Kamis 27 Nov 2014 14:00 WIB

Dana Hambat Infrastruktur Bali

Red:

NUSA DUA -- Sejumlah proyek infrastruktur di Bali terkendala besarnya dana yang dibutuhkan yang tak mampu dicukupi APBD. Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi Bali I Ketut Wija mengatakan, pemerintah daerah membutuhkan dana infrastruktur mencapai Rp 50 triliun.

"Sedangkan, APBD Bali hanya Rp 4,3 triliun. Dalam lima sampai 10 tahun ke depan, kebutuhannya akan bertambah besar," ujar Wija, Rabu (26/11).

Bali sedang gencar mengurangi ketimpangan pembangunan antara Bali Selatan dengan Bali Utara. Sejumlah proyek infrastruktur dipersiapkan, seperti tujuh ruas jalan bebas hambatan, bandara baru di Buleleng, pembangunan stadion internasional di Jimbaran dan pengembangan Pelabuhan Tanah Ampo untuk kapal pesiar mewah di Karangasem.

Wija berharap bantuan dari pemerintah pusat dan swasta melalui kerja sama pemerintah dan swasta (KPS). Pasalnya, pemerintah daerah sudah melakukan feasibility study untuk pembangunan bandara ini.

Wija mengatakan, jika pemerintah pusat tak sanggup membantu Bali maka Bali bisa menyerahkannya kepada swasta. Sayangnya, belum ada contoh skema KPS pembangunan bandara besar di Indonesia, seperti jalan tol. Proyek jalan tol menerapkan skema KPS yang memberi konsesi hingga 40 tahun pada swasta.

Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta menambahkan bahwa Bali juga merencanakan pembangunan jalur kereta api untuk mengatasi masalah kemacetan. Kereta api juga menjadi salah satu pilihan moda transportasi darat. Bali sudah mengumpulkan informasi mengenai pembangunan perkeretaapian, skema pembiayaan, jenis layanan, teknologi, dan aspek-aspek yang harus dipertimbangkan.

Sayangnya, rencana pengembangan bandara baru di Bali kurang mendapat respons cepat dari pemerintah pusat. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas) Andrinof Chaniago mengatakan, slot dan frekuensi penerbangan ke Bali sudah penuh, sedangkan di daerah lain belum.

"Di Sumatra Barat atau Manado (Sulawesi Utara), misalnya, frekuensi penerbangannya masih kurang dari 50 ribu sedangkan ke Makassar dan ke Bali makin banyak saja. Kita harus punya norma yang tepat membangun Indonesia, yaitu norma keseimbangan," ujar Andrinof dijumpai terpisah.

Menurut Andrinof, norma keseimbangan ini diperlukan untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan kelompok, pihak, atau daerah tertentu. rep: mutia ramadhani ed: muhammad hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement