Selasa 03 Mar 2015 13:55 WIB

11 Orang Rimba Meninggal

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI — Sebanyak 11 orang rimba di Jambi meninggal secara beruntun. Kematian mereka disebabkan sulit mendapatkan pangan yang layak dan air bersih.

“Mereka saat ini tengah dihantui kematian beruntun yang menyerang sejumlah orang di kelompok ini. Tercatat sudah 11 orang yang meninggal dalam waktu beberapa bulan terakhir,”  kata koordinator Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Yomi Rivandi, seperti dikutip Antara, Senin (2/3).

Kematian beruntun itu menyerang tiga kelompok orang rimba di bagian timur Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Kabupaten Sarolangun-Batanghari. Tiga kelompok itu masing-masing dipimpin oleh Tumenggung Marituha, Tumenggung Ngamal, dan Tumenggung Nyenong.

Yomi menduga kematian ini karena mereka kesulitan untuk mendapatkan pangan yang layak serta ketersediaan air bersih yang tidak memadai. “Hutan semakin sempit sehingga orang rimba tidak lagi ‘melangun’ (berpindah-pindah) ke dalam hutan, namun ke pinggir-pinggir desa dan ladang masyarakat,” katanya.

Di tempat ini, orang rimba biasa memperoleh bahan pangan dari berburu dan meramu hasil hutan. Menurut pengamatan, dalam rentang beberapa bulan terakhir ini, orang rimba setidaknya sudah berpindah ke tujuh lokasi baru yang sebagian besar merupakan daerah pinggir desa dan perkebunan masyarakat.

Awalnya kelompok itu berada di Terap dan Serenggam, namun karena ada kematian mereka melangun ke wilayah Desa Olak Besar, Desa Baru, Desa Jernih, Sungai Selentik, dan Sungai Telentam. Selain itu, juga di Desa Lubuk Jering, simpang Picco Pauh, dan kini di Sungai Kemang Desa Olak Besar.

Ketika melangun pasokan makanan kurang. Itu yang menyebabkan daya tahan tubuh mereka berkurang sehingga banyak yang sakit. Sebagian ada yang mencoba berobat ke rumah sakit terdekat, seperti di Sarolangun.

Tetapi, karena belum ditanggung BPJS mereka harus membayar dan orang rimba tidak mau dirawat. Akhirnya banyak yang meninggal dunia dan kemudian melangun lagi.

“Pengobatan yang biasa mereka lakukan tidak lagi bisa dijalankan karena keterbatasan tanaman obat di lokasi baru mereka. Sehingga, pilihannya adalah pengobatan modern. Untuk itu, kita harap semua pihak membantu pengobatan orang rimba ini,” ujarnya.

Dia menambahkan, kondisi hutan yang semakin sempit mengharuskan orang rimba melangun ke desa-desa. Akibatnya mereka semakin kesulitan untuk mendapat bahan pangan. Kondisi ini diperburuk dengan air sungai di sekitar mereka melangun tidak layak untuk dikonsumsi langsung. Sebab, selama ini orang rimba terbiasa untuk mengonsumsi air sungai langsung tanpa merebusnya.

Kebakaran hutan

Sementara itu, lebih dari 35 hektare rawa gambut kering di sejumlah kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, dilaporkan terbakar sehingga menimbulkan asap yang berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat.

“Kebakaran lahan terjadi sejak kemarin di dua titik lokasi, yakni Kecamatan Bangko dan Tanah Putih,” kata Kepala Bidang Humas Polda Riau Ajun Komisaris Besar Polisi Guntur Aryo Tejo.

Guntur memerinci, untuk di Kecamatan Bangko, satu titik kebakaran berada di Desa Teluk Bano II. Selanjutnya juga ada dua titik di Kecamatan Tanah Putih, tepatnya di Desa Sedinginan dan Desa Rantau Bais.

Ia menjelaskan, untuk titik kebakaran di wilayah Bangko, tim dari Polres Rokan Hilir dan Polsek Bangko sejak kemarin telah berada di lokasi kebakaran. “Di lokasi ini kebakaran terjadi persisnya di Dusun Suka Damai, Kepulauan Teluk Bano. Luas lahan terbakar mencapai 32 hektare dan lahan tersebut adalah semak belukar rawa gambut,” katanya.

Guntur mengatakan, anggota juga telah mendeteksi identitas pemilik lahan terbakar, masing-masing atas nama Paini, Udin, Kemis, dan Bandot.

“Para pemilik lahan juga telah dimintai keterangannya dan saat ini kasusnya masih dalam proses penyelidikan,” kata dia. antara ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement