Jumat 09 Oct 2015 13:00 WIB

Selamatkan Saudara Kita!

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Selamatkan Saudara Kita!


Pada 27 hari lalu Muhammad Husein Saputra keluar dari rahim ibunya. Melalui operasi caesar, Husein lahir dalam kondisi sehat. Namun, sejak terlahir hingga tutup usia pada Selasa (6/10) lalu, umur Husein banyak dihabiskan di dalam rumah.

Kabut asap yang menyelimuti kawasan Sumatra Selatan selama sebulan terakhir membuatnya tak bisa bebas keluar rumah. Bukan pilihannya untuk terlahir di daerah Kelurahan Enam Belas Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II, Palembang, Sumatra Selatan, itu.

Husein hanyalah satu dari sekian banyak bayi yang menderita akibat kabut asap yang tak tertangani hingga kini. Pembakaran lahan dan hutan di kawasan itu mengakibatkan produksi asap berlebih. Bahkan, asap itu menguar hingga ke negara tetangga.

Dampak asap ini tak hanya menyebabkan anak-anak tak bisa melakukan kegiatan belajar-mengajar. Roda perekonomian warga pun tak berjalan. Boro-boro pergi ke kantor untuk bekerja, hanya sekadar keluar rumah saja mereka enggan. Selimut kabut asap yang tak lenyap dari langit di daerah mereka menjadi penyebabnya.

Dengan kondisi seperti ini, jelas kegiatan ekonomi menjadi macet. Nyaris tak ada perputaran barang dan uang di sana. Jika demikian, perekonomian warga di daerah yang terpapar kabut asap terancam ambruk.

Simak saja bagaimana keluhan ribuan nelayan tradisional di wilayah Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. Amran, nelayan di Muara Telang, Banyuasin, salah satunya. Yang dia alami akibat kabut asap sejak Agustus lalu, hasil tangkapan ikannya anjlok.

Pun demikian yang dialami nelayan di kawasan Sungsang, perkampungan nelayan terbesar di Sumatra Selatan. Sebelum kabut asap menyelimuti wilayahnya, hasil tangkapan ikan bisa mencapai 300 kilogram dalam sekali melaut. Kini menjadi sepertiganya saja, 50-100 kilogram.

Nelayan di Sumatra Utara, yang diselimuti asap kiriman dari Jambi dan Riau, banyak yang berhenti melaut sementara. Jarak pandang yang hanya 10-20 meter membuat mereka khawatir jika menarik jangkar.

Akibatnya, pendapatan mereka pun semakin lama kian merosot lantaran hanya berdiam diri di rumah. Sementara, kebutuhan untuk biaya makan anak dan istri tetap harus terpenuhi. Satu-satunya jalan yang memungkinkan adalah dengan berutang pada orang kaya di daerahnya. Utang pun menumpuk karena itu.

Penderitaan serupa dialami banyak pengusaha kecil dan menengah di wilayah yang terpapar asap, terutama yang bergerak di sektor pariwisata. Menurut Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), pengusaha kecil yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata di Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan diklaim merugi Rp 5 miliar dalam sehari.

Kerugian akan bertambah parah jika upaya pemadaman tak serius sehingga kabut asap itu terjadi dalam jangka panjang. Dampaknya jelas sangat luar biasa bagi perekonomian rakyat kecil dan menengah. Wisatawan enggan berkunjung ke wilayah tersebut karena khawatir kesehatan mereka terganggu.

Dalam kondisi seperti ini, sudah sepantasnya pemerintah pusat dan daerah tak memandang remeh dampak kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah mesti sigap, bukan hanya beretorika bahwa kabut asap akan hilang hanya dalam hitungan dua minggu. Nyatanya, dua bulan terakhir asap tetap menggantung di wilayah langit Sumatra dan Kalimantan.

Pemerintah juga jangan hanya menggantungkan bantuan alam melalui hujan untuk memadamkan kebakaran. Banyak cara dengan teknologi terkini untuk mendatangkan hujan dan memadamkan api. Pun tak perlu malu jika negara lain mengulurkan bantuan. Pemerintah juga jangan takut dengan pengusaha jahat perusak lingkungan. 

Sudah cukup pencitraan di balik bencana asap ini. Sudah cukup pula beban dan penderitaan 28 juta saudara-saudara kita di Sumatra dan Kalimantan yang terpapar asap. Jangan sampai penderitaan ini seakan tiada akhir. Saudara-saudara kita meregang nyawa karena menghirup udara tak sehat, anak-anak dan cucu kita menjadi generasi yang hilang karena tumbuh tidak dengan fisik dan mental yang normal.

Ayo kerja bersama, kerja bersinergi, bergotong royong menyelamatkan nyawa saudara dan lingkungan kita! 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement