Kamis 07 Jan 2016 17:00 WIB

Bencana di Aceh Diprediksi Terjadi Lagi

Red:

MEULABOH --  Peneliti asal Jepang, Prof Suzuki Tamojo, memprediksi bencana di Aceh terjadi lagi sekitar 30 hingga 100 tahun mendatang. Dia menilai Aceh dan Jepang memiliki sejarah bencana yang sama.

Suzuki yang juga menjabat sekretaris umum Engineers Without Border sejarah bencana itu berkaitan dengan gempa dan tsunami. Dia menyatakan, diperlukan satu proses pembelajaran bersama antara Aceh dan Jepang dalam mengatasi bencana serupa pada masa mendatang.

Pernyataan tersebut disampaikan di hadapan peserta kuliah umum yang terdiri atas dosen dan mahasiswa Akademi Komunitas Negeri (AKN) serta beberapa kampus lain yang ada di kawasan setempat. Suzuki Tamojo didampingi Prof Masaru Arakida selaku senior Asian Disaster Reduction Center.

Suzuki mengatakan, pendidikan tentang kebencanaan perlu ditanamkan pada generasi-generasi muda di Aceh. Pada masa akan datang akan terbentuk satu tatanan masyarakat yang betul-betul peka dan paham tentang kebencanaan. "Kita harus menyiapkan mereka dari sekarang, sehingga nantinya anak cucu mereka juga paham bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana. Setidaknya mereka tahu tentang tata cara evakuasi kebencanaan," katanya.

Suzuki menyatakan yang lebih penting kondisi sekarang adalah memperkuat mitigasi bencana. Hal ini dilakukan dengan latihan dan simulasi yang harus selalu dievaluasi. Harus ada juga kurikulum yang bisa diterapkan di Indonesia secara luas.

Anak-anak sekolah di Jepang banyak yang selamat dari bencana. Masing - masing lari ke tempat tinggi. Tidak boleh tinggal di rumah. Hal ini dinilainya perlu diaplikasikan di sekolah Aceh.

Menurut dia, perlu keterlibatan masyarakat secara budaya dan sadar untuk meningkatkan mitigasi bencana. Dengan demikian, masyarakat terbiasa dan lebih siap menghadapi bencana.

Ia menjelaskan, orang Jepang masih bisa tenang menghadapi bencana karena dasar watak penuh disiplin sejak dari kecil. Hal itu merupakan hasil dari budaya dalam jangka waktu panjang dan hasil pendidikan.

Sementara itu, Prof Masaru Arakida dalam pertemuan tersebut menyampaikan, metode mitigasi bencana yang dilakukan di Jepang saat ini sudah tidak lagi perlu teori dan presentasi. Yang paling baik adalah diimplementasikan lewat permainan. "Metode Jepang juga bukan yang terbaik sebab setiap masyarakat memiliki cara dan metode sendiri untuk meningkatkan mitigasi bencana,"katanya.

Wakil Koordinator AKN Aceh Barat Saiful Asra  mengatakan, kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai sarana untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang sistem penanggulangan bencana, baik di Aceh maupun Jepang.

Ia menambahkan, kegiatan tersebut juga diharapkan akan menjadi pintu masuk bagi AKN Aceh Barat untuk menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga yang ada di luar negeri. Dengan demikian, akan ada kesepakatan kerja sama dalam bidang pengembangan kecakapan mahasiswa sehingga dapat diupayakan mahasiswa AKN bisa magang ke Negara Jepang.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Barat, H T Ahmad Dadek, mengatakan gempa bumi dan tsunami 2004 tidak cukup kuat menjadikan masyarakat siaga dan menjadikan bencana bagian dari karakter dan budaya. "Karenanya kami meminta kepada Jepang untuk memberikan dukungan penuh dalam peningkatan mitigasi bencana di Aceh Barat. Tahap pertama akan dibuatkan proposal yang akan diajukan kepada JICA,"katanya.

Ahmad Dadek menjelaskan, setelah agenda pertemuan kedua belah pihak tersebut akan dilakukan pembuatan proposal oleh kedua orang peneliti asal Jepang ini untuk diajukan kepada JICA. n antara ed: erdy nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement