Jumat 02 Sep 2016 16:00 WIB

Daerah Protes Penundaan DAU

Red:

PURWOKERTO -- Keputusan Kementerian Keuangan untuk menunda kucuran Dana Alokasi Umum (DAU) di sejumlah daerah dalam waktu empat bulan ke depan, dinilai membuat bingung sejumlah pejabat daerah. Apalagi, penundaan tersebut dilakukan pemerintah pusat di tengah tahun anggaran dan tanpa ada pembicaraan lebih dahulu dengan daerah.

"Jangankan dengan para bupati/wali kota, saya sebagai gubernur yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah juga tidak diajak bicara. Tiba-tiba saja mendapat surat cinta bahwa DAU dipotong," kata Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, usai memberikan kuliah umum kepada mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Kamis (1/9).

Ganjar menyatakan telah menyampaikan surat meminta penjelasan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) mengenai penundaan penyaluran DAU tersebut. "Kita tahunya sudah terjadi (penundaan DAU). Agar tidak terjadi ramai-ramai, maka kami bertanya baik-baik. Saya mungkin satu-satunya gubernur yang memberikan jawaban atas kebijakan penundaan penyaluran dana DAU dari 10 provinsi yang dianggap mengendonkan duitnya," kata Ganjar.

Dia menyatakan, penundaan penyaluran DAU ini dilakukan di tengah tahun anggaran, bagaimanapun akan berdampak terhadap berbagai sektor kegiatan di daerah. Melalui surat yang disampaikan ke Menkeu, Ganjar mengaku mendorong pemerintah agar kebijakan tersebut lebih baik dilakukan pada awal tahun. "Ini akan lebih bijaksana," katanya.

Namun, jika masih tetap memotong di tengah anggaran, maka pihaknya terpaksa harus melakukan sejumlah perubahan di tengah jalan. Khususnya, mengenai masalah penganggaran. "Kita juga harus menghitung kembali apa yang bisa dilakukan agar kondisi keuangan tidak terlalu berdampak pada aktivitas pemerintahan dan kegiatan pembangunan," katanya.

Untuk itu, Gubernur mengaku sudah mengevaluasi hal-hal apa saja yang bisa dilakukan agar bisa dilakukan penghematan. Antara lain seperti kegiatan perjalanan dinas ke dalam dan luar negeri, rapat-rapat, dan berbagai hal yang dinilai tidak terlalu penting diminta dibatalkan.

"Kalau proyek infrastruktur di Jawa Tengah, masih bisa terus berjalan sesuai rencana. Namun, seperti kegiatan-kegiatan yang sifatnya pemeliharaan, seperti pemeliharaan gedung seperti pengecatan dan sebagainya, terpaksa kita tunda," katanya.

Ganjar juga menyebutkan, dalam suratnya ke Menkeu tersebut juga mempertanyakan apa yang menjadi alasan pemerintah daerah yang dipimpinnya dan pemerintah kabupaten/kota di wilayahnya dikenakan pemotongan. "Kita mempertanyakan, apakah ada yang keliru dari kita," ujarnya.

Bila basisnya karena dianggap melakukan pengendapan anggaran, Ganjar menegaskan bahwa hal itu tidak benar. Menurutnya, keuangan daerah yang tersisa di kas daerah pada akhir tahun anggaran bukan disebabkan karena pemerinta provinsi (pemprov) melakukan pengendapan.

"Yang namanya kas yang ada dana keluar dan dana masuk. Biasa saja kok. Contohnya, karena ada kontraktor yang belum mengambil bayarannya, atau juga karena ada pendapatan pajak yang masuk terus menerus. Jadi tidak ada itu yang namanya pengendapan," katanya menjelaskan.

Ganjar mengaku mempertanyakan kebijakan ini kepada pemerintah pusat, didasarkan semangat transparansi, dan akuntabilitas keuangan yang baik. "Kita di Jawa Tengah juga selalu mengedepankan dua hal itu dalam kebijakan anggaran. Makanya, kalau kemudian ada yang keliru dengan kebijakan anggaran kita, silakan ditegur dan dikoreksi." ungkapnya menjelaskan.

Pemprov Jateng menjadi provinsi terbesar yang mendapatkan penundaan DAU. Besarnya penundaan mencapai Rp 336,7 miliar, atau Rp 84,1 miliar per bulan.

Menyikapi penundaan DAU tahun ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun menjamin tidak akan memangkas anggaran untuk program prioritas, meski pendapatan daerah menurun akibat penundaan itu.

"Efisiensi dan penghematan memang harus dilakukan, namun kondisi tersebut tidak mengganggu pelaksanaan enam program prioritas pembangunan di Kota Madiun," ujar Wali Kota Madiun Bambang Irianto di Madiun, Jawa Timur, Kamis (1/9).

Menurut dia, enam program prioritas tersebut antara lain, pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pelayanan publik, pemberdayaan ekonomi, dan program pengentasan kemiskinan. "Kapasitas fiskal, kebutuhan belanja, dan posisi saldo kas sampai akhir tahun masih cukup. Apalagi, silpa tahun lalu lumayan besar," ujarnya.

Sesuai data, besaran DAU untuk Pemkot Madiun yang mengalami penundaan selama bulan September hingga Desember 2016 mencapai Rp 37 miliar. Setiap bulannya mencapai Rp 9,25 miliar.

Adapun sejumlah efisiensi yang perlu dilakukan di antaranya, dibatasi melakukan perjalanan dinas. Selain itu, rapat SKPD juga tidak perlu digelar di hotel.

Senada dengan Ganjar, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menyayangkan penundaan DAU sebab kebijakan tersebut dinilai tidak dikompromikan terlebih dahulu dengan kepala daerah. "Kita tidak diajak bicara dulu untuk memutuskan sesuatu. Tahu-tahu sudah merima saja. Kan nggak bisa (seperti) itu dalam ngelola republik ini," katanya, Rabu (31/8).

Pria yang akrab disapa Emil ini menilai, keputusan pemerintah pusat untuk menahan DAU malah berdampak kurang baik untuk daerah. Karena, hal itu dinilai akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. "Tadinya uang disiapkan untuk membangun sesuatu, jadi tidak ada pekerjaan. Risikonya membuat ekonomi kota ada potensi melambat," katanya.

Padahal, kata dia,  DAU ini sangat membantu pertumbuhan pembangunan dan ekonomi di daerah-daerah. Emil menyebut, Kota Bandung menutup anggaran dari pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 35 persen. Sisanya ditutup oleh DAU, DAK, dan bantuan dari provinsi sebanyak 65 persen.

Komposisi PAD 35 persen ini, kata dia, sudah baik. Namun, bisa dibayangkan daerah yang komposisi PAD-nya hanya 10 persen dan hidupnya mengandalkan bantuan dari provinsi dan pemerintah pusat. "Karena, ada kota lain yang tidak bisa mencari uang sendiri," kata Emil.    rep: Eko Widiyatno, Arie Lukihardianti/antara, ed: Hafidz Muftisany 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement