Selasa 18 Nov 2014 13:55 WIB

Warga TTS Beli Air 15 Ribu per Jeriken

Red:

KUPANG — Masyarakat Timor Tengah Selatan (TTS) harus merogoh Rp 15 ribu untuk membeli air per jeriken berukuran lima liter. Air tersebut dijual pengojek air dengan berkeliling dari desa ke desa. Penjualan air bersih ini terus berlangsung di TTS sejak kekeringan melanda daerah itu akhir September 2014 lalu.

Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Jefry Unbanunaek mengatakan, air bersih dijual seharga Rp 3.000 per liter. Jefry yang berasal dari TTS mengatakan, beberapa desa di kabupaten itu seharusnya menjadi daerah penyangga air untuk provinsi ini.

Ketua Fraksi Keadilan dan Persatuan DPRD Provinsi NTT tersebut mengatakan, kejadian terparah jual beli air bersih terjadi di sembilan RT di Desa Olais Kecamatan Kuanfatu.  Kondisi itu sudah terjadi lebih dari sebulan lamanya.

Jefry mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah setempat, termasuk dinas teknis. Namun, masih belum ada tindak lanjut nyata. Ia mengakui bahwa kekeringan dan krisis air bersih sudah menjadi langganan bagi masyarakat "daerah dingin" dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu terjadi setelah hutan yang berada di Gunung Mutis sebagai salah satu ekosistem penyanggah air habis dibabat.

Menurutnya, pemerintah daerah harus memiliki sejumlah langkah antisipasi agar kondisi itu tidak bertambah parah yang berakibat kepada korban jiwa. Untuk sejumlah kabupaten/kota terhadap intervensi anggaran bencana air bersih dari pemerintah pusat melalui Badan Penanggulangan dan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTT, Jefry mengaku tidak mengetahui anggaran itu dipergunakan kepada siapa.

Jefry mengatakan, bantuan anggaran dari pemerintah pusat untuk air bersih tahap satu dikucurkan sebesar Rp 4 miliar. Bantuan itu diperuntukkan bagi 15 kabupaten/kota termasuk TTS. Namun, ia mempertanyakan anggaran tersebut apakah sudah digunakan atau dimanfaatkan untuk hal lain. "Saya sedang lakukan penelusuran anggaran itu. Ke mana pemanfaatannya sehingga warga masih beli air dari pengojek air dengan harga semahal itu," katanya.

Adapun yang menjadi pertanyaan besar, Jefry  mengatakan, BPBD Kabupaten TTS tidak mengetahui adanya intervensi dana itu. Menurutnya, di TTS seharusnya ada 15 titik lokasi intervensi anggaran  itu. "Tapi, sampai saat ini tidak diketaui aparat BPBD di TTS," ujarnya.

Pengojek air Robby Saefatu mengaku, dalam sehari ia menjual air kepada warga Olais Kecamatan Kuanfatu rata-rata enam jeriken untuk dikonsumsi. Sehingga, dalam sehari ia bisa melayani warga di sejumlah rukun tetangga (RT) di desa tersebut. "Sekali angkut saya membawa enam jeriken isi lima liter," katanya.

Robby mengungkapkan, masih ada warga desa setempat yang juga melakoni bisnis musiman itu. Kepala Desa Olais, Moses Nubatonis, mengatakan, kondisi tersebut sudah berlangsung sejak awal Oktober setelah air di sungai yang biasa digunakan warga untuk konsumsi menjadi kering.

Air yang diangkutnya berasal dari sumber air lain di Kampung Oekeas dusun I. Air tersebut bisa dimanfaatkan warga. Namun, karena jaraknya hampir lima kilometer dari permukiman warga yang mengalami krisis air, mereka pun memanfaatkan jasa ojek air. "Itulah kondisi kami. Kami harap pemerintah segera melakukan aksi nyata untuk tolong kami," ujarnya. N antara ed: andi nur aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement