut terbagi atas 12 juta wisatawan mancanegara dan 260 juta wisatawan nusantara.

Dengan kunjungan wisatawan mancanegara tersebut, Indonesia diproyeksikan akan menerima pendapatan devisa sebesar Rp 172 triliun. Untuk wisatawan nusantara, jumlah pengeluaran mereka ditargetkan sebesar Rp 223 triliun.

Wisata halal dengan segala daya tariknya dapat mendukung tercapainya target kunjungan wisata itu. Untuk itu, Asnawi menyarankan agar pengembangan wisata halal tidak hanya terfokus pada tiga daerah percontohan wisata halal, yakni Aceh, Sumatra Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Dengan begitu, diharapkan dampaknya akan merata ke semua daerah. "Diharapkan daerah-daerah lain juga ikut mengembangkan sehingga dapat bersaing karena peluang wisata halal  ini masih sangat terbuka luas," tegasnya. Oleh Subroto, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Tambahan grafis

Potensi Wisata Halal

Menurut Thomson Reuters dan Dinar Standar, belanja Muslim secara global untuk wisata halal pada 2012 sebesar 137 miliar dolar AS dan pada 2018 akan naik menjadi 181 miliar dolar AS

Tiga Daerah Percontohan Wisata Halal

1.    Aceh

2.    Sumatra Barat

3.    Nusa Tenggara Barat

Grafis Pareto

Penghargaan yang diraih Indonesia di ajang

The World Halal Travel Summit/Exhbition 2015 di Abu Dhabi, Uni Emirate Arab

1. World's Best Family Friendly Hotel (Sofyan Hotel Betawi, Jakarta)

2. World's Best Halal Honeymoon Destination (Lombok, NTB)

3. World's Best Halal Tourism Destination (Lombok, NTB)

Potensi Wisata Halal

@  Pew Research Center Forum on Religion and Public Life memperkirakan populasi muslim dunia bertambah dari 1,6 miliar menjadi sekitar 2,2 dari total penduduk dunia di tahun 2030

@ Global Muslim Travel Index 2015 menyebutkan, segmen wisata Muslim memiliki nilai sebesar 145 miliar dolar AS dengan jumlah 108 juta wisatawan Muslim. Diprediksi angka ini akan tumbuh menjadi 150 juta tahun 2020 dengan nilai pasar 200 miliar dolar AS.

13 provinsi tujuan wisata syariah

1.     Nusa Tenggara Barat (NTB)

2.    Nangroe Aceh Darussalam

3.    Sumatra Barat

4.     Riau

5.     Lampung

6.    Banten

7.    DKI Jakarta

8.    Jawa Barat

9.    Jawa Tengah

10.    Yogyakarta

11.     Jawa Timur

12.    Sulawesi Selatan

13.    Bali

Empat bidang yang telah ditetapkan sebagai fasilitas pilihan wisata syariah

 Hotel

Restoran

Biro Perjalanan

Spa

Sumber : Berbagai sumber

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement