Jumat 12 Feb 2016 21:33 WIB

Salam Perpisahan dari Harley

Red: operator

Harley Davidson mengikuti langkah perusahaan otomotif  Ford untuk menghentikan keagennya  di Indonesia. Langkah ini dilakukan lantaran lesunya penjualan karena disebabkan naiknya pajak kendaraan motor gede (moge) hingga 300 persen. Kenaikan tersebut belum termasuk Bea Balik Nama (BBN) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

Menurut keterangan PT Mabua Harley Davidson dan PT Mabua Motor Indonesia (MMI) selaku agen tunggal pemegang merek (ATPM) Harley Davidson di Indonesia, iklim usaha pada sektor otomotif, khususnya motor besar mengalami berbagai kendala. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak 2013 sampai saat ini telah melahirkan kebijakan pemerintah mengenai tarif bea masuk serta pajak yang terkait importasi dan penjualan moge.  

Kebijakan itu  telah melambungkan harga  Harley yang berakibat pada lesunya  pasar kendaraan ini. Karena itu pula MMI secara resmi mengumumkan tidak lagi memperpanjang keagenan motor Harley Davidson di Indonesia sejak 31 Desember 2015.

"Dari hati yang paling dalam, kami ucapkan banyak terima kasih kepada para pencinta Harley, pelanggan, pemegang saham, karyawan, dan semua pihak yang telah membantu menyukseskan Mabua selama beroperasi di Indonseia sejak 1997," ujar Presiden Direktur MMI Djonie Rahmmat di Jakarta, Rabu (10/2).

Djonie menjelaskan, alasan MMI tidak lagi memperpanjang keagenan Harley di Tanah Air  karena alasan bisnis yang sudah tidak bisa diteruskan lagi. Akibat adanya kenaikan harga yang drastis, kelesuan pasar moge mencapai 40 persen dan adanya penurunan minat beli masyarakat sejak 2013.

Bahkan, kata Djonie, sejak awal 2015, MMI telah melakukan pemberhentian hubungan kerja (PHK). Sampai awal 2016, mereka sudah merumahkan sekitar 100 karyawan, sebagian karyawan juga ada yang dipindahkan ke unit bisnis lain dari Mugi Rekso Abadi (MRA) Group yang menjadi induk dan pemegang saham terbesar dari MMI. Proses PHK akan dilakukan sampai 30 Juni mendatang. 

Dia mengungkapkan, terlalu banyak kenangan dan pengalaman menarik yang tak terlupakan mulai cerita positif hingga negatif tentang Harley di Indonesia. Ia mengisahkan, sebelum didirikan Mabua banyak pertanyaan muncul tentang kehadiran Harley Davidson di Indonesia pada awal 1990-an.

"Dulu itu banyak yang menanyakan motor Harley itu ada suratnya tidak? Belinya di mana? Oleh karena itu, Mabua hadir untuk menjawab itu. Termasuk, memberi kenyamanan dan kelengkapan surat-surat," tuturnya.

Selain itu,  Mabua juga sering didatangi konsumen yang tidak bisa mengendarai moge, tapi ingin memiliki Harley. Sehingga, pihaknya melakukan pembinaan dan pelatihan. "Mereka yang belum pernah naik moge dari yang tertatih-tatih sampai akhirnya menjadi ahli. Kami selalu utamakan safety riding," jelasnya.

CEO MRA Group Soetikno Soedarjo mengaku cukup berat bagi Mabua untuk melepas Harley Davidson. Namun, perhitungan bisnislah yang menentukan langkah tersebut. 

"Saya dengan Pak Djonnie bekerja sangat keras untuk memikirkan Harley ke depannya. Tapi, sebagai pengusaha, kami harus punya perhitungan, dan kami memang harus lakukan ini."

Saat ini, MMI masih memiliki sisa stok sebanyak 100 unit Harley. Sales and Marketing Director MMI Irvino Edwardly mengungkapkan, pihaknya sedang dalam proses menghabiskan sisa stok yang masih ada di dealer Mabua. Sebanyak 50 unit merupakan Harley Davidson Street 500, sisanya tipe Ultra Limited, Street Glide Special, serta beberapa Softail dan Sportster. Sisa motor tersebut akan dijual dengan harga special, yakni harga modal dari Harley Davidson.

Sampai 30 juni mendatang, tambah Irvino, Mabua masih terus menyediakan layanan purnajual, garansi, penjualan suku cadang, penyewaan sepeda motor, hingga cuci gudang aksesori Harley  di outlet Mabua. rep: Dian Fath Risalah ed: Khoirul Azwar 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement