Kamis 11 Aug 2016 13:00 WIB

Makna Hakteknas

Red:

Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang diperingati setiap 10 Agustus kali ini bertema Inovasi untuk Kemandirian dan Daya Saing Bangsa. Peringatan Hakteknas ke-21 dipusatkan di Kota Solo dan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.

Penyelenggaraan Hakteknas berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun 1995. Tujuan peringatan untuk menghargai seluruh komponen bangsa dalam memanfaatkan, menguasai, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta memberi dorongan untuk terus-menerus membangkitkan daya inovasi dan kreasi guna kesejahteraan dan peradaban unggul bangsa Indonesia.

Latar belakang penentuan tanggal Hakteknas adalah peristiwa terbang perdana pesawat N-250 buatan PT Dirgantara Indonesia pada 1995. Pesawat hasil rancang bangun putra-putri bangsa Indonesia itu telah menjadi ikon kebangkitan teknologi nasional.

Setelah 21 tahun berlalu, kita patut mawas diri apakah makna hakiki kebangkitan teknologi masih relevan. Kebangkitan Iptek merupakan kunci kebangkitan bangsa. Kebangkitan nasional menjadi visi para Presiden RI dari waktu ke waktu. Setiap presiden memiliki kiat dan mazhab tersendiri untuk muwujudkan kondisi kebangkitan nasional. Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla memiliki kiat tersendiri untuk menuju kebangkitan nasional. Karena latar belakang kedua tokoh bangsa ini adalah saudagar atau pedagang, tentunya visi kebangkitan nasional  tersebut diwarnai strategi ala saudagar.

Peringatan Hakteknas ke-21 tahun 2016 hendaknya bisa menyadarkan seluruh elemen bangsa tentang makna kebangkitan nasional yang esensial. Dibutuhkan strategi pemerintahan yang mampu menggerakkan segenap potensi bangsa untuk bangkit dan tinggal landas dalam berbagai sektor kehidupan. 

Visi kebangkitan nasional ala saudagar tersirat dalam langkah dan kebijakan pemerintahan Jokowi yang tertuang dalam 12 paket kebijakan ekonomi. Setumpuk paket itu esensinya adalah memperlancar kegiatan para pengusaha yang notabene adalah saudagar berbagai kelas. Sederet paket tersebut juga diharapkan bisa membangkitkan saudagar lokal berlabel UMKM dan mencetak saudagar muda intelektual yang berjiwa kreatif dan inovatif.

Visi kebangkitan nasional ala saudagar sesuai dengan teori pakar ekonomi David Mike Dallen yang menyatakan bahwa suatu negara akan bangkit dan terwujud kemakmuran bila jumlah pengusaha sedikitnya dua persen dari jumlah penduduknya.

Visi kebangkitan nasional ala saudagar juga terartikulasi dalam pembangunan berbagai infrastruktur yang penting bagi kegiatan ekonomi. Sayangnya, pembangunan infrastruktur tersebut kurang terkonsep dengan baik dan terlihat tergesa-gesa tanpa disertai strategi transformasi teknologi dan persiapan SDM berkompeten yang matang.

Akibatnya, beberapa proyek infrastruktur yang dibangun kurang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi industri lokal dan perluasan kesempatan kerja. Bahkan, pembiayaan infrastruktur yang bertumpu kepada utang itu terlihat tidak disertai dengan aspek pengawasan kualitas bangunan dan kinerja struktur yang baik. Pembangunan berbagai proyek infrastruktur kurang melibatkan aspek audit teknologi yang bertujuan untuk mengedepankan kepentingan komponen lokal dan melibatkan seluas-luasnya tenaga kerja lokal serta menekan sedikit mungkin tenaga kerja asing (TKA).

Esensi kebangkitan nasional membutuhkan milestones bangsa dan strategi transformasi. Ada baiknya membandingkan visi kebangkitan nasional ala saudagar dengan visi ala teknolog. Visi kebangkitan nasional ala teknolog terwakili dalam strategi transformasi BJ Habibie yang terartikulasikan kedalam tajuk tinggal landas dan alih teknologi. Yakni, lewat pembangunan industri maju dan pencetakan SDM teknologi yang sangat progresif. Dengan jalan pengiriman lulusan SMA terbaik dari seluruh pelosok negeri untuk kuliah di pusat peradaban dunia dan pusat iptek di negara maju.

Ada benang merah visi kebangkitan nasional antara Bung Karno, BJ Habibie, dan Jokowi. Visi ketiganya bertemali dalam karakter ascensionisme bangsa, yakni sifat dan kecenderungan akan hal-hal yang besar, unggul, dan megah. Visi Bung Karno ditangkap dan disesuaikan dengan kemajuan zaman oleh BJ Habibie.

Salah satu contoh visi dan konsep Bung Karno yang fenomenal dan berjiwa ascensionisme terlihat dalam pembangunan Ibu Kota negara dengan berbagai monumen, Masjid Istiqlal, Gelora Bung Karno (GBK), dan lainnya. Hal itu merupakan usaha megaestetik Bung Karno dalam memberikan baju budaya untuk membangun national character building.

Pada sisi BJ Habibie, kecenderungan ascensionisme ini terartikulasikan dalam sebuah visi penguasaan hi-tech atau teknologi tinggi. Langkahnya untuk mendirikan wahana industrialisasi berbasis hi-tech dan pusat iptek degan strategi yang sangat progresif, yakni berawal dari akhir dalam alih teknologi searah dengan visi Bung Karno. Puncak dari artikulasi visi Presiden RI ketiga dimanifestasikan ke dalam Hakteknas sebagai tonggak kebangkitan nasional.  

Kini, makna kebangkitan teknologi nasional perlu dikonkretkan. Peran teknolog dalam pembangunan infrastruktur yang masih minim sebaiknya ditingkatkan secara signifikan karena kurang sinkronnya sumber daya teknologi nasional dengan berbagai proyek infrastruktur.

Ada baiknya menyimak premis Paul Krugman, pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi, yang menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur hendaknya dibarengi dengan job creation atau perluasan lapangan kerja untuk berbagai tingkatan, baik tingkat pekerja dengan kualifikasi insinyur maupun teknisi. Mestinya, pemerintah jangan tunduk begitu saja dengan kemauan pihak pemberi utang yang seenaknya sendiri menentukan spesifikasi teknologi dan teknolog yang terlibat dalam proyek infrastruktur. Pengadaan infrastruktur dengan skema pembiayaan apa pun harus mengedepankan komponen lokal dan melibatkan seluas mungkin tenaga kerja lokal.

Sejarah keberhasilan bangsa Indonesia mengembangkan industri pesawat terbang, khususnya keberhasilan PT DI dalam merancang bangun pesawat N-250, adalah fenomenal jika ditinjau dari konteks transformasi teknologi. Oleh sebab itu, peringatan Hakteknas yang ke-21 tahun ini sebaiknya juga dijadikan momentum untuk merevitalisasi kembali kapabilitas dan infrastruktur yang telah dimiliki oleh PT DI.

Hingga saat ini, tingkat utilisasi PT DI masih belum dioptimalkan. Saatnya pemerintah mengembangkan portofolio usaha PT DI yang terdiri atas beberapa unit bisnis dalam kelompok Aircraft (Airplane&Helicopter), Aircraft Services (Maintenance, Overhaul, Repair and Alteration), Aerostructure (Parts & Components, Sub Assemblies, Assemblies Tools & Equipment), Engineering Services (Communication Technology, Simulator Technology, Information Technology Solution, Design Center). Kapasitas fabrikasi PT DI harus segera didayagunakan sebelum dimakan usia.

Bimo Joga Sasongko

Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement