Selasa 15 Mar 2016 14:00 WIB

Bupati Nyabu dan Darurat Narkoba

Red:

Negara ini betul-betul di tengah situasi darurat penyalahgunaan narkoba. Kasus tertangkap tangannya Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi Mawardi (26 tahun) menjadi cerminan itu.

Noviadi ditangkap di kediamannya, Ahad (13/3). Saat digerebek, dia diduga sedang dalam pengaruh narkoba. Setelah menjalani tes laboratorium, ia terbukti positif sedang mengonsumsi narkoba jenis sabu.

Bahkan, saat ditampilkan dalam jumpa pers, Senin sore, Noviadi dinyatakan masih dalam kondisi belum sadar betul alias teler. Ia duduk di belakang Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso. Tangannya tidak diborgol, tatapannya kosong, menunduk ke arah lantai. Sempat ada perlawanan dalam penangkapan Noviadi. Tapi, akhirnya yang bersangkutan bisa ditahan BNN di Jakarta.

Kasus Noviadi bisa jadi yang 'terbesar' dari sisi penyalahgunaan narkoba oleh pejabat pemerintah. Noviadi baru tiga bulan dilantik menjadi bupati. Usianya pun masih muda dan produktif. Ia anak dari bupati Ogan Ilir sebelumnya.

Narkoba memang tak mengenal status. Siapa pun bisa terlena, terjerat, dan ketagihan. Seorang pengemban amanah sebagai pemimpin daerah, pemimpin rakyat yang dipilih langsung dalam Pilkada 2015 bisa terjerumus ke jurang narkoba itu.

Kemampuan sindikat narkoba untuk menyusup ke berbagai lini memang mengerikan. Sebelum kasus Noviadi ini, BNN juga mengungkap kasus narkoba oleh oknum polisi dan TNI. Narkoba juga sudah mengincar pesantren. Ada penangkapan pemimpin pesantren dan santrinya. Padahal, di wilayah ini seharusnya steril dari barang haram tersebut.

Dalam kasus Noviadi, sorotan pertama kita tentu bagaimana dia bisa lolos dalam pencalonan bupati dan tes kesehatan. Kita menyayangkan para politisi lokal, partai politik pendukung Noviadi tidak bisa membaca rekam jejak narkoba yang bersangkutan. Apalagi, dalam barisan partai pendukung itu--penyokong utama Noviadi adalah Partai Golkar dan PDIP--ada PPP dan PKS, dua parpol yang bernapaskan Islam. Apakah dua partai ini kebobolan?

Kita tentu harus khawatir terhadap perkembangan dahsyat narkoba ini. Presiden Joko Widodo sudah berkali-kali menegaskan penyalahgunaan narkoba sangat membahayakan negara karena bisa menghilangkan satu generasi. Kita ingin ada upaya sangat serius dari pemerintah dan BNN untuk memberantas narkoba.

Jadikan tertangkap tangannya Bupati Noviadi sebagai momentum pemberantasan narkoba secara menyeluruh. Apalagi, disinyalir kasus kepala daerah pengonsumsi narkoba juga terjadi di daerah lain. BNN harus menangkap kepala daerah macam ini.

Pemberantasan narkoba sudah saatnya menjadi prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Kebijakan pemberantasan narkoba dari hulu ke hilir perlu berada dalam satu koridor. Mulai dari pencegahan di kalangan anak-anak, penindakan narkoba, sampai ke hukuman bagi penyalahgunanya.

Untuk itu, sudah waktunya pemerintah serius membangun infrastruktur lembaga pemasyarakatan yang benar-benar fokus membatasi gerak para bandar narkoba. Tidak ada saluran komunikasi ke luar, tidak bisa menyuap penjaga, sipir, sampai kepala penjara. Sering kita merasa ironis karena justru di LP itulah para bandar narkoba bisa leluasa mengatur operasi perdagangannya lintas negara.

Karena itu, kita mendukung hukuman yang amat keras, seperti hukuman mati bagi para bandar narkoba dan kaki tangannya. Apalagi, kalau kaki tangan itu datang dari pejabat pemerintah dan aparat penegak hukum.

Hukuman mati menjadi terapi kejut yang tepat bagi mereka yang sengaja berkecimpung di dunia hitam ini. Apa yang mereka lakukan adalah serusak-rusaknya perilaku manusia. Mereka dengan sadar mengubah masa depan generasi muda negara ini. Mereka meredupkan nilai kemanusiaannnya.

Kepada orang-orang macam ini, kepada jaringannya yang sudah menggurita, sikap kita harus tegas. Perangi narkoba atau negara ini dalam bahaya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement