Jumat 31 Oct 2014 13:00 WIB

Jaga Perdamaian

Red:

Sebelum Nabi Muhammad SAW diperintahkan Allah SWT untuk mengubah arah kiblat seperti saat ini menghadap Ka'bah di Kompleks Masjidil Haram, Arab Saudi, umat Islam ketika menunaikan ibadah shalat menghadap ke Baitul Maqdis yang saat ini berada di wilayah Yerusalem Timur, Palestina.

Perubahan arah kiblat ini diabadikan Allah SWT dalam Alquran Surah al-Baqarah (2) ayat 144. Itulah mengapa ada Masjid Qiblatain atau masjid dengan dua kiblat di Kota Madinah, Arab Saudi. Salah satu versi menyebutkan, ketika Rasulullah mendapatkan wahyu untuk memindahkan kiblat shalat, umat Islam yang shalat di masjid tersebut langsung mengubah arah shalatnya.

Kompleks Masjidil Aqsa memegang peran penting dalam sejarah perjalanan Muhammad SAW. Sebelum peralihan kiblat tersebut, Nabi lebih dahulu diperjalankan dalam peristiwa terkenal Isra Mi'raj. Isra menandai perjalanan Nabi dari Kota Makkah menuju Baitul Maqdis, setelah itu Mi'raj menuju Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat dari Allah SWT.

Dua peristiwa bersejarah inilah yang membuat kawasan Masjidil Aqsa tak lepas dari umat Islam. Masjidil Aqsa menjadi tonggak dari bangunan sejarah Rasulullah SAW dan umat Islam.

Bahkan, tak hanya bagi umat Islam, kompleks Masjidil Aqsa juga menjadi tempat peribadatan bagi umat Kristen dan Yahudi. Karena alasan itulah, kawasan ini masuk pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dari kawasan ini pulalah, pergolakan berdarah selama ratusan tahun tak pernah berhenti.

Konflik Palestina-Israel hingga kini belum menemukan solusinya. Berbagai perundingan dan traktat perdamaian tak pernah berumur panjang. Kesepakatan hanyalah catatan di atas kertas. Dalam praktiknya di lapangan, tak ada kata damai.

Israel dengan mudahnya sering kali membatalkan sendiri perundingan yang diteken. Agresi Israel ke Jalur Gaza selama 51 hari menunjukkan begitu ringannya negara Zionis itu menggunakan bala tentara dan mesin-mesin perangnya untuk membunuh warga Gaza yang sudah tak berdaya karena blokade laut, udara, dan darat. Wilayah seukuran sekitar 60x40 kilometer persegi itu pun bagaikan penjara raksasa yang dihuni oleh 1,7 juta warga. Fasilitas dan infrastruktur warga pun hancur berantakan. Sulit menemukan gedung berdiri utuh di sana.

Kembali ke Masjid al-Aqsa, situs bersejarah ini wajib dilindungi. Semua pihak harus menjaganya jangan sampai rusak karena penggunaan membabi-buta mesin-mesin perang Zionis. Pihak-pihak yang memulai rusuh harus ditindak tegas. Komunitas internasional mesti bertindak tegas. Jangan hanya karena sekutu dekat penguasa dunia, Amerika Serikat, negara Zionis bebas berbuat apa saja di wilayah kiblat pertama umat Islam tersebut.

Tentu, umat Islam Indonesia tidak tinggal diam begitu saja. Dukungan harus terus digelorakan meski bentuknya bukan mengirimkan orang ke sana. Dukungan dana dan doa dalam munajat siang dan malam terus digalakkan.

Lebih penting dari itu, gerilya diplomasi Pemerintah Indonesia bisa dimainkan. Lobi-lobi diplomatik, dengan posisi Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, tentu tak akan dipandang remeh oleh komunitas internasional.

Apalagi, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menaruh perhatian besar pada kemerdekaan Palestina. Dukungan yang disampaikan Jokowi dalam beberapa kali kampanye saat pilpres, mesti direalisasikan. Dan, kinilah saatnya Indonesia menunjukkan kiprahnya memediasi konflik Palestina-Israel. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement