Jumat 22 Aug 2014 12:00 WIB

Mendorong Akselerasi Perbankan Syariah

Red:

Belakangan ini, kita membaca beberapa berita di media massa yang meliput laporan kinerja beberapa bank syariah yang melambat pada semester I 2014. Kondisi ini memang cukup kontras dengan kinerja industri perbankan syariah nasional tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah berdasarkan Statistik Perbankan Syariah sampai dengan April 2014 tercatat hanya sebesar 17,5 persen (yoy). Ini jauh di bawah rata-rata pertumbuhan sejak 2005 sampai dengan 2013 yang mampu mencapai 36,1 persen per tahun. Laju pertumbuhan tersebut jauh di atas rata-rata pertumbuhan aset perbankan nasional yang hanya sebesar 16,3 persen per tahun. Untuk itulah industri perbankan syariah mendapat julukan sebagai the fastest growing industry.

Namun, sepertinya kemampuan alamiah perbankan syariah untuk tumbuh tinggi mulai menurun. Setelah mampu tumbuh mencapai 47,6 persen dan 49,2 persen pada 2010 dan 2011, laju pertumbuhan aset perbankan syariah menurun menjadi 34,1 persen dan 24,2 persen  pada 2012 dan 2013. Penurunan kinerja tersebut terus berlanjut pada 2014 hingga di bawah 20 persen, tak jauh dengan laju pertumbuhan perbankan konvensional.

Kondisi ini membuat upaya untuk mendorong peningkatan pangsa perbankan syariah terhadap perbankan nasional semakin berat. Sampai dengan April 2014, pangsa perbankan syariah tercatat sebesar 4,88 persen atau sedikit menurun dari pangsa pada akhir 2013 sebesar 4,89 persen.

Seiring dengan menurunnya laju pertumbuhan aset, akselerasi peningkatan pangsa perbankan syariah akan semakin melandai, bahkan kembali menurun. Perlu perjuangan yang lebih gigih agar pangsa perbankan syariah nasional dapat kembali meningkat secara berkelanjutan. Upaya ini cukup berat karena ibarat mengejar target yang bergerak, sehingga perlu kecepatan yang lebih tinggi. Besar harapan agar perbankan syariah nasional dapat mengejar pangsa perbankan syariah di Malaysia yang sudah melebihi 20 persen, sehingga perannya dalam perekonomian menjadi lebih terasa.  

Penyebab penurunan pertumbuhan

Data historis menunjukkan bahwa laju pertumbuhan aset perbankan syariah selama ini ditopang pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), sehingga pertumbuhannya terlihat selalu beriringan (Grafik 1). Dengan demikian, kemampuan perbankan syariah dalam penghimpunan DPK sangat menentukan akselerasi pertumbuhan asetnya. Setidaknya, terdapat dua faktor utama yang menurunkan kemampuan bank syariah dalam penghimpunan DPK, yakni kemampuan ekspansi jaringan kantor dan perkembangan suku bunga simpanan.

Sampai dengan April 2014, jumlah jaringan kantor perbankan syariah yang terdiri atas kantor pusat, kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) tercatat mencapai 2.564 kantor. Pertumbuhan jaringan kantor perbankan syariah meningkat signifikan ketika jumlah BUS bertambah. Misalnya, pada 2008 ketika jumlah BUS dari tiga menjadi lima dan pada 2010 ketika jumlahnya melonjak menjadi 11 BUS. Pada kedua tahun tersebut, pertumbuhan jaringan kantor mencapai 37,7 persen dan 47,6 persen. Tak dimungkiri bahwa peningkatan tersebut merupakan dampak dari lahirnya UU Perbankan Syariah pada 2008.

Penambahan jumlah bank tentu akan disertai dengan peningkatan modal, sehingga kemampuan untuk melakukan ekspansi meningkat. Semakin luas jangkauan pelayanan, tentu akan semakin meningkat kemampuan dalam menghimpun dana nasabah. Tapi, laju pertumbuhan jaringan kantor perbankan syariah mulai melambat sejak 2013, sehingga hanya tumbuh sebesar 14,4 persen dan sampai dengan April 2014 hanya tumbuh sebesar 7,01 persen (yoy). Pelambatan ini tentunya berdampak terhadap kemampuan akselerasi penghimpunan dana pihak ketiga perbankan syariah.

Kemampuan permodalan disinyalir menjadi salah satu penyebab melambatnya ekspansi jaringan kantor perbankan syariah. Terlebih, setelah diterapkannya aturan mengenai pembukaan jaringan kantor BUS dan UUS yang dikaitkan dengan modal inti bank syariah. Walaupun tidak berdampak kepada semua bank syariah, aturan ini membatasi gerak beberapa bank yang kondisi permodalannya terbatas. Kondisi ini tercermin dari CAR perbankan syariah yang sampai dengan April 2014 tercatat sebesar 16,68 persen atau lebih rendah dari CAR perbankan nasional yang mencapai 19,35 persen.

Perubahan suku bunga simpanan

Disadari bahwa mayoritas nasabah perbankan syariah merupakan "nasabah mengambang" yang mengedepankan motif keuntungan, sehingga dapat berpindah ketika suku bunga simpanan di bank konvensional lebih menguntungkan. Kelompok nasabah ini memiliki rekening ganda, baik di bank syariah maupun di bank konvensional, sehingga dapat dengan mudah melakukan tindakan arbitrase. Hanya sekitar 20 persen nasabah yang benar-benar loyal menyimpan dananya di bank syariah karena alasan religius. Sebagian kecil nasabah lainnya karena faktor terpaksa, misalnya, mengikuti aturan tempat bekerja yang bekerja sama dengan bank syariah.

Melihat karakteristik perbankan syariah dalam penentuan nilai bagi hasil dengan nasabah maka kebijakan moneter longgar atau penurunan suku bunga akan menguntungkan perbankan syariah dalam penghimpunan DPK. Hal ini karena ketika suku bunga simpanan bank konvensional menurun, nilai bagi hasil bank syariah masih bertahan relatif lebih tinggi, sehingga akan menarik nasabah bank konvensional beralih ke bank syariah. Sebaliknya, peningkatan suku bunga pada bank konvensional akan menurunkan daya saing bank syariah dalam penghimpunan dana karena bank syariah tidak dapat serta merta meningkatkan nilai bagi hasilnya, sehingga beberapa nasabah mengambang tersebut mengalihkan dananya ke bank konvensional.

Fenomena tindakan arbitrase nasabah mengambang tersebut terlihat cukup jelas pada saat terjadi peningkatan BI Rate yang diikuti suku bunga deposito pada 2008 ketika pertumbuhan DPK perbankan syariah melambat, sedangkan laju pertumbuhan DPK bank umum meningkat (Grafik 2). Sementara, untuk 2013, pelambatan pertumbuhan DPK terjadi baik pada bank konvensional maupun syariah. Tapi, kenaikan suku bunga simpanan pada bank konvensional yang lebih agresif membuat pelambatan pertumbuhan DPK pada perbankan syariah menurun lebih tajam. Hal ini disinyalir karena sebagian nasabah bank syariah juga melakukan pengalihan dananya ke bank umum konvensional.

Fenomena seperti ini dapat meningkatkan risiko likuiditas perbankan syariah pada saat terjadi pengetatan moneter atau peningkatan suku bunga. Terlebih, ketika di antara bank umum konvensional juga terjadi peningkatan kompetisi dalam penghimpunan dana. Dalam situasi tersebut, terdapat peluang bank umum konvensional yang menjadi induk dari BUS maupun UUS juga mengalami masalah likuiditas, sehingga tidak dapat memberikan support atau back up likuiditas bagi BUS maupun UUS yang menjadi anak usahanya.

Kendati jumlah kelembagaan bank syariah sudah cukup banyak meliputi 11 Bank Umum Syariah (BUS) dan 23 Unit Usaha Syariah (UUS), serta 163 BPR Syariah. Namun, pertumbuhan perbankan syariah sejatinya hanya didorong beberapa bank syariah saja (Grafik 3). Dengan menggunakan data posisi aset pada akhir 2013, terlihat bahwa lima bank syariah terbesar (BSM, BMI, Permata Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah) menguasai 69,1 persen  dari total aset perbankan syariah. Sementara, untuk delapan bank syariah terbesar (ditambah CIMB Niaga Syariah, BTN Syariah, dan Mega Syariah) menguasai 80,9 persen. Perkembangan sebagian besar BUS maupun UUS kurang terakselerasi, sehingga nilai asetnya masih relatif kecil di bawah Rp 1 triliun.

Dengan porsi yang cukup dominan, kinerja lima bank syariah terbesar tersebut sangat berpengaruh terhadap akselerasi pertumbuhan perbankan syariah secara industri. Pada 2013, misalnya, peningkatan DPK lima bank syariah terbesar tersebut menyumbang 66,6 persen  dari total peningkatan DPK perbankan syariah, sementara dari sisi total aset menyumbang 69,6 persen.

Secara lebih spesifik lagi adalah peran dua bank syariah terbesar, yakni BSM dan BMI, sehingga ketika kedua bank tersebut mengalami pelambatan pertumbuhan maka dampak terhadap industri perbankan syariah secara keseluruhan akan sangat terasa. Untuk tahun 2013, pertumbuhan DPK untuk BSM dan BMI hanya mencapai 19,4 persen dan 13,6 persen. Kemudian, terus melambat pada kuartal I-2014 menjadi 14,5 persen dan 11,1 persen  (yoy), sehingga dampaknya menggeret pertumbuhan DPK secara industri menurun signifikan.

***

Stategi Pengembangan ke Depan

Kita pernah mendengar adanya wacana untuk mendorong konversi salah satu bank BUMN menjadi bank syariah agar pangsa perbankan syariah meningkat. Betul bahwa konversi    tersebut akan meningkatkan pangsa perbankan syariah, dampaknya hanya akan bersifat jangka pendek jika perbankan syariah tidak meningkatkan daya saingnya, sehingga secara alamiah mampu tumbuh lebih tinggi secara berkesinambungan. Upaya untuk mendorong peningkatan pangsa dan peran perbankan dan keuangan syariah menjadi kepedulian kita bersama karena keyakinan bahwa sistem ekonomi dan keuangan syariah jika jalankan dengan benar, tidak sekadar membungkus atau mengimitasi produk konvensional, akan membawa kemaslahatan bagi perekonomian nasional.

Terdapat beberapa strategi pengembangan yang dapat diterapkan untuk menyiasati beberapa kendala yang dialami selama ini. Pertama, mendorong penambahan modal bank syariah agar secara berkesinambungan mampu melakukan ekspansi jaringan kantor, sehingga semakin luas jangkauan layanannya.

Kedua, mendesak bank umum konvensional selaku induk BUS maupun UUS yang selama ini kurang berkembang agar lebih serius mendorong pengembangan bisnis anak usahanya. Keseriusan ini, misalnya, dapat ditunjukkan dengan meningkatkan permodalan, pemanfaatan jaringan kantor, maupun jaringan IT, dan menempatkan the best employee di bank syariah anak usahanya, sehingga mampu berinovasi dalam melahirkan produk dan layanan yang prima, sehingga dapat setara dengan kualitas layanan bank konvensional induknya.

Ketiga, mendorong inovasi produk simpanan untuk menarik nasabah yang loyal dan kurang sensitif terhadap perubahan suku bunga, sehingga mengurangi perilaku arbitrase. Untuk meningkatkan porsi nasabah loyal, salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan segmen deposan ritel/kecil yang memang tidak terlalu sensitif terhadap perubahan suku bunga simpanan. Perbankan syariah juga dapat melakukan kemitraan strategis dengan korporasi dan institusi. Pengelolaan dana haji yang akan diserahkan kepada perbankan syariah pada pertengahan 2014 merupakan salah satu terobosan untuk meningkatkan sumber penghimpunan dana.

Keempat, terus menggalakkan program sosialisasi dan edukasi mengenai perbankan dan keuangan syariah mengingat masih banyak masyarakat yang belum memahami dan memanfaatkan layanan perbankan syariah. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, tentunya dapat menjadi modal dasar untuk mendorong perkembangan perbankan syariah ke depan.

Dalam kondisi likuiditas dan persaingan penghimpunan dana yang ketat seperti saat ini, pengembangan perbankan syariah dari sisi pendanaan harus lebih menjadi fokus. Kondisi seperti ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun depan seiring dengan perekonomian yang masih cenderung melambat. Keberhasilan perbankan syariah dalam melewati masa sulit dan meningkatkan daya saingnya, khususnya dalam penghimpunan dana, akan menjadi kunci agar dapat terus tumbuh tinggi secara berkelanjutan, sehingga pangsa dan perannya dalam perekonomian nasional menjadi lebih terasa.

Oleh Nugroho Joko Prastowo

Analis Senior Sektor Keuangan

Bekerja di Bank Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement