Jumat 10 Apr 2015 17:00 WIB

Membongkar Keberadaan Kartel Perdagangan

Red:

JAKARTA -- Keberadaan sindikat mafia dan kartel perdagangan ibarat hantu pengaturan skor dalam pertandingan sepak bola. Kompetisi sepak bola yang dinodai dengan praktik licik tersebut tentu melukai para fan dan atlet yang berkaitan langsung dengan laga. Namun, untuk membuktikan kebenarannya bukanlah perkara mudah. Sungguh pelik menangkap hantu yang tak terlihat wujudnya, tapi dampaknya begitu terasa.

Begitu pulalah keberadaan sindikat mafia dan kartel dalam perdagangan di sebuah negara. Kemampuan mereka mengatur harga-harga pangan dan komoditas bisnis bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Akan tetapi, menangkap basah pelaku kartel ini ternyata tidak semudah merasakan keberadaannya.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, keberadaan kartel sangatlah merugikan masyarakat. Sebuah negara tidak akan pernah mampu bersaing dengan negara lain apabila kondisi perekonomiannya dikuasai para pelaku kartel.

"Bayangkan, ada pelaku usaha yang memiliki kekuasaan hingga 50 persen dan hampir menguasai semua pasar yang ada," ujarnya dalam diskusi bulanan bertajuk "Mengurai dan Menjinakkan Kartel Ekonomi" yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) di Kantor Indef, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Menurut Syarkawi, keberadaan pelaku kartel yang melakukan persengkongkolan dalam menetapkan harga komoditas adalah contoh nyata sebuah persaingan yang tidak sehat. Eksistensinya hanya menghambat pertumbuhan perekonomian Indonesia sekaligus mematikan pelaku usaha kecil.

Dia mencontohkan, pada masa lalu saat era Orde Baru, praktik-praktik kartel begitu menguasai perdagangan komoditas di Indonesia, seperti gula, terigu, beras, minyak goreng, dan hampir semua komoditas pangan. Meski kini era sudah berubah, namun dia berpandangan, praktik-praktik kartel cenderung belum berhenti. Parahnya, dalam konteks perdagangan beras, kata Syarkawi, pemerintah memiliki andil atas ulah para pelaku kartel. Andil pemerintah, antara lain, dengan keluarnya agenda penggantian raskin (beras untuk masyarakat miskin) dengan e-money yang sangat berpengaruh pada tindakan para pelaku usaha.

Dia menduga, jika memang benar ada sejumlah oknum yang bersekongkol dalam memainkan stok dan harga beras, maka hal tersebut akibat tindakan pemerintah yang dianggap kurang tepat dalam rencana penghapusan raskin. Selain itu, jalur suplai beras yang ada di Indonesia juga dinilai sebagai salah satu faktor kenaikan harga.

"Jalur suplai kita masih oligopolistis. Pada beberapa rantai distribusi, khususnya di penggilingan beras dan pedagang besar, masih dikuasai oleh segelintir orang," ujar Syarkawi.

Adanya peluang untuk melakukan praktik-praktik negatif inilah yang dimanfaatkan betul oleh pelaku usaha untuk meraup keuntungan besar. "Inilah yang membuat potensi kartel sangat besar terjadi di setiap komoditas. Ini harus segera dikoreksi Pak Jokowi," lanjutnya.

Peneliti Indef Mohammad Reza Hafiz menuding adanya Letter of Intent (LoI) yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan kucuran dana bantuan dari International Monetary Fund (IMF) berpotensi besar memunculkan adanya praktik kartel. Reza menilai, LoI IMF tidak bisa dimungkiri menjadi salah satu gerbang pembuka praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam tata niaga pangan strategis yang dilempar ke mekanismen pasar.

Adanya LoI IMF membuat para pebisnis dengan modal besar dapat menguasai pasar dan mengganggu tata niaga pangan. Kebebasan impor pangan juga diyakininya sebagai salah satu faktor yang menyebabkan defisit neraca perdagangan untuk pertanian semakin melebar.

"Kartel pangan muncul akibat kegagalan pemerintah mengembangkan sektor pertanian menjadi industri yang menarik dan berdaya saing serta adanya pengikisan peran Bulog dalam tata niaga pangan di Indonesia," ujarnya.

Reza menyebutkan, ada sejumlah sektor yang diduga terjadi praktik kartel, seperti kedelai, gandum/terigu, gula, beras, jagung, dan daging. Untuk mengatasinya, Reza berharap adanya peningkatan produksi dan produktivitas serta efisiensi usaha tani dan tata niaga komoditas pangan di sektor hulu. Selain itu, revitalisasi peran dan kapasitas Bulog dalam mengelola pangan strategis dengan instrumen stabilisasi juga perlu didorong. Hal yang terakhir, kata dia, yakni penguatan fungsi dan daya gedor KPPU melalui amendemen UU Nomor 5 Tahun 1999.

Pengamat ekonomi dari Indef Enny Sri Hartati mengatakan, maraknya kartel dalam perdagangan pangan sangat mengganggu tujuan pemerintah yang ingin melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas serta daya saing.  "Saat ini, perilaku kartel sebenarnya sudah sangat terbuka di hampir semua komoditas, persoalannya adalah mengapa perilaku ini bertumbuh subur dan langgeng?" gugat Enny.

Menurut Enny, terus berlangsungnya praktik kartel tak lain akibat lemahnya pengawasan dari pemerintah. Ia berharap, pemerintah mau memberikan kewenangan lebih kepada KPPU untuk memberantas persoalan kartel tersebut. Dengan adanya penguatan kewenangan yang dimiliki KPPU maka praktik-praktik kartelisasi akan berkurang.

Ia berpandangan, kewenangan yang dimiliki KPPU saat ini sangatlah terbatas. KPPU diharuskan mempunyai dua alat bukti yang cukup serta adanya waktu yang panjang, yakni selama tiga tahun berturut-turut, untuk melakukan penyelidikan praktik kartel.

Meski sulit, Enny meyakini upaya untuk membongkar kartel dapat terwujud apabila KPPU diberikan kewenangan pembuktiannya tidak dengan cara yang berbelit-belit. Selain itu, besaran denda yang diberikan kepada pelaku kartelisasi juga ia anggap terlalu kecil, yakni hanya sebesar Rp 25 miliar. "Itu tidak akan memberikan suatu ancaman atau ketakutan bagi pelaku usaha yang melakukan kartel," lanjutnya.

Selain itu, upaya membongkar kartel juga harus dibarengi pemberian insentif dan pengampunan kepada para pelapor. Alasannya, dalam praktik kartel biasanya ada beberapa pihak yang kecewa akibat tidak mendapat keuntungan yang diharapkan. Celah ini dapat dimanfaatkan untuk mendekati mereka yang kecewa untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam membongkar praktik kartel.n c84 ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement