Senin 11 Aug 2014 13:00 WIB

Mensos: Konflik Kian Marak

Red:

PALU -- Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri mengatakan, maraknya konflik sosial di masyarakat belakangan telah mencapai taraf mengkhawatirkan. Ia mengungkapkan, saat ini ada 42 titik rawan konflik di Indonesia.

Saat melakukan kunjungan kerja ke Palu, Ahad (10/8), Mensos menyebutkan, ketiga pilar dimaksud adalah hilangnya rasa saling percaya, melemahnya komunikasi antarwarga, serta terputusnya keeratan sosial. Dia mengatakan, efek sosial menambah jumlah penyandang sosial akibat kehilangan pekerjaan, keterbatasan, atau kehilangan anggota tubuh serta harta benda.

Menurut Mensos, konflik sosial di Indonesia sudah mendekati titik nadir, sehingga harus dikelola langsung oleh negara. "Kerugian terbesar dari seringnya konflik sosial adalah keutuhan NKRI dipertaruhkan," katanya.

Dia menyebutkan, contoh konflik sosial terbaru dipertunjukkan saat adanya sengketa hasil Pilpres 2014. Bila instrumen negara tidak dapat mengelola, menurutnya, yang harus dilakukan adalah memperkokoh saling percaya, komunikasi antarwarga, dan keeratan sosial.

Dia mengatakan, saat ini ada 42 titik rawan konflik di Indonesia yang membutuhkan antisipasi dan penanganan secara holistik serta komprehensif dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan pemerintah daerah. "Puluhan titik konflik itu membutuhkan penanganan serius karena yang menjadi korban adalah masyarakat itu sendiri," katanya.

Menurutnya, perubahan zaman, akulturasi, dan asimilasi membawa dampak berupa pelunturan sistem budaya asli. Tidak jarang, hal itu menjurus dan menyulut konflik sosial di tengah masyarakat. Kendati demikian, ia mengatakan, perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan yang harus dilalui bangsa Indonesia, termasuk dampak-dampak yang ditimbulkan," ujarnya.

Salah satu konflik terkini terjadi di dua kabupaten di Maluku. Di antaranya, bentrokan antara warga Desa Seith dan Desa Negeri Lima di Kabupaten Maluku Tengah pada 31 Juli serta bentrokan antara warga Desa Lha dengan Desa Luhu di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Belasan orang tewas dalam kedua bentrokan tersebut.

Menyusul konflik tersebut, Gubernur Maluku Said Assegaf meminta pengerahan pasukan TNI ke Maluku. Pekan lalu, sebanyak 500 anggota TNI dari Kostrad Jawa Barat diterjunkan ke wilayah tersebut.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, pengerahan tersebut tidak tepat. Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Adriyani mengatakan, perlu ditelaah terlebih dulu sejauh mana konflik di Maluku telah mengganggu pertahanan dan keamanan nasional.

"Harusnya, kepolisian menyampaikan dulu sejauh mana penangan yang dilakukan. Saat kepolisian dianggap sudah tidak mampu baru gubernur minta bantuan TNI," kata Yati di Sekretariat Kontras, kemarin. rep:c82/antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement