Jumat 06 Mar 2015 16:24 WIB

Distribusi Terhambat di Tengkulak

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, Sejumlah petani padi di daerah mengaku heran dengan kenaikan harga beras. Sebabnya, petani tidak mengalami gangguan produksi dan pada rentang Januari-April petani sedang panen raya dengan puncak panen terjadi pada Maret-April. Para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Sri Pohaci di Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menegaskan, panen padi mereka berlimpah hingga 9 sampai 11 ton per hektare. “Sesuai dengan ubinan (hitungan angka produksi padi —Red) yang kami lakukan, produksi padinya mencapai 11,733 ton per hektare,” kata Ketua Kelompok Tani Sri Pohaci Karawang Ambran.

Menurut Ambran, hasil ubinan padi yang dilakukan kelompok taninya cukup melimpah dibandingkan dengan produksi padi petani lain.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Karawang Nachrowi M Nur menambahkan, rata-rata petani padi di daerahnya mampu memproduksi padi mencapai 6,613 ton per hektare. Jumlah produksi saat ini normal dan tidak mengalami gangguan berarti.

Hal yang sama juga dirasakan petani di Kabupaten Lebak, Banten. Ketua Gabungan Petani (Gapoktan) Suka Bungah Desa Tambak Baya Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, Ruhyana mengatakan, saat ini sebagian petani justru mulai memasuki musim panen padi dari tanam periode November-Desember 2014. Menurut Ruhyana, panen padi diperkirakan akan terus berlanjut sepanjang Maret 2015.

“Panen tahun ini relatif bagus dibandingkan tahun sebelumnya. Sebab, tanaman padi tidak mengalami serangan hama maupun penyakit sehingga petani dapat mengeruk keuntungan cukup besar,” kata Ruhyana.

Ruhyana menyatakan, para petani merasa heran dengan kenaikan harga beras yang dikatakan akibat kekurangan pasokan. Padahal, produksi padi saat ini justru lebih baik dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan hasil ubinan, diperkirakan produksi panen mencapai rata-rata delapan ton gabah kering panen (GKP) per hektare.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Dede Supriatna mengatakan, panen padi saat ini bakal melebihi target produksi panen, yakni 5,6 ton GKP per hektare. “Gerakan tanam juga dilakukan secara serentak dan cuaca sangat mendukung untuk kesuburan tanaman padi saat ini,” katanya.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Provinsi Banten Mashuri mengatakan, kenaikan harga beras terjadi karena distribusi yang terhambat di tengkulak. Menurut dia, beras yang beredar di pasar Banten umumnya berasal dari Kabupaten Pandeglang. “Tapi, petaninya tidak bisa langsung jual di sini, beras sampai ke tangan tengkulak dengan tawaran harga yang lebih tinggi,” katanya.

Mashuri menjelaskan, beras asal Kabupaten Pandeglang dijual para tengkulak ke pedagang besar, kemudian dikemas baru dijual kembali ke wilayah Banten. “Makanya jangan aneh kalau beli beras asal Banten, tapi dari merek dagang asal Jawa Timur dan daerah lainnya. Karena ulah para tengkulak ini, beras sampai di Banten harganya sudah tinggi,” ujarnya.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan, kenaikan harga beras yang terjadi saat sebagian daerah masih panen raya merupakan dampak dari buruknya pendistribusian dan ulah mafia beras. Apabila mengikuti logika ekonomi, seharusnya harga beras turun pada musim panen raya. “Tapi, mengapa harga beras justru masih tinggi? Ini kan fenomena mafia beras. Mereka yang mengatur naiknya harga,” kata Amran.

Berdasarkan pengecekan yang dilakukannya di lapangan, kata Mentan, ternyata memang ada yang salah dalam skema pendistribusian beras, terutama di perkotaan. Harga beras melambung tinggi di kota, sedangkan kondisi di pedesaan sangat berbeda. “Ini (karena) ada tengkulak yang mempermainkan harga,” katanya menegaskan. rep: Bowo Pribadi, Rizky Jarayana c74/c81 ed: Eh Ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement