Senin 04 Jan 2016 13:00 WIB

Menjaring Investasi Korea Selatan

Red:

Tidaklah sulit untuk menemukan relasi antara Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) di bidang ekonomi. Secara sederhana bisa ditemukan pada produk-produk Negeri Ginseng yang digunakan masyarakat negeri ini. Mulai dari telepon pintar (smartphone) Samsung, ban mobil Hankook, hingga mobil KIA. 

Keberadaan produk-produk tersebut tentu mendorong perusahaan-perusahaan asal Korsel berinvestasi di Indonesia.  Pada 2014 saja nilai investasi Korsel mencapai 1,2 miliar dolar AS. Kebanyakan sektor yang jadi sasaran meliputi manufaktur ataupun pertambangan. 

Kini, menjelang akhir 2015, minat investasi Korsel menunjukkan tren yang meningkat.  Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, pada periode 22 Oktober 2014 hingga 4 Desember 2015, minat investasi Negeri Ginseng yang teridentifikasi mencapai 16 miliar dolar AS.

 

Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, minat tersebut menjadi perhatian dan prioritas BKPM untuk dapat diarahkan menjadi izin prinsip hingga kemudian bermuara menjadi realisasi investasi. Menurutnya, Korsel merupakan salah satu ujung tombak kontributor negara asal investasi yang masuk ke Indonesia. Sektor-sektor yang masuk juga terus berkembang, tak hanya sektor padat karya, tapi juga semakin beragam, misalnya, industri baja.

"Korea Selatan merupakan negara primadona investasi di Asia Timur dan sekarang Cina mulai menyusul. Sehingga, para investor Korea Selatan mulai sadar bahwa dalam berinvestasi ke Indonesia, mereka harus bersaing dan berlomba dengan investor-investor lainnya yang tertarik untuk menanamkan modalnya ke Indonesia," ujar Franky, beberapa waktu lalu.

Menurut Franky, investor dari Korsel cenderung agresif dan berani mengambil keputusan. Franky menambahkan, dari jumlah minat yang teridentifikasi sebesar 16 miliar dolar AS tersebut, terdapat 4 miliar dolar AS yang tergolong serius. "Karakteristik keseriusan ini ditentukan dengan frekuensi kunjungan yang dilakukan oleh investor ke Indonesia. Serta hasil komunikasi yang dibangun oleh kantor perwakilan BKPM di Seoul ataupun oleh tim marketing officer yang ada di Jakarta," kata Franky.

Dari nilai minat investasi yang serius sebesar 4 miliar dolar AS tersebut, sektor prioritas yang menjadi kontributor utama adalah sektor industri padat karya dengan minat senilai 2,8 miliar dolar AS. Kemudian di bidang infrastruktur sebesar 538 juta dolar AS dan industri substitusi impor senilai 452 juta dolar AS.

Franky menjelaskan, minat yang sudah direalisasikan menjadi izin prinsip tercatat sebesar 616 juta dolar AS. Perinciannya industri padat karya 257 juta dolar AS, infrastruktur 158 juta dolar AS, dan sektor pertanian 141 juta dolar AS.

Pengusaha Korsel yang pernah menjadi ketua Kamar Dagang Korsel, Sohn Kyung-Shik, mengatakan, Indonesia merupakan negara kelima tujuan investasi Korea. Sohn menyebut, kerja sama ekonomi kedua negara diharapkan terus meningkat pada waktu mendatang, apalagi Korsel-Indonesia memiliki kerja sama dalam kerangka ASEAN plus Korea dan AFTA. Potensi ekonomi Korsel, seperti elektronik, otomotif, dan penerbangan dapat menjadi sumber kerja sama ekonomi yang baik dengan Indonesia.

MoU Woori Bank

Sebagai salah satu upaya untuk menjaring investasi dari Korsel, BKPM membangun kerja sama dengan salah satu lembaga perbankan terbesar di negara tersebut, yakni Woori Bank.

Kerja sama tersebut dituangkan dalam sebuah nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) yang ditandatangani oleh Franky dan direktur utama sekaligus CEO Woori Bank Kwang Goo Lee.

 

Franky mengatakan, kerja sama tersebut memiliki dua tujuan strategis. Tujuan pertama adalah meningkatkan penanaman modal langsung atau foreign direct investment (FDI) dari Korsel ke Indonesia dan sebaliknya. Sementara itu, tujuan kedua, yakni untuk meningkatkan kemitraan antara pelaku usaha negeri ini dan pelaku usaha Negeri Ginseng.

Menurut Franky, kerja sama tersebut menitikberatkan pada peningkatan investasi pada sektor infrastruktur, termasuk jalan, sekolah, dan rumah sakit serta sektor industri. Lebih lanjut, Franky menjelaskan, untuk memfasilitasi investor Indonesia yang berminat untuk membangun kegiatan bisnisnya di Korea Selatan, Woori Bank akan menyediakan berbagai kemudahan pelayanan. 

Di antaranya, kemudahan pembukaan rekening di Korsel dan Indonesia, penyetoran dari dana investasi atau pembayaran saham, notifikasi investasi asing atau pendaftaran pendirian usaha, dan pelayanan terkait penawaran perdana saham (initial public offering/IPO). Dengan kemudahan tersebut, pemerintah mendorong pelaku usaha Indonesia untuk mengembangkan usahanya di luar negeri.

Woori Bank memiliki jaringan yang tersebar di beberapa negara di Benua Asia, Australia, Eropa, Amerika, dan Afrika. Pada 2015, Bank Woori Indonesia melakukan merger dengan Bank Saudara dan berubah nama menjadi Bank Woori Saudara. Saat ini Bank Woori Saudara memiliki lebih dari 20 cabang yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Berdasarkan data BKPM, dari 2010 sampai dengan kuartal III 2015, realisasi investasi dari Korsel telah mencapai hampir 8 miliar dolar AS yang terdiri dari 4.000 proyek di berbagai sektor, seperti industri logam, permesinan dan elektronik, industri karet, barang yang terbuat dari karet, serta industri plastik, pertambangan, industri kimia, dan farmasi.

Pada periode tersebut investasi asal Korsel telah menyerap lebih dari 770 ribu tenaga kerja di Indonesia. Dari data realisasi investasi yang dikeluarkan oleh BKPM periode Januari-September 2015, Korea Selatan menempati peringkat empat dengan nilai investasi 1 miliar dolar AS dan 1.529 proyek. 

Korsel berada di bawah Singapura yang menempati posisi teratas dengan nilai investasi mencapai 3,55 miliar dolar AS dan 1.999 proyek. Sementara itu, investasi Malaysia mencapai 2,9 miliar dolar AS dengan 600 proyek dan nilai investasi Jepang mencapai 2,5 miliar dolar AS dengan 1.318 proyek.

Upaya Sulteng

Tidak hanya di level pemerintah pusat, upaya menjaring investasi asal Korsel juga dilakukan pemerintah daerah. Salah satunya Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Daerah Sulteng mencatat, sedikitnya enam perusahaan dari Korsel berminat berinvestasi di provinsi tersebut.

Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Daerah Sulteng Ch Shandra Tobondo di Palu, beberapa waktu lalu, mengatakan, keinginan ini merupakan hasil pertemuan dalam kegiatan "Investment and Business Environment" yang dihadiri sekitar 50 pengusaha di Korsel.

Enam perusahaan yang berminat tersebut, yakni DH Korea bergerak di sektor perkebunan, khususnya kakao, Cooperation of Energy and Environment, salah satu korporasi spesial adviser berminat berinvestasi di sektor energi baru terbarukan. Pada sektor yang sama, namun bergerak khusus di biomas, juga diminati oleh Greenpia. 

Perusahaan lainnya yang berminat di sektor pengolahan bahan makanan, yakni Safe Food Corporation. Dua perusahaan lain yang juga berminat berinvestasi di Sulteng, yakni Hanjong Plantee Co, LTD dan Hae Dong D&R Co, LTD. Dua perusahaan tersebut berminat di sektor pertanian dan investasi batu kapur diatromit.

Shandra mengatakan, beberapa hal mendasar yang diperlukan oleh investor untuk berinvestasi di Sulteng antara lain ketersediaan lahan, infrastruktur jalan, listrik, dan pelabuhan. Selain itu, kebijakan berupa kemudahan investasi bagi investor. "Kami menyambut baik dan siap memberikan apa yang diperlukan oleh investor," katanya.

n antara ed: muhammad iqbal

***

DATA GRAFIS

Fakta Angka Korea Selatan

INVESTASI

Nilai Investasi Korea Selatan 2014    : 1,2 Miliar Dolar AS

Nilai Investasi Korea Selatan 2015 (sampai kuartal III)

•    Minat Investasi    : 16 Miliar Dolar AS

•    Realisasi        : 3,55 Miliar Dolar AS

PERDAGANGAN

Total Perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan 2014    : 22,47 Miliar Dolar AS 

Januari-September 2015    : 12,52 Miliar Dolar AS

Januari-September 2014    : 16,90 Miliar Dolar AS

Ekspor Nonmigas Indonesia ke Korea Selatan 2014        : 5,72 Miliar Dolar AS

Januari-September 2015    : 4,23 Miliar Dolar AS

Januari-September 2014    : 4,28 Miliar Dolar AS

Sumber: BKPM dan BPS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement