Selasa 30 Aug 2016 18:00 WIB

Kerja Keras Pengampunan Pajak

Red:

Sekali lagi tentang pengampunan pajak. Program pengampunan pajak telah berjalan satu bulan. Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, Menkeu Sri Mulyani, Menteri BUMN Rini Soewandi, dan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi sudah menyosialisasikan program ini ke beberapa daerah. Menkeu dan Menteri BUMN bahkan menyosialisasikannya ke Singapura dan Hong Kong.

Lalu, bagaimana hasilnya? Harus diakui, kurang menggembirakan pada bulan pertama ini. Pemerintah merencanakan pengampunan pajak selama sembilan bulan, terhitung Juli kemarin. Pemerintah menargetkan bisa meraup Rp 165 triliun dari uang tebusan pengampunan pajak. Hitung-hitungan sederhana, Ditjen Pajak wajib mengumpulkan uang tebusan sekitar 18 triliun per bulan untuk mencapai target tersebut.

Pada bulan pertama pengampunan pajak ini berjalan, pemerintah baru meraup 2,4 triliun uang tebusan. Ada defisit yang sangat besar, yakni mencapai Rp 14 triliun bila ingin mengejar target.

Dari tebusan itu, statistik pengampunan pajak tidak memerinci uang tebusan yang berasal dari luar negeri. Namun, dalam statistik deklarasi harta sudah terlihat. Deklarasi harta pada objek pajak di dalam negeri masih lebih besar (Rp 92,3 triliun) ketimbang yang di luar negeri (Rp 15,4 triliun) dan repatriasi Rp 9,3 triliun.

Pada pekan lalu, Menkeu Sri Mulyani dan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi juga sudah menyuarakan kekhawatirannya soal target uang tebusan yang masuk. Keduanya sepakat pengampunan pajak belum efektif berjalan. Baik itu soal sosialisasi maupun tata caranya.

Pada waktu yang bersamaan, di masyarakat muncul tiga gerakan perlawanan pengampunan pajak. Pertama adalah gugatan UU Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi. Kedua adalah gerakan tanda tangan petisi tolak pengampunan pajak di laman change.org. Dan, ketiga adalah rencana Pengurus Pusat Muhammadiyah mengajukan juga uji materi UU Pengampunan Pajak.

Kita tahu sejatinya pengampunan pajak memiliki tujuan yang baik, yakni menambah pendapatan pajak negara. Dengan pajak yang bertambah, pemerintah bisa membangun lebih luas lagi tanpa perlu berutang ke luar negeri atau lewat surat utang.

Namun, ada masalah yang mendasar dalam perpajakan nasional. Jumlah wajib pajak di Indonesia, baik badan maupun perorangan, masih sangat sedikit. Hanya 11 persen dari seharusnya 13 persen. Inilah yang menurut Menkeu Sri Mulyani tidak bisa diterima, dan harus diperbanyak.

Kemudian, sebagian warga negara Indonesia justru menyimpan hartanya di luar negeri, tanpa terlacak pajak. Padahal, uang tersebut bisa digunakan untuk membayar pajak dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Perihal WNI yang menempatkan hartanya di luar Indonesia ini begitu penting, sampai harus disebut dalam dua paragraf pembuka di bagian penjelasan UU Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak.

"Banyak Harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dalam bentuk likuid maupun nonlikuid, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional."

"Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut belum dilaporkan oleh pemilik Harta."

Sementara paragraf soal perlunya perluasan wajib pajak dan aktivitas pajak yang belum dilaporkan di dalam negeri, mendapat porsi satu paragraf saja.

Ini menunjukkan dengan terang kepada kita bahwa program pengampunan pajak ini fokus utamanya adalah para WNI, yang menyimpan harta di luar negeri dan belum membayar pajak atas hartanya itu. Sedangkan ekstensifikasi wajib pajak di dalam negeri, menjadi target sampingan pengampunan pajak.

Kerja keras, komunikasi, sosialisasi, dan fokus pada tujuan utama pengampunan pajak, menjadi sangat penting bagi pemerintah saat ini. Keresahan yang menerpa masyarakat dalam dua pekan terakhir, soal sosialisasi pengampunan pajak ke sektor UMKM, artis, dan pengusaha lokal, bisa diredakan. Kita mendukung Ditjen Pajak yang pada Senin menerbitkan aturan baru soal penjelasan objek pajak, untuk mengatasi keresahan masyarakat yang sudah terjadi.

Kita berharap pemerintah mempunyai skenario lain bilamana target pengampunan pajak ini gagal. Menkeu Sri Mulyani sudah mengindikasikan skenario tersebut. Namun, kita juga tidak boleh lupa, saat ini baru bulan pertama berjalannya program pengampunan pajak. Masih ada delapan bulan lagi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement