Senin 07 Mar 2016 17:00 WIB

Gerhana dan Sunah Nabi

Red:

Seperti sudah ramai diberitakan bahwa pada hari Rabu 9 Maret 2016 yang akan datang, insya Allah akan terjadi gerhana Matahari. Dan seperti banyak diberitakan pula, masyarakat Indonesia akan ramai-ramai menonton fenomena alam ini. Di tempat-tempat yang akan terjadi gerhana Matahari total juga sudah disibukkan dengan persiapan-persiapan yang luar biasa dengan menjadikannya sebagai momentum untuk promosi wisata daerah. Konon juga banyak hotel-hotel yang sudah full booking untuk para pelancong, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, seperti Australia, Singapura, dan Malaysia.

Bahkan, diberitakan ada sebuah pesantren yang santrinya akan beramai-ramai nonton bareng gerhana Matahari. Maka, akan terjadilah nanti dua fenomena yang perlu dicermati. Yang pertama, fenomena alam, yaitu terjadinya gerhana Matahari, dan yang kedua, fenomena umat dalam menghadapi fenomena alam tersebut.

Berdasarkan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya, fenomena gerhana Matahari justru menjadi momentum untuk mempertebal dan memperkokoh keimanan kita kepada Allah SWT yang menciptakan fenomena tersebut. Di kalangan masyarakat yang masih berakidah jahiliyah, ada kepercayaan bahwa Matahari dan Bulan itu adalah Tuhan. Karenanya Allah menurunkan ayat, "Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah," (QS Fushshilat [41]: 37).

Dalam hadis riwayat Imam al-Bukari dalam kitab Shahih-nya, pada masa Nabi juga pernah terjadi gerhana, dan kebetulan saat itu putera beliau yang bernama Ibrahim wafat. Maka, banyak orang yang mengaitkan terjadinya gerhana itu dengan wafatnya Ibrahim, putera Nabi Muhammad SAW. Nabi kemudian bersabda bahwa Matahari dan Bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. "Tidak akan terjadi gerhana karena matinya seseorang atau hidupnya seseorang. Karenanya, apabila kamu melihat gerhana, maka shalatlah gerhana, membaca istigfar (mohon ampun kepada Allah), dan banyaklah bersedekah."

Di kalangan masyarakat di Indonesia juga terdapat kepercayaan, misalnya ketika terjadi gerhana Bulan, maka hal itu karena bulan sedang dimakan oleh raksasa. Karenanya, agar raksasa itu segera lari meninggalkan bulan, masyarakat beramai-ramai memukuli benda-benda apa saja yang dapat dipukuli, seperti kentongan, drum, kaleng, dan lain sebagainya. Mereka berkeyakinan dengan ramainya bunyi-bunyian itu raksasa yang sedang makan bulan akan takut kemudian dia lari meninggalkan bulan tersebut sehingga bulan kembali bersinar.

Kepercayaan seperti ini tampaknya tidak hanya ada di beberapa masyarakat di negeri kita. Syekh Ibrahim al-Baijuri, dalam kitab Hasyiyah-nya menuturkan sebuah sumber yang menyebutkan bahwa masyarakat di komunitas Yahudi di Jazirah Arab juga melakukan perbuatan seperti itu. Mereka memukuli bejana-bejana seperti thast (bejana dari tembaga), dan lain-lain. Dari faktor-faktor tersebut, Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan umatnya agar melakukan shalat gerhana apabila terjadi gerhana.

Tampaknya, masyarakat kita belum terbiasa untuk menjalankan shalat gerhana. Banyak di antara kita yang masih menanyakan bagaimana kaifiat (tata cara) shalat gerhana. Mereka juga menanyakan kapan masuk waktu salat gerhana dan apakah orang yang tidak melihat gerhana juga dianjurkan shalat. Tuntunan Rasulullah SAW tentang salat gerhana sebenarnya sangat mudah. Shalat dilakukan dua rakaat ketika sudah terjadi gerhana dan sesudah itu imam menyampaikan khutbah yang berisi anjuran agar umat kembali kepada Allah dengan memperbanyak permohonan ampun dan memberikan infak.

Dalam kitab-kitab fikih disebutkan bahwa shalat gerhana dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendiri. Dan tentunya kalau sendiri tidak memakai khutbah. Hal yang membedakan antara shalat gerhana dengan salat lain adalah dalam shalat gerhana setiap rakaat ada dua rukuk. Sementara dalam shalat lain, satu rakaat hanya ada satu rukuk.

Dan seperti halnya menjalankan ibadah puasa, di negeri kita karena adanya kesatuan wilayah hukum di Indonesia, maka ketika orang Aceh sudah melihat bulan Ramadhan, orang di Merauke yang tidak melihat bulan pun berkewajiban untuk berpuasa esok harinya. Demikian halnya shalat gerhana, kendati yang melihat gerhana hanyalah wilayah-wilayah tertentu, namun seluruh wilayah Indonesia tetap dianjurkan untuk melakukan shalat gerhana. Semoga Allah SWT. membimbing kita untuk mengikuti tuntutan Rasulullah SAW, bukan mengikuti dan melestarikan tradisi-tradisi jahiliyah.

Menanti "Janji" OKI untuk Palestina

Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menggelar Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa (KTTLB) di Jakarta pada 6-7 Maret 2016. Palestina menjadi isu utama dalam konferensi negara-negara Islam tersebut, selain lima masalah lain yang juga akan dibahas.

Kita tentu berharap, pertemuan yang digelar sebagai respons terhadap permintaan Presiden Palestina Mahmud Abbas tersebut, dapat menentukan langkah-langkah dukungan konkret dan posisi OKI dalam isu Palestina dan al-Quds al-Sharif. Apalagi telah disebutkan, dua dokumen dapat dihasilkan dari pertemuan tersebut.

Pertama yaitu, resolusi yang intinya adalah prinsip dan seruan politik dari negara anggota OKI. Dokumen kedua yakni berbentuk deklarasi sebagai bentuk sikap organisasi beranggotakan 57 negara tersebut yang secara bersama-sama membantu perjuangan Palestina.

Kita patut mengapresiasi inisiasi Pemerintah Indonesia yang mencetuskan ide agar OKI bisa mengeluarkan deklarasi untuk Palestina. Alasannya, dokumen yang dinamai Deklarasi Jakarta tersebut bertujuan untuk mendorong anggota OKI membantu memberdayakan rakyat Palestina atau mempersiapkan pemerintahan agar siap jika nanti merdeka penuh.

Saat ini penyelenggaraan KTTLB OKI, dengan persoalan Palestina sebagai pembahasan utama, merupakan satu upaya yang tepat dilakukan agar masalah Palestina dapat kembali ke radar perhatian dunia. Langkah ini juga menjadi upaya yang penting dilakukan untuk merapatkan barisan dan solidaritas di antara sesama anggota OKI, khususnya mengenai Palestina.

Ini sesuai dengan idealisme ketika OKI dideklarasikan di Maroko pada 1969 yang saat itu masih beranggotakan 25 negara. Idealisme tersebut merupakan keyakinan atas agama Islam, penghormatan kepada Piagam PBB dan HAM dengan tujuan meningkatkan solidaritas Islam, kerja sama politik, ekonomi, dan sosial-budaya, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, melindungi tempat-tempat suci Islam, dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.

Pertemuan ini menjadi momentum yang penting mengingat juga melibatkan perwakilan dari anggota kuartet perdamaian Israel dan Palestina. Anggota kuartet yang terdiri atas Amerika Serikat (AS), Rusia, PBB, dan Uni Eropa (UE) akan ikut hadir bersama dengan anggota Dewan Keamanan PBB. Dengan begitu, solidaritas dan dukungan negara-negara OKI diharapkan bisa memberikan solusi konkret untuk Palestina.

Peran Indonesia sebagai tuan rumah juga diharapkan dapat memberi gambaran kepada OKI mengenai posisi serta hubungan Islam dan demokrasi. Bahwa Islam di Indonesia bisa memberi kontribusi untuk perjuangan dan pembangunan bangsa. Bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi tetapi tetap menghargai nilai-nilai ketuhanan sebagaimana tercantum di dalam UUD 1945 dan Pancasila.

Negara-negara anggota OKI, kuartet perdamaian Israel dan Palestina, serta anggota DK PBB juga setidaknya dapat melihat bagaimana komitmen Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina.

Misalnya, seperti diungkapkan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi yang menyebut bahwa pemerintah telah melakukan upaya konkret untuk menyiapkan negara Palestina yang merdeka. Antara lain, dengan meningkatkan pembangunan kapasitas sumber daya manusia Palestina, misalnya mendidik diplomat Palestina.

Bentuk lainnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah memasukkan dukungan bagi kemerdekaan Palestina sebagai salah satu tujuan utama di peringatan KAA 2015. Ini yang kemudian menghasilkan dokumen Deklarasi Palestina yang disetujui 32 kepala negara yang hadir.

Deklarasi Palestina menjadi momentum penting karena menyatakan pengakuan atas kedaulatan dan kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota berdasarkan batas-batas wilayah pada 4 Juni 1967 dan resolusi PBB yang relevan, serta solusi pendirian dua negara. Selain itu, deklarasi ini juga memberi dukungan penuh kepada Palestina sebagai anggota tetap PBB.

Melihat hal itu, kita semua tentu berharap KTTLB OKI kali ini dapat menjadi langkah konkret untuk mewujudkan negara Palestina yang merdeka. OKI memiliki kemampuan untuk itu.

Apalagi, seperti diungkap Presiden Jokowi dalam pidato pembukaan KAA, di Bandung, pada April 2015, "Kita dan dunia masih berutang kepada rakyat Palestina. Dunia tidak berdaya menyaksikan penderitaan rakyat Palestina. Kita tidak boleh berpaling dari penderitaan rakyat Palestina. Kita harus mendukung sebuah negara Palestina yang merdeka." Kini, sudah saatnya utang tersebut dilunasi.

Ali Mustafa Yaqub

Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Persaudaraan Imam Masjid (IPIM)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement