Kamis 26 Nov 2015 13:00 WIB

Jaga Kedaulatan Negeri dengan Cinta Rupiah

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Jaga Kedaulatan Negeri dengan Cinta Rupiah

BI telah melakukan kerja sama dengan penegak hukum untuk menindak pelanggaran terkait rupiah. 

Menjaga kedaulatan Tanah Air merupakan tugas setiap warga negara Indonesia. Namun, hal ini tidak selalu harus dilakukan dengan cara mengangkat senjata layaknya para prajurit TNI ataupun personel kepolisian. Masyarakat Indonesia bisa menjaga kedaulatan negaranya via cara yang lebih mudah, yakni dengan mencintai rupiah.

Rupiah merupakan mata uang resmi Indonesia yang telah diakui keberadaannya. Rupiah adalah alat tukar yang sah di segala pelosok negeri. Akan tetapi, kurangnya rasa cinta membuat keberadaan rupiah seakan tidak dihormati.

Ini tampak di setiap transaksi masyarakat luas dalam keseharian. Anggota masyarakat terkadang menggunakan rupiah yang tersimpan di saku celana mereka. Uangnya pun sudah terlipat dan kusut. Kebanyakan nominal rupiahnya lebih rendah dari Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu menjadi 'korban'. Sementara, untuk nominal Rp 50 ribu maupun Rp 100 ribu, lebih tertata rapi di dalam dompet. 

Menjadi ironi karena mata uang negara-negara lain, seperti dolar AS, mendapat perlakuan yang jauh lebih istimewa.  Masyarakat yang menyimpan dolar dengan telaten meletakkannya di dalam dompet. Mereka ingin uang kebanggaan Negeri Paman Sam itu tetap terjaga mulus. Sebab, dikhawatirkan dolar miliknya tidak berlaku jika mengalami 'cacat'. 

 

Padahal, jika masyarakat memiliki rupiah dalam kondisi baik, sudah tentu akan meningkatkan kebanggaan dan kecintaan kita untuk menggunakannya. Perasaan bangga dan cinta memiliki rupiah dalam kondisi baik terlihat pada wajah penduduk Pulau Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu.  

Mereka tampak antusias ketika Bank Indonesia (BI) mendatangi pulau tersebut dengan membawa banyak uang baru berdenominasi rupiah. Antrean panjang penduduk terlihat tak jauh dari dermaga kecil pulau tersebut. Berbondong-bondong, penduduk mengantre di depan kantor Kelurahan Kodingareng untuk mendapatkan penukaran rupiah baru melalui kas keliling BI.  

Asisten Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI Tony Noor Tjahjono mengatakan, layanan kas keliling merupakan kegiatan penukaran uang pecahan besar menjadi pecahan kecil dan penukaran uang rusak, cacat, atau lusuh serta uang yang sudah dicabut dari peredarannya dengan uang baru. Hal ini dilakukan untuk memastikan uang yang beredar di masyarakat merupakan uang layak edar. Di Pulau Kodingareng, petugas BI menemukan banyak uang lusuh dan uang yang telah ditarik peredarannya. 

Meskipun terletak hanya 15 kilometer dari Kota Makassar, kendala geografis menyebabkan perputaran uang terbatas di pulau tersebut. Terlebih, hanya ada satu kali jadwal kapal penumpang yang beroperasi setiap harinya dari Kodingareng ke Makassar maupun sebaliknya. Hal ini membuat mobilitas masyarakat menuju kota-kota besar seperti Makassar menjadi terbatas.

Selain melakukan kas keliling, BI juga melakukan kas titipan untuk membantu penyebaran uang layak edar, terutama di daerah yang sulit dijangkau. "BI menitipkan uang di perbankan daerah yang daerahnya tidak bisa kita jangkau secara langsung, tapi perekonomiannya berkembang dengan baik," ujar Tony.  

Salah satu contohnya adalah Kabupaten Sorong, Papua Barat. Di sana, BI bekerja sama dengan Bank Mandiri sebagai penyelenggara kas titipan. Nantinya, Tony melanjutkan, bank tersebut akan mengedarkan uang kepada bank-bank yang berada di wilayah Sorong untuk diedarkan kepada masyarakat luas. Sedikitnya terdapat 13 bank yang bekerja sama dengan Bank Mandiri di Sorong. "Ini adalah bagaimana BI memperluas area layanan kas petugasnya di bidang pengedaran uang rupiah kepada masyarakat," kata Tony.

Asisten Direktur Departemen Komunikasi BI Karsono mengatakan, pengadaan kas keliling hingga ke pulau-pulau, terutama pulau di wilayah terdepan Indonesia, dilakukan bukan hanya menyebarkan uang layak edar. Tujuan lainnya adalah untuk mengawasi keberadaan mata uang asing di Indonesia. "Karena, penduduk di pulau-pulau terdepan banyak melihat uang asing," ujarnya.

Menurut Karsono, di wilayah dekat perbatasan, tak sedikit masyarakat yang menggunakan mata uang asing dalam kegiatan perekonomiannya. Padahal, sudah terdapat aturan jelas tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peraturan tersebut ditujukan untuk menegakkan kedaulatan rupiah di NKRI sekaligus mendukung stabilitas ekonomi makro. 

Ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tertanggal 31 Maret 2015 itu dengan tegas menyatakan setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah. "PBI ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta mendasarkan pada UU Bank Indonesia," katanya. Namun, terdapat pengecualian, antara lain, untuk transaksi-transaksi dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta perdagangan internasional.  

Tindak pidana tegas

Meski penggunaan rupiah di wilayah NKRI telah memiliki dasar hukum berupa peraturan perundang-undangan, Karsono mengaku masih terdapat sejumlah pelanggaran. "Harusnya mereka dipenjara karena tindak pidana. Tapi, karena faktor ketidaktahuan, perlu kita sosialisasikan," ujar Karsono.

Asisten Manajer Departemen Pengelolaan Uang BI Achmad Reyhan mengatakan, untuk menangani pelanggaran ini, BI telah bekerja sama dengan pihak kepolisian dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Langkah konkretnya, pada pertengahan Agustus lalu, BI menyelenggarakan pelatihan kepada para penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dit Tipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Bandung, Jawa Barat.  "Pelatihan tersebut bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas penegakan hukum dugaan tindak pidana mata uang rupiah melalui peningkatan kemampuan teknis dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah dan kemampuan teknis penyidikan tindak pidana mata uang rupiah," katanya.

Dalam pelatihan tersebut, BI menyampaikan materi tentang desain dan unsur pengaman uang rupiah serta ciri keasliannya, kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI, pengawasan sistem pembayaran, fraud pada transaksi nontunai, dan modus operandi kejahatan sistem pembayaran. "Sekarang ini kepolisian seharusnya bertindak tegas. Hanya mungkin kita masih memberikan toleransi kepada masyarakat kecil," ujar Achmad. Meskipun demikian, bukan berarti belum ada tindakan nyata dari kepolisian.  

Achmad mengatakan, sudah ada pihak yang ditindak terkait pelanggaran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dia adalah seorang turis di Batam, Kepulauan Riau, yang menggunakan dolar AS saat membayar makanan di restoran.  Tidak hanya di Batam, praktik semacam ini dicurigai juga banyak terjadi di Bali.

"Apabila ada penggunaan valas di luar batas kewajaran, kita berhak untuk melakukan investigasi. Jika terbukti hanya untuk transaksi biasa yang seharusnya menggunakan rupiah, itu bisa dikenakan sanksi," kata Achmad. Sanksi pertama dan paling ringan yang dapat diberikan adalah teguran tertulis. Sedangkan, sanksi terberat adalah pencabutan dari lalu lintas pembayaran. 

Jadi, menurut Achmad, semua rekening atas nama orang tersebut akan ditangguhkan. Sementara, bila pelaku pelanggaran adalah perbankan, tidak diperbolehkan ikut kliring. 

Sosialisasi dan Edukasi Masyarakat

Sebagai simbol kedaulatan negara, masyarakat perlu diberikan edukasi bagaimana cara melakukan pemeliharaan uang sehingga kondisinya tetap mumpuni. Oleh karena itu, BI melakukan banyak sosialisasi terkait pentingnya kedaulatan rupiah di Indonesia. Achmad mengaku, pihaknya telah memiliki rencana sosialisasi tahunan.  

"Kita sudah punya rencana satu tahun untuk sosialisasi, namun tentatif," katanya. BI juga kerap kali menyelenggarakan acara tertentu yang kemudian diberikan porsi sosialisasi pemeliharaan uang. Salah satunya dalam beberapa acara ekspedisi, seperti Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya dengan TNI AL. Dalam ekspedisi itu, BI melakukan sosialisasi kepada peserta ekspedisi dan masyarakat di pulau terpencil yang disinggahi. Sosialisasi dibuat menarik melalui diskusi dua arah dan memberikan beberapa pertanyaan berhadiah.

ed: muhammad iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement