Jumat 13 Jun 2014 12:00 WIB

Akhir Dering Telemarketing

Red:

Layanan pesan singkat (SMS) itu datang lagi. Isinya sama: menawarkan pinjaman. Dengan iming-iming syarat mudah dan prosesnya cepat, pinjaman hingga sebesar Rp 200 juta bisa dikantongi nasabah.

Tawaran pinjaman yang menggiurkan itu kini datang tak kenal waktu. Sehari, kadang datang lebih dari tiga SMS dengan isi pesan serupa. Lembaga jasa keuangan yang menawarkannya pun beragam. Ada bank asing ataupun lokal. Ada pula lembaga pembiayaan nonbank yang ikut-ikutan menawarkan kredit melalui layanan telemarketing ini. Pesan singkat ini mau tak mau dibaca nasabah kendati mereka tak membutuhkan informasi itu.

Tak hanya berbentuk SMS, penawaran produk juga datang melalui panggilan telepon. Biasanya, produk yang ditawarkan adalah asuransi dan fasilitas kartu kredit tambahan bagi nasabah yang telah mempunyai kartu kredit. Yang menjengkelkan, pada saat jam kerja, telepon penawaran itu berdering.

Untuk mengecoh nasabah, sang tenaga pemasaran telemarketing terkadang menggunakan nomor telepon seluler yang kini mudah dibeli di mana-mana. Bila telepon tak diangkat nasabah, mereka pun tak segan-segan untuk mengulangi panggilan hingga beberapa kali. Karena makin tak terkendali, telemarkerting yang tujuannya untuk memikat nasabah justru berubah menjadi sesuatu yang menjengkelkan nasabah.

Pantas bila penawaran produk jasa keuangan melalui telemarketing ini dianggap telah meresahkan masyarakat.

Teror telemarketing tak hanya dirasakan masyarakat biasa. Direktur Literasi dan Edukasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Prabowo juga merasakan hal yang sama. Dalam sehari, ia bisa menerima sampai lima SMS. Belum lagi tawaran melalui telepon yang bila dilayani dapat menyita waktu kerjanya. "Memang menjengkelkan, karena itu saya tak pernah mau meladeninya," ujar Prabowo.

Maraknya penawaran produk melalui telemarketing, Prabowo mengatakan, tak lepas dari kian mudahnya masyarakat mendapatkan nomor telepon seluler. Tenaga pemasaran bisa mengganti nomor telepon yang digunakan untuk menghubungi konsumen. Ada indikasi pula kerja mafia di antara pekerja telemarketing untuk saling menukar data nasabah.

Larangan OJK

Fenomena telemarketing yang meneror nasabah rupanya dipantau OJK. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, banyak konsumen yang mengeluh kepada OJK tentang penawaran tersebut. Konsumen merasa terganggu dengan penawaran Kredit Tanpa Agunan (KTA) dan kartu kredit melalui telepon.

Lembaga yang menaungi layanan jasa keuangan ini segera merespons keresahan masyarakat. Dengan tegas, OJK meminta semua pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) untuk menghentikan penawaran produk dan atau pelayanan jasa keuangan melalui layanan pesan pendek atau telepon tanpa persetujuan dari konsumen yang bersangkutan.

Permintaan tersebut termuat dalam surat Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad kepada pimpinan PUJK di perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank yang dikirimkan pada pertengahan Mei lalu. Dalam surat tersebut disebutkan OJK melihat masih maraknya penawaran produk atau jasa keuangan melalui SMS atau telepon yang sudah mengarah pada kondisi yang meresahkan masyarakat.

Sebelumnya, OJK sudah mengeluarkan peraturan OJK nomor 1/POJK.7/2013 tanggal 6 Agustus 2013 yang melarang penawaran produk dan atau pelayanan jasa keuangan melalui layanan pesan pendek (SMS) atau telepon tanpa persetujuan dari konsumen. Aturan tersebut mulai berlaku pada 6 Agustus 2014.

Melalui surat itu, OJK meminta semua Lembaga Jasa Keuangan (LJK) menghentikan sementara dan mengkaji ulang tata cara penawaran melalui SMS atau telepon yang bekerja sama dengan pihak ketiga. "Segala penawaran harus dilakukan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari konsumen atau calon konsumen," ujar Muliaman dalam keterangan tertulisnya.

Tak hanya itu, OJK juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Dirjen BRTI untuk segera mengatasi SMS spam yang telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Untuk memperkuat koordinasi, OJK akan menandatangani nota kesepahaman dengan Kemenkominfo dalam waktu dekat.

Jika setelah adanya surat ini, masyarakat masih merasa terganggu dengan penawaran produk dan layanan jasa keuangan melalui SMS atau telepon, dapat menghubungi layanan konsumen OJK di 500-655. OJK akan menindaklanjuti laporan masyarakat bersama otoritas yang memiliki kewenangan pemblokiran nomor telepon. OJK juga menyiapkan aturan pelaksana untuk tata cara penyampaian informasi melalui pemasaran yang bertanggung jawab.

Muliaman menyatakan, OJK bakal menampung semua keluhan konsumen. Konsumen yang tak mau menerima informasi penawaran melalui telemarketing akan dimasukkan ke dalam list don't call. Meskipun, pelaksanaan larangan ini tak mudah, OJK akan mencari cara yang paling efektif untuk mengontrol penawaran produk melalui telemarketing. OJK tidak akan gegabah menjatuhkan sanksi kepada LJK yang melanggar, melainkan cara persuasif dengan tujuan untuk melindungi konsumen.

Bisa menerima

Kalangan perbankan bisa menerima larangan OJK. Mereka bahkan siap menerapkan aturan baru tersebut. Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja menyikapi aturan itu dengan positif. Alasannya, negara-negara lain telah menerapkan pembatasan terhadap penawaran produk melalui telemarketing.

Bank OCBC NISP selama ini melakukan penawaran terbatas melalui SMS, khususnya untuk produk kartu kredit. Dia mendukung adanya permintaan izin terlebih dahulu kepada konsumen sebelum diberi penawaran. "Ini untuk kepentingan nasabah juga," ujar dia.

Bank Mandiri juga tak keberatan dengan aturan baru OJK. Bank pelat merah ini memiliki layanan telemarketing untuk sejumlah produk seperti produk kartu kredit, KPR, dan asuransi proteksi. Sejauh ini, layanan melalui SMS dan telepon ini tak pernah bermasalah karena telah terbangun hubungan bisnis dengan konsumen. "Kalau yang sudah menjadi nasabah, bisa saja menggunakan pemasaran telepon," ujar Senior Vice President Consumer Cards Group Bank Mandiri Boyke Yurista.

Sebelum menawarkan produk, Bank Mandiri meminta izin terlebih dahulu kepada konsumen. Dalam berkas formulis, ujar Boyke, nasabah sudah mengisi kesediaannya untuk ditawarkan produk pelengkap melalui telepon atau media komunikasi lainnya. Kendati demikian, ia mengatakan, pemasaran produk melalui SMS dan telepon memang perlu diatur.

Alasannya, telemarketing terkadang tidak mengenal waktu. Penawaran produk bisa datang ke telepon nasabah pada tengah malam. Menurut dia, aturan ini akan berdampak besar kepada bank-bank asing yang tidak memiliki jaringan kantor cabang luas hingga pelosok daerah sehingga hanya mengandalkan pemasaran melalui telepon dan SMS.  ed: irwan kelana

***

Berbagai Cara Melindungi Konsumen

 

"Bila selama ini perusahaan lebih berorientasi pada profit, ke depan mereka perlu memperlebar orientasinya pada perlindungan konsumen." Pesan lugas itu disampaikan Direktur Literasi dan Edukasi OJK Prabowo beberapa hari lalu. Bukan tanpa maksud, ia menyampaikan hal itu.

Prabowo ingin mengatakan bahwa Lembaga Jasa Keuangan (LJK) juga mempunyai kewajiban melindungi konsumennya, selain mencari keuntungan. Karena itu, perlu dibuat pula sebuah tata perilaku bagi LJK yang mengatur perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen ini sejalan dengan perkembangan di negara-negara maju.

Tren perlindungan konsumen di dalam negeri, dinilai Prabowo, masih rendah. Melihat kondisi itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat peran perlindungan bagi konsumen. Ada beberapa upaya yang sedang dipersiapkan OJK. Salah satunya dengan mengembangkan intelijen pasar (market intelligence). "Market intelligence untuk menemukan fakta-fakta di lapangan terhadap pelanggaran perlindungan konsumen oleh LJK," kata Prabowo.

Temuan lapangan itu akan diteruskan ke satuan-satuan kerja di OJK sebagai bahan analisis. Peran intelijen pasar sudah diterapkan OJK dan akan terus dikembangkan. Bahkan, petugas OJK terkadang perlu menyamar sebagai nasabah untuk mengumpulkan fakta-fakta. Intelijen pasar ini, ujar Prabowo, lebih pada upaya preventif.

OJK juga akan mengembangkan lembaga alternatif penyelesaian sengketa (LAPS) pada 2015. LAPS memiliki fungsi untuk menyelesaikan  sengketa yang terjadi antara lembaga jasa keuangan (LJK) dan konsumen. LJK akan menjadi mediator untuk mencari solusi terbaik yang menguntungkan kedua belah pihak. "Semangatnya mencari win-win solution," kata Prabowo.

Lembaga alternatif seperti itu sudah diterapkan di negara-negara maju. Tujuan utama LAPS untuk melindungi konsumen LJK. Prabowo mengatakan, LAPS akan diisi oleh figur yang independen dan kredibel yang disusun oleh asosiasi LJK.

Meski disusun oleh asosiasi, Prabowo menjamin para personel LAPS tetap akan objektif dalam bekerja karena berada di bawah pengawasan OJK.  Lembaga ini juga akan  bekerja independen.

Dengan dibentuknya LAPS, perselisihan yang terjadi antara LJK dan konsumen diharapkan tak harus diselesaikan melalui lembaga pengadilan. Prabowo mengatakan, penyelesaian melalui jalur pengadilan biasanya memakan waktu lebih lama, lebih mahal, dan bisa merusak reputasi LJK. LAPS diharapkan menjadi solusi alternatif yang efektif baik konsumen maupun LJK.

Sesuai amanah Undang-Undang, OJK mempunyai peran layanan konsumen keuangan. OJK menjalankan fungsi permintaan informasi, penyampaian informasi, dan pengaduan. Ketiganya berada di bawah bidang edukasi dan perlindungan konsumen (EPK) OJK.

Sampai 26 Mei 2014, OJK menerima sebanyak 1.903 pengaduan konsumen. Prabowo mengatakan, mayoritas laporan terkait keluhan di sektor perbankan.rep:budi raharjo ed: irwan kelana

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement