Jumat 27 Mar 2015 17:44 WIB

Ekonomi Syariah Juga Soal Kemanusiaan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Jika dideskripsikan dalam beberapa kata, ekonomi syariah adalah gabungan finance (keuangan), food (makanan), fun (hiburan), fashion (gaya busana), dan philanthropy (derma). Dilihat dari komposisinya, urusan derma hanya seperlima dari semua komponen ekonomi syariah. Derma wajib atau zakat dalam Islam pun tak 'seberapa' besar, setidaknya 2,5 persen saja.

Meski kewajiban yang tak 'seberapa' ini belum juga mencapai angka-angka potensi yang dipetakan, jumlah golongan menengah Muslim Indonesia terus bertambah jumlahnya makin memiliki kesadaran membayar zakat. Dompet Dhuafa mencatat, sekitar 90 persen zakat yang mereka kelola berasal dari kelas menengah Muslim dan jumlahnya terus meningkat tiap tahun.

Dalam peluncuran Sukuk Ritel Negara 007, Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa Parni Hadi mengatakan, untuk mengentaskan kemiskinan, kaum dhuafa harus diberdayakan ekonominya, disokong pendidikan, dan difasilitasi kesehatannya. ''Orang yang miskin ekonomi pasti sering tidak sehat dan kurang pendidikannya. Bantuan bagi warga miskin harus secara integral, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan,'' kata Parni.

General Manager Perhimpunan Baitul Maal wa Tamwil Social Ventures Ltd  Singapura Jamil Abbas mengatakan, zakat, wakaf, infak, dan sedekah adalah intervensi bagi kaum miskin agar tingkat ekonomi mereka bisa meningkat. Saat kondisi ekonomi mereka sudah lebih baik dengan memiliki usaha, barulah mereka siap untuk jadi mitra lembaga keuangan.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) memprediksi, potensi zakat Indonesia mencapai Rp 217 triliun. Meski angka potensi itu belum terwujud, peningkatan pengumpulan zakat terus meningkat dengan meningkatnya kesadaran. Dari data BAZNAS, zakat yang terkumpul pada 2013 mencapai Rp 2,7 triliun dan pada 2014 sebesar Rp 3,2 triliun. Pada 2015 BAZNAS melihat akan ada peningkatan zakat hingga 35 persen.

Sementara, Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyebut, potensi wakaf uang mencapai Rp 120 triliun per tahun dengan asumsi 100 juta warga Indonesia bersedia mewakafkan uangnya sebesar Rp 100 ribu per bulan. Pada akhir Desember 2013, wakaf uang yang terkumpul baru mencapai Rp 145,8 miliar.

Ditemui Republika dalam rapat kerja MES, awal Maret lalu, Wakil Ketua BWI Mustafa Edwin Nasution mengatakan, sudah ada bahasan mengenai pembentukan bank wakaf. Modal bank ini direncanakan berasal dari wakaf uang. ''Bank wakaf hanya memastikan uang yang diberikan kepada kelompok dhuafa sebagai modal usaha bisa kembali, bukan fokus mencari keuntungan,'' kata Mustafa. Jika bank mensyaratkan adanya jaminan saat memberikan pembiayaan, pendekatan wakaf berbeda, lewat pendekatan nilai.

Dukungan lisan, kata Mustafa, sudah ada. Tapi, yang dibutuhkan tidak sakadar itu, butuh aksi nyata untuk mendorong wakaf. Tak perlu banyak-banyak, jika 10 juta orang Indonesia berwakaf uang sehari Rp 1.000, sudah ada Rp 10 miliar sehari. Dalam salah satu rencana kerjanya, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) berencana mengintegrasikan data pengumpulan dan penyaluran zakat. Mereka juga berencana melakukan standardisasi pengelola wakaf (nazir). Oleh Fuji Pratiwi ed: Irwan Kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement