Sabtu 20 Aug 2016 16:40 WIB

Hujan Buatan Masih Diperlukan

Red: Arifin

TNI belum menerima permintaan bantuan hujan buatan.

JAKARTA--Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Fadrizal Labay mengatakan, wilayahnya masih membutuhkan hujan buatan hingga akhir puncak musim kemarau. Tanpa bantuan hujan buatan, pihaknya mengaku kesulitan mengatasi potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau.

"Hujan buatan setidaknya harus tetap dilanjutkan hingga Oktober sesuai prediksi puncak musim kemarau 2016. Sebab, kondisi di Riau ini memang tengah kekeringan, jarang turun hujan, dan suhu udara maksimum cukup tinggi sehingga tanpa dibantu hujan buatan, akan sulit mengantisipasi munculnya titik panas," ujar Fadrizal ketika dihubungiRepublika, Jumat (19/8).

Terlebih, lanjut dia, masih ada temuan-temuan pembakaran lahan oleh masyarakat setempat. Pembakaran lahan untuk keperluan pertanian itu masih tetap dilakukan di puncak musim kemarau ini.

Menurut Fadrizal, program hujan buatan maupunwater bombing dari pemerintah pusat hingga kini masih berlangsung. Pihaknya pun belum mendapat pemberitahuan terkait adanya pemberhentian sementara program hujan buatan tersebut.

Dia menjelaskan, hujan buatan sangat diperlukan, utamanya untuk menekan potensi naiknya titik panas di wilayah pesisir utara Riau. Beberapa daerah, seperti Rokan Hilir, Dumai, Meranti, dan Siak, memiliki lahan gambut yang cukup luas dengan potensi pembakaran yang tinggi.

"Hujan buatan terbukti bisa menurunkan titik panas. Terbukti, memang ada penurunan jumlah titik panas dalam dua hari terakhir setelah turun hujan," kata dia.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Tatang Sulaiman mengatakan, pihaknya tetap menyiagakan 12 unit peralatan untuk mengatasi pertambahan titik panas dan karhutla. Hingga saat ini, belum ada permintaan dari daerah untuk membantu penanganan pemadaman karhutla.

"Saat ini, statusnya Siaga untuk penanganan potensi karhutla. Artinya, peralatan dari kami pun siap mendukung jika ada permintaan bantuan dari daerah, seperti untuk pemadaman, hujan buatan, mengangkut logistik, dan sebagainya," ujar Tatang.

Hingga saat ini, lanjut dia, pihaknya belum menerima permintaan bantuan pemadaman atau permintaan sarana pesawat untuk keperluan hujan buatan di daerah. Karena itu, tidak benar jika disebutkan untuk keperluan militer, pesawat, dan helikopter belum dapat digunakan untuk kelanjutan program hujan buatan di beberapa daerah.

"Memang betul sarana pada dasaranya digunakan untuk kepentingan militer. Namun, penanggulangan bencana itu pun menjadi tugas TNI. Karena itu, jika ada permintaan untuk bantuan hujan buatan, misalnya, bantuan sarana segera kami berikan," kata Tatang.

Dia menjelaskan, 12 jenis sarana terdiri atas satu unit peswat Hercules C130, satu unit helikopter Bel 412, satu unit helikopter MI 17, satu unit pesawat C 212, satu unit helikopter superpuma, satu unit KRI angkut, satu unit KRI rumah sakit terapung, ekskavator, mesin pompa air, mobil tangki air,handsaw, kapak, dan cangkul.

Sementara, TNI juga memprioritaskanmonitoring dan antisipasi karhutla di tujuh provinsi. Ketujuh provinsi yang berstatus rawan karhutla tersebut, yakni Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Sementara, jumlah titik panas di Riau fluktuatif setiap harinya. Hingga kini, kebakaran hutan dan lahan di Riau masih terjadi di beberapa tempat.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, September adalah puncak kemarau dan menjadi periode kritis kebakaran hutan dan lahan. "Umumnya, periode September adalah paling banyakhotspot di Sumatra dan Kalimantan. Oleh karena itu, penanganan diintensifkan," kata Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/8). ).     rep: Dian Erika Nugraheny, ed: Muhammad Hafil

 

Riau Studi Banding ke Afrika

PEKANBARU--Meski TNI pernah mengkritik Pemprov Riau karena dianggap menghambur-hamburkan uang penanganan bencana kebakaran hutan, tak menjadi halangan bagi Pemprov Riau melakukan studi banding. Dinas Kehutanan Provinsi Riau melakukan studi banding terkait lahan gambut ke negara Afrika meskipun kebakaran hutan masih terjadi di Riau. "Dishut ke Afrika, diundang dan dibiayai oleh organisasi. Sebelum pergi, sudah minta izin. Saya sudah tanya serapan anggarannya berapa dan didengar oleh sekretaris daerah dan lain-lain. Katanya sudah di atas rata-rata. Sudahlah saya bilang, silakan berangkat," kata Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Jumat (19/8).

Terkait masih meluasnya karhutla di Provinsi Riau, pria yang akrab disapa Andi Rachman ini mengatakan, hal itu dikerjakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Selain itu, juga masih ada Badan Lingkungan Hidup yang akan bekerja. "Ini ke Afrikakan termasuk masalah gambut," kata Gubernur.

Sebelumnya, Gubernur Riau menyatakan akan menghemat biaya perjalanan dinas ke luar kota. Bagi satuan kerja perangkat daerah yang serapan anggarannya rendah, bahkan dilarang pergi. Namun, Dishut memiliki serapan tinggi sehingga dibolehkan meninggalkan Riau.

Beberapa waktu lalu, kinerja pemerintah, seperti Dishut Riau, mendapat kritikan dari Korem 031/Wirabima yang tergabung dalam satuan tugas karhutla. Kepala Staf Korem 031/Wirabima Kolonel Czi I Nyoman Parwata memberi kritikan yang ditujukan kepada instansi, seperti Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan Riau, yang dinilainya lebih suka menggelar pelatihan di hotel ketimbang berkontribusi langsung secara nyata memadamkan kebakaran lahan gambut.

Namun, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Fadrizal Labay membantah tudingan tersebut. Menurutnya, anggaran utama penanganan kebakaran hutan dan lahan saat ini ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Ia mengatakan, Dinas Kehutanan Provinsi Riau pun memiliki tugas untuk melaksanakan kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Salah satunya, yakni sosialisasi kepada masyarakat.    antara, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement