Kamis 18 Sep 2014 14:00 WIB

Mengais Energi dari Kotoran

Red:

Soal mahalnya kebutuhan energi sudah bukan barang baru untuk masyarakat Indonesia. Kendati demikian, di Lewa, Sumba Timur, warga punya cara jitu sekaligus menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk memasak.

Mereka memanfaatkan kotoran ternaknya, seperti babi dan sapi, untuk menghasilkan gas yang bisa digunakan sebagai bahan bakar. Metode ini dikenal sebagai biogas.

"Kotoran ternak itu disimpan dalam tangki di bawah tanah. Setelah terfermentasi, kotoran itu akan menghasilkan gas metan yang bisa digunakan untuk memasak," ujar Made Rasuta, seorang tokoh masyarakat yang berhasil mengajak warga Lewa untuk memanfaatkan biogas, kepada Republika, Rabu (17/9).

Made menambahkan, syarat untuk pemanfaatan kotoran ternak ini cukup mudah. Menurutnya, cukup memiliki tiga ekor hewan ternak, warga sudah dapat mendapat manfaat dari gas metana yang dihasilkan. "Gas dari kotoran tiga ekor ini dapat untuk memasak tiga kali dalam sehari. Kalau ingin lebih, ya ternaknya lebih. Setiap hari harus diisi kotoran terus," kata dia.

Selain untuk memasak, biogas juga akan menghsilkan residu berupa ampas dan cairan yang bisa digunakan sebagai pupuk organik. Dalam seminggu, sebanyak 1.700 liter cairan pupuk organik dia dapat.

Made sudah dua tahun ini menggunakan biogas. Rencananya, dia akan akan bekerja sama dengan pemerintah dan LSM untuk mengembangkan biogas di daerah lain.

Selain Lewa, biogas juga sedang dikembangkan di Kendautana, sebuah desa yang belum teraliri listrik di Sumba Barat Daya. Di sana, warga kini sedang bahu-membahu mendirikan sebuah instalasi biogas untuk pemenuhan bahan bakar untuk memasak.

Sebelumnya, warga masih bergantung pada kayu bakar untuk memasak. Hal ini berlawanan dengan kondisi Sumba yang populasi pohonnya kurang dari 10 persen. Konsumsi biogas bisa mengurangi laju warga untuk menebangi pohon di Sumba.

Secara umum, Pulau Sumba yang terletak di Nusa Tenggara Timur tengah bersiap menjadi percontohan wilayah yang memanfaatkan energi terbarukan dalam kehidupan sehari-hari warganya. Dalam 10 tahun ke depan (2025), pemerintah bekerja sama dengan LSM setempat menargetkan Pulau Sumba bergantung pada sumber energi terbarukan, seperti biogas, micro hydro, angin, dan energi matahari.

"Sumba memiliki sinar matahari yang berlimpah, angin yang kencang, kotoran hewan ternak yang banyak, dan beberapa sumber air yang bisa dimanfaatkan," ujar Dewi Suciati selaku humas Hivos, LSM yang terlibat dalam proyek ini.

Untuk mewujudkan proyek itu, pemerintah dan sejumlah pihak yang terlibat telah mendirikan beberapa instalasi biogas, solar panel, kincir angin, dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di beberapa desa yang dianggap membutuhkan. rep:c85 ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement