Senin 27 Jun 2016 14:00 WIB

Pembebasan Belum Ditentukan

Red:

JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah hingga saat ini masih melakukan identifikasi terhadap kelompok yang melakukan penyanderaan pada tujuh warga negara Indonesia (WNI). Luhut menjanjikan, pada Selasa (28/6) nanti, pemerintah akan mengambil sikap terkait upaya pembebasan yang akan ditempuh.

"Nanti kita lihat hari Selasa. Mungkin kita sudah dapat jawaban-jawaban permulaan kemungkinan opsi yang akan kita ambil," ucap Luhut di Lapangan Cengkeh, Kota Tua, Jakarta Barat, Ahad (26/6).

Pemerintah sendiri telah mengaktifkan kembali Crisis Center untuk mencari informasi yang berkaitan dengan penyanderaan. Crisis Center juga bertugas mendalami dan mencari tahu keterkaitan penyanderaan yang baru-baru ini terjadi dengan dua penyanderaan sebelumnya.

Dari pihak militer, jajaran TNI AL melakukan pendalaman terhadap ABK kapal TB Charles yang saat ini sudah sandar di Dermaga umum Semayang, Balikpapan, Sabtu (25/6). Ini setelah sebelumnya kapal tersebut ditemukan KRI Multatuli-561 unsur Guspurlatim dan dikawal menuju Samarinda serta dilanjutkan pengawalan oleh KRI Kerapu-821 unsur Guskamlatim menuju Balikpapan.

Kepala Staf TNI AL TNI Ade Supandi mengatakan, ketika terjadi ketidakjelasan berita penyanderaan Crew TB Charles, Ia menginstruksikan unsur gelar segera menemukan kapal TB Charles tersebut untuk verifikasi, dan ternyata benar adanya, telah terjadi penyanderaan.

"Saya sudah instruksikan untuk gelar segera untuk menemukan kapal TB Charles. Kita verifikasi. Ternyata benar adanya penyandraan," ujar Ade melalui pesan singkatnya, Ahad (26/6).

Selanjutnya, setelah kapal TB Charles sandar di dermaga Semayang, Sabtu (25/6), TNI AL melakukan identifikasi terhadap kru Tug Boat yang kembali tersebut oleh tim dr Lantamal XIII, Guskamlatim dan Lanal Balikpapan. Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama TNI Edi Sucipto, membenarkan instruksi Kasal tersebut untuk melakukan pencarian.

Dari keterangan yang diperoleh pihak TNI AL, pada sabtu 18 Juni 2016, TB Charles berangkat dari Philipina Cagayan De Oro Port menuju ke Samarinda dengan 13 orang ABK.

Di dalam perjalanan, pada hari Senin 20 Juni 2016 pukul 11.30, di perairan laut Jolo terjadi pembajakan dengan menggunakan dua perahu yang beranggotakan 4 sampai 5 orang, salah satu di antara mereka menggunakan bahasa melayu dan membawa senjata api laras panjang.  Para pelaku kemudian menculik tiga orang ABK, yaitu Capt. Fery Arifin (nahkoda), Muh. Mahbrur Dahri (KKM) dan Edy Suryono (Masinis II), serta merampas semua alat komunikasi kapal.

Setelah kejadian itu, kapal tersebut dilepas dan melanjutkan perjalanan dengan sisa ABK 10 orang. Di dalam perjalanan, hanya berselisih waktu 1 jam 15 menit dengan kejadian pertama, kapal TB Charles 001 kembali dibajak oleh kelompok lain dengan menggunakan 3 perahu yang beranggotakan 8-10 orang.

Dari informasi yang diperoleh, pembajak tersebut menggunakan bahasa Inggris dengan sikap kasar dan arogan, bersenjata laras panjang dan pistol, kemudian kembali menculik 4 orang ABK, yaitu Ismail (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Nasir (masinis III), dan Muhamad sofyan (Oilman).

Setelah melakukan penculikan, kelompok tersebut melepaskan kapal TB Charles dengan sisa 6 ABK, yaitu  Andi Wahyu (Mualim II), Syahril (Masinis IV), Albertus Temu Slamet (Juru Mudi), Reidgar Frederik Lahiwu (Juru Mudi), Rudi Kurniawan (Juru Mudi) dan Agung E. Saputra (Juru Masak)

 Kasus penyanderaan Kapal TB Charles dari Samarinda di perairan Filipina adalah peristiwa yang terjadi untuk ketiga kalinya. Pemerintah dinilai terlambat dan gagap menyikapi kasus ini.

"Berbeda dengan dua kasus sebelumnya, respons pemerintah terlihat gagap dan kurang siap terhadap kasus ini," ujar pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib, Ahad (26/6). 

Menurut Ridlwan, sistem operasi Bais dan intelijen Pangkalan TNI AL harus dievaluasi. Sebab, informasi yang tidak akurat yang disampaikan pada pimpinan bisa mengakibatkan salah mengambil kebijakan.    rep: Intan Pratiwi, Halimatus Sa'diyah, Qommarria Rostanti, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement