Kamis 29 Sep 2016 14:00 WIB

Bank Sistemis dan Strategis

Red:

Undang-Undang No 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) menjadi landasan hukum yang kuat dan jelas, dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. UU ini mengubah secara signifikan mekanisme penyelamatan bank bermasalah dari sebelumnya bail-out dana pemerintah beralih dengan bail-in, atau menggunakan sumber daya dan pendekatan bisnis bank tanpa menggunakan anggaran negara.

Penerapan rezim resolusi pada UU PPKSK ini ingin mengakhiri penerapan "too big too fail" pada penyelamatan bank, yang banyak membebankan para pembayar pajak dan meningkatkan potensi moral hazard pengurus bank. UU PPKSK mengatur tiga hal penting.

Pertama, mengenai koordinasi pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan. Kedua, penanganan krisis sistem keuangan. Ketiga, penanganan permasalahan bank sistemis. Secara umum bank sistemis adalah bank yang karena ukuran aset, keterkaitan dengan lembaga keuangan lain, serta kompleksitas bisnisnya dapat mengakibatkan terganggunya seluruh atau sebagian sistem keuangan dan perbankan.

Bagi sebagian masyarakat, penyebutan bank sistemis cenderung menimbulkan persepsi negatif karena dikhawatirkan berdampak besar bila terjadi permasalahan. Namun, hal ini harus diluruskan.

Bank sistemis sebenarnya memiliki arti sebagai bank yang positif dan strategis, karena memberi manfaat sangat besar terhadap ekonomi dan kesejahteraan rakyat bila dapat menjalankan bisnis secara sehat dan terawasi dengan baik. Maka itu, kunci penting kemanfaatan bank sistemis terhadap kesejahteraan rakyat akan bergantung pada keandalan pengelolaan manajemen bank dan pengawasan otoritas.

Penetapan bank sistemis di suatu negara berlandaskan pada pedoman internasional Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), yang dilatarbelakangi imbas krisis keuangan 2008 ketika peran bank-bank sistemis cukup siginifikan dalam memicu dan memperburuk krisis ekonomi global. BCBS pun menerbitkan standar penetapan bank sistemis global ataupun domestik, dengan menggunakan kerangka makroprudensial dan mikroprudensial.

UU PPKSK mengamanatkan OJK sebagai otoritas pengawas perbankan untuk menetapkan bank sistemis, melalui koordinasi dengan Bank Indonesia yang kemudian dilaporkan ke Komite Stabilitas Sistem Keuangan.

Dalam menetapkan bank sistemis, OJK mengeluarkan regulasi dan metodologi, yang berpedoman pada standar BCBS yang dituangkan dalam Peraturan OJK No 46/POJK.03/2015. Disebutkan bahwa penetapan bank sistemis dilakukan berdasarkan pada (i) ukuran aset bank, (ii) keterkaitan dengan sistem keuangan, dan (iii) kompleksitas kegiatan usaha.

Ketiga indikator ini diberi bobot sama dan selanjutnya diuraikan menjadi beberapa subindikator. Penentuan jumlah bank sistemis akan bergantung pada threeshold yang ditetapkan berdasarkan pada z-score atau tingkat keyakinan yang sepenuhnya wewenang OJK.

Beberapa isu menarik, pertama, publikasi bank sistemis kepada masyarakat. BCBS tidak spesifik memberi keharusan publikasi, tetapi diserahkan kepada kebijakan dan kondisi masing-masing negara sehingga terdapat perbedaan praktiknya. Namun, yang penting bagi publik adalah keyakinan bahwa otoritas telah memiliki regulasi metodologi andal dan objektif, serta telah memublikasikan metodologi assessment bank sistemis kepada masyarakat, khususnya industri keuangan.

Kedua, apakah bank sistemis masuk bank yang mengkhawatirkan dalam risiko investasi, termasuk bagi deposan. Pandangan ini terkait nama sistemis yang dari awal memang perlu diluruskan.

Bank sistemis harus dibaca sebagai bank strategis, yang justru memiliki manajemen kuat dan manfaat besar bagi masyarakat, dalam menyediakan jasa perbankan dan mendukung kelancaran bisnis atau transaksi ekonomi masyarakat.

Ketiga, apakah bank sistemis akan selamanya sistemis. Kondisi ini akan bergantung pada hukum bisnis, yaitu pada kondisi pengelolaan kegiatan bisnis dan kompetitor bank di lingkungannya. Dapat saja suatu bank sistemis menjadi lamban pengembangan bisnisnya, dan bergeser menjadi tidak sistemis karena perlambatan aset dan kinerjanya.

Keempat metode assessment penentuan bank menjadi bank sistemis sangat bergantung pada tingkatan keyakinan atau z-score saat assessment. Apabila otoritas menggunakan standar tingkat keyakinan skor sistemis yang longgar, daftar bank sistemis menjadi panjang.

Kalau menggunakan standar tingkat keyakinan yang lebih tinggi, daftar bank menjadi pendek. Hal penting dalam penentuan skor ini adalah metodologi assessment yang baku, konsisten, dan transparan.

Kelima, apakah bank syariah atau bahkan BPR memiliki dampak sistemis? Bank syariah dan BPR sebagaimana lazimnya lembaga bisnis keuangan, tentu berpotensi menjadi sistemis sepanjang memenuhi syarat ukuran, interkoneksi, dan kompleksitas dalam sistem keuangan.

Namun, dalam konteks industri perbankan nasional saat ini, keduanya masih relatif kecil sehingga belum dapat digolongkan sistemis. Kendati ke depan, bisa saja dikaitkan dengan subsistem syariah atau subsistem komunitas, yang berpotensi mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan.

Keenam, bagaimana kehadiran kantor cabang asing yang tergolong global sistemis (G-SIB) di Indonesia, seperti Bank Of America, The Royal Bank of Scotland, Citibank, HSBC, Bank of China, Deutsche Bank, JP Morgan Chase Bank, The Bank of Tokyo Mitsubishi, dan Standard Chartered Bank dapat menjadi sistemis bagi perbankan dan keuangan nasional.

Hal ini terkait ukuran bisnis, keterkaitan, dan kompleksitas keuangan bank yang beroperasi di Indonesia. Pada dasarnya, bank G-SIB sudah punya rencana aksi pemulihan dan rencana resolusi yang kuat dan andal sehingga dengan cepat, dapat dilakukan upaya pemulihan atau resolusi oleh kantor pusatnya atau lembaga terkait.

Dalam praktiknya, intensitas dan kedalaman koordinasi dan pembahasan pengawasan lintas batas negara antarotoritas pengawasan, menjadi faktor penting dalam pencegahan dan penanganan G-SIB bermasalah secara baik, terkendali, dan meminimalkan gejolak.

Bank sistemis adalah bank yang strategis sehingga seharusnya masyarakat memahami dengan tenang bahwa bank sistemis atau strategis punya manfaat besar bagi ekonomi. Selain itu, telah dinilai serta diawasi dengan komprehensif oleh OJK. 

Dhani Gunawan Idat

Advisor di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement