Senin 30 May 2016 14:00 WIB

Bukan Negara Gaptek

Red:

Meski bukan negara maju, seperti Jepang atau Amerika Serikat (AS), dalam urusan teknologi, Indonesia memiliki keunikannya tersendiri. Butuh bertahun-tahun untuk menerapkan teknologi 3G, pengaplikasian 4G ternyata bisa terjadi lebih cepat.

Hal ini tak lepas dari tingginya kemampuan masyarakat Indonesia dalam mengadaptasi teknologi. Dalam urusan media sosial, Indonesia yang mulai mengenal Facebook pada 2004-2005 kini telah menjadi negara ketiga pengguna Facebook terbanyak di dunia.

Meski masih berada di belakang AS dan India dalam urusan jumlah, Indonesia memiliki jumlah penetrasi pengguna Facebook via perangkat mobile tertinggi di dunia, yakni mencapai 88,1 persen pada 2014. Angka ini pun naik menjadi 92,4 persen pada 2015.

Rata-rata, netizen Indonesia juga tidak menggunakan satu media sosial, tapi beberapa. Pada Januari 2016, jumlah pengguna media sosial telah mencapai 79 juta.

Memasuki era 4G yang telah dimulai pada akhir tahun lalu, Indonesia memasuki babak baru di dunia maya. Penggunaan internet tak lagi sebatas untuk eksis, tapi juga untuk berbisnis, menikmati hiburan, hingga menemukan tukang yang bisa membantu menambal ban bocor ketika kita di jalan.

 

Joko Widodo yang terpilih menjadi presiden RI pada 2014 lalu pun menyadari besarnya peran digital dalam kehidupan saat ini. Ia mendorong benar pertumbuhan e-commerce, mengapresiasi berbagai aplikasi yang dapat membantu masyarakat, seperti Gojek atau M-Fish dari operator XL Axiata yang ditujukan untuk membantu nelayan. Di bawah pemerintahannya, penggunaan big data pun mulai digalakkan.

 

Saat ini, sekitar 90 persen data yang tercipta lahir hanya dalam waktu dua tahun. Sebagian produsen memang memanfaatkan data untuk menentukan strategi pemasaran. Tapi, data sebenarnya memiliki manfaat yang jauh lebih besar dari itu. Di tataran pemerintahan, data bisa sangat membantu pemerintah dalam membuat kebijakan.

Sebagai contoh, Inggris dan Kanada memiliki aplikasi jaringan sosial bernama FixMyStreet yang memungkinkan masyarakat melaporkan berbagai masalah terkait fasilitas jalanan kepada pemerintah. Dengan menggunakan social network analytic, partisipasi publik dapat meningkat dan solusi yang dilakukan lebih tepat sasaran.

Tak sampai di situ, proses yang dibutuhkan juga menjadi lebih cepat dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan secara acak mengirimkan petugas untuk mengawasi kondisi jalanan kota.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Dalam hitungan menit, masyarakat menghasilkan data berharga yang menyoroti interaksi antara satu teknologi dengan lainnya. Dengan begitu, besar kemungkinan dilakukan riset sosial yang mendalam, berskala besar, dan berdampak tinggi. Tentunya, hal itu harus didukung oleh keterampilan, dukungan, dan keahlian untuk membedah data.

Sama seperti negara-negara lainnya di dunia, masa depan Indonesia juga akan ikut dibentuk oleh big data dan aplikasinya pada berbagai macam aspek kehidupan masyarakat. Indonesia pun sudah mulai memanfaatkan big data untuk menghadirkan kebijakan publik yang memiliki landasan lebih jelas.

Di tataran pemerintah daerah, ada berbagai daerah yang mulai serius menghadirkan konsep smart city. Konsep tentang kota cerdas yang memang sedang kekinian tersebut tentu tak akan tercipta tanpa layanan internet dan analisis big data yang mumpuni.

Salah satu yang mulai dikenal luas adalah aplikasi Qlue yang digagas Pemerintah Daerah Jakarta. Layanan ini pun terus berkembang, dari yang awalnya membahas macet, banjir, atau jalanan rusak, Qlue kini ikut menjadi wadah masyarakat Ibu Kota yang membutuhkan tempat menyalurkan aspirasinya terkait layanan dari pihak swasta.

Pemanfaatan teknologi untuk menghadirkan kota yang serbaterkoneksi juga dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Saat ini, hampir segala keperluan bisa dilakukan masyarakat Surabaya bisa dilakukan dengan sistem daring, mulai dari menentukan anggaran pemerintahan, ujian nasional, berobat ke dokter, hingga mengurus IMB. Teknologi yang memanfaatkan konektivitas juga rencananya akan dihadirkan Risma untuk membantu masyarakat yang akan mengurus pernikahan dengan menghadirkan aplikasi e-nikah.

 

Bukan hanya monopoli kota-kota besar, pemanfaatan big data juga sudah mulai dilakukan di Kabupaten Bojonegoro. Kota ini bahkan menjadi national pilot project pemanfaatan big data untuk pembuatan berbagai kebijakan publik.

Saat ini, pemanfaatan big data juga telah menjadi salah satu agenda utama pemerintah. Dalam tahap memanfaatkan big data untuk kebijakan publik, Indonesia juga tak ketinggalan jauh dari masyarakat AS.

Kini, pemerintah dan berbagai pihak terkait di juga masih dalam tahap awal upaya pemanfaatan big data. Beberapa waktu lalu, pemanfaatan big data di AS masih didominasi untuk pemasaran atau keperluan konvensional lainnya.

Perlahan, evolusi mulai terjadi di upaya pemberantasan kejahatan. Beberapa kantor polisi di negara-negara bagian AS mulai memanfaatkan big data untuk menganalisis sekaligus mencegah kejahatan. Caranya, dengan mendata pelanggaran, menaruh perhatian pada perilaku berbahaya masyarakatnya, kemudian memprediksi terjadinya tindak kriminal.

Dengan besarnya penetrasi smartphone di Indonesia, sebenarnya bukan tak mungkin Indonesia lebih maju dari negara-negara lain dalam pemanfaatan big data. Apalagi, semua operator benar-benar berlomba untuk menghadirkan 4G di seluruh wilayah Tanah Air.

Dengan karakter masyarakat Indonesia yang sudah makin melek teknologi, ada banyak keuntungan dan tantangan yang dihadapi. Keuntungannya adalah akan ada banyak peraturan atau kebijakan publik yang dibuat berdasarkan kebutuhan di lapangan.

Syaratnya, para pihak terkait juga tidak keberatan memanfaatkan data secara terbuka untuk kepentingan publik. Sementara tantangannya, masih seputar sekuritas data dan proses sharing data yang kemungkinan besar masih memerlukan uluran tangan dari swasta atau pihak internasional.  

Setyanavidita Livikacansera

Wartawan Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement