Sabtu 13 Aug 2016 16:03 WIB

Eksodus Dokter Melanda RSUD Jayapura

Red: Arifin

JAYAPURA--Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura dilanda eksodus dokter. Sejumlah dokter spesialis di rumah sakit itu meminta mutasi dengan alasan peralatan kerja yang tidak mumpuni untuk mengobati pasien.

Perginya para dokter tersebut diungkapkan Direktur Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP), Agustinus Raprap, di Jayapura, Jumat (13/8). "Kalau eksodus itu mutasi besar-besaran. Sebenarnya, tidak seperti itu. Tetapi karena ini penting, maka saya bilang eksodus begitu, ada beberapa dokter spesialis yang terpaksa minta mutasi," kata Agustinus menjelaskan.

RSUD Jayapura adalah rumah sakit berstandar nasional. Pada 2014, rumah sakit ini ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan nasional oleh Menteri Kesehatan, Nina Moeloek. Dengan klasifikasi rujukan nasional ini, kata Agustinus, berarti pelayanan kesehatan, dokter, dan kualitas kerja di RSUD Jayapura seharusnya tidak berbeda jauh dengan RSUD lainnya yang berstandar sama. 

Namun, masalah muncul. "Yang jadi persoalan adalah peralatan kesehatan dan alat penunjang," kata Agustinus. Ternyata, RSUD tidak mampu mendatangkan peralatan kesehatan khusus spesialis yang bisa mendukung kerja para dokter. 

Agustinus lalu memberikan sejumlah contoh. Pada 2014, satu-satunya dokter spesialis bedah tumor di RSUD ini, dokter William, minta pindah penugasan ke luar Papua. Ini karena William tidak mendapatkan fasilitas penunjang penerapan spesialis tumornya. Pada akhirnya, William menjadi dokter terbang yang bisa diminta sewaktu-waktu datang ke RSUD Jayapura. Dokter spesialis lainnya yang meminta pundah, kata Agustinus, adalah dokter Alban Jem.

Agustinus menyayangkan situasi ini. Terlebih, pasien tumor di Papua cukup tinggi. Terakhir, dokter yang meminta mutasi ke luar Papua adalah dokter Tigor Letsoin, spesialis saraf sub spesialis bedah pembuluh darah. Alasan ingin mutasi serupa, yakni tidak mendapat fasilitas pendukung penerapan spesialis maupun sub spesialis dalam menangani pasien.

Agustinus menambahkan, sebenarnya, sudah dua tahun RSUD Jayapura mengajukan peralatan pendukung spesilis maupun sub spesialis dari dr Tigor. Di antaranya, mesin untuk mendeteksi dan melakukan tindakan untuk pembuluh darah dan jantung. Namun, hingga kini, peralatan itu tidak juga diadakan. Karena sudah dua tahun dr Tigor tidak menerapkan ilmunya, akhirnya ia sudah mengajukan pengunduran diri. "Kalau ada rumah sakit yang punya alat itu, maka ia akan pindah ke rumah sakit yang bersangkutan," kata Agustinus.

Pada akhirnya, Agustinus menegaskan, yang dirugikan adalah masyarakat. Jikalau ada masyarakat yang menderita penyakit tumor dan saraf, tidak bisa ditangani di rumah sakit Jayapura, akhirnya dirujuk ke luar Papua. Sementara biaya rujukan ke luar Papua sangat besar. Biaya medisnya besar, biaya nonmedisnya juga besar. Kondisi ini ia sayangkan, dan ia mintakan perhatian pemerintah daerah dan pusat untuk segera ditangani.   antara, ed: Stevy Maradona

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement