Senin 27 Jun 2016 14:00 WIB

Tembak Pengedar Narkoba

Red:

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperlihatkan kegeramannya. Pada perayaan Hari Antinarkoba Internasional yang digelar di Tamansari, Jakarta, Ahad (26/6), presiden ketujuh RI itu menyampaikan pernyataan tegas untuk menghadapi para pengedar narkoba.

Presiden menegaskan kepada seluruh kapolda, jajaran polda, polres, dan polsek agar menangkap mengejar, menghajar, dan menghantam pengedar narkoba. Bahkan, kalau undang-undang membolehkan, Jokwi meminta agar mereka ditembak.

Ini bukan pertama kali Jokowi menyatakan sikap keras melawan narkoba. Sebelumnya, dalam rapat terbatas khusus penanganan masalah narkoba di Kantor Presiden di Jakarta, Rabu (25/2), ia juga memerintahkan seluruh aparat keamanan, termasuk kementerian dan lembaga, untuk lebih meningkatkan perang terhadap narkoba. Pada kesempatan itu  Presiden mengatakan ingin langkah-langkah pemberantasan narkoba lebih gencar, lebih berani, dan lebih gila lagi.

Kegeraman Jokowi memang beralasan. Sebab, Indonesia kerap menjadi pasar yang empuk bagi para pengedar narkoba. Bahkan, telah menjadi sasaran bagi jaringan pengedar internasional.

Jumlahnya pun telah menyentuh angka yang mencengangkan. Berdasarkan catatan 2015, angka prevalensi penggunaan narkoba mencapai 5,1 juta orang. Sementara itu, angka kematian akibat narkoba 40-50 orang per hari. Kebanyakan korbannya adalah generasi muda. Generasi ini menjadi pasar karena dinilai masih mudah dipengaruhi untuk mencoba hal baru.

Angka tersebut tidak sebatas di atas kertas, bahkan korban dari narkoba jauh lebih besar karena dampaknya tak hanya terasa oleh sang pengguna, tapi juga dapat merusak masa depan sebuah bangsa. Bagaimana tidak, generasi muda merupakan orang-orang yang akan menjadi pemimpin bangsa pada masa depan.

Tak hanya itu, seperti minuman keras, narkoba juga kerap jadi pemicu terjadinya tindak kriminal dan kekerasan. Barang haram ini membuat kontrol dan akal sehat menjadi lemah, bahkan hilang, sehingga perbuatan penggunanya menjadi ngawur dan lepas kendali. Bahkan, dia bisa bertindak nekat dan di luar batas kemanusiaan.

Pemerintah, khususnya Jokowi selaku kepala negara, memang telah sering menyampaikan "genderang perang" melawan narkoba. Namun, fakta bahwa peredaran barang haram itu masih tinggi menimbulkan tanda tanya. Bahwa jangan-jangan pernyataan perang melawan narkoba hanya sebatas ucapan di bibir saja? Bahwa jangan-jangan para pemain besar yang memegang kunci peredaran narkoba di Tanah Air memiliki kemampuan untuk dapat berkeliaran di Indonesia?

Sebagai negara demokrasi yang berlandaskan undang-undang, pemerintah memang menjadi pihak yang bertanggung jawab atas masih maraknya peredaran narkoba di Indonesia. Namun, sebagaimana negara-negara maju, perkembangan sebuah bangsa juga ada di tangan masyarakatnya. Bahkan, semakin demokratis sebuah negara, maka peran pemerintah seyogianya akan semakin berkurang.

Terkait dengan masalah narkoba, bisa dikatakan bahwa kekuatan untuk memerangi barang haram itu bukan semata ada di tangan pemerintah. Tanggung jawab yang paling besar justru ada di pundak masyarakatnya untuk menjaga diri agar tidak tercemar oleh pengaruh merusak narkoba.

Banyak pakar yang menyatakan, peran keluarga dan agama menjadi dua hal yang paling ampuh untuk menangkal peredaran narkoba. Kita harus menjaga diri kita sendiri dan orang-orang terdekat di sekeliling kita agar jangan sampai terjebak oleh rayuan para pengedar narkoba. Sebagaimana hukum pasar berkata, ada suplai karena ada permintaan.

Jika permintaan itu bisa dihilangkan, peredaran narkoba akan bisa diatasi. Mengenai isu yang terkait dengan para pengedar, maka sesuai undang-undang, kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Kita percayakan agar pemerintah akan berupaya sekuat tenaga untuk memerangi para pengedar tersebut. Mari kita dukung dan dorong pemerintah untuk berani dan bisa menjawab janji-janji yang mereka sampaikan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement