Rabu 17 Apr 2013 08:07 WIB
Asia Pasifik

Cina: AS Ganggu Asia

Kapal Selam Cina berpatroli di perairan Asia Pasifik
Foto: USNI.ORG
Kapal Selam Cina berpatroli di perairan Asia Pasifik

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Cina menuding Amerika Serikat (AS) mengganggu stabilitas Asia-Pasifik dengan kehadiran militernya di sana. Akhir-akhir ini, AS meningkatkan aliansi militer, mengirimkan lebih banyak kapal, pesawat, dan pasukan ke kawasan tersebut. Juru Bicara Kementerian Pertahanan Cina Yang Yujun mengatakan, melalui kebijakan poros Asia, AS telah melahirkan ketegangan di Asia-Pasifik.

“Langkah tertentu untuk meningkatkan kehadiran militer dan memperkuat aliansi kami anggap tak tepat waktu dan tak kondusif bagi perdamaian serta stabilitas di kawasan,” kata Yang dalam konferensi pers laporan tahunan kondisi pertahanan dan angkatan bersenjata Cina, Selasa (16/4). Kehadiran kekuatan AS merupakan ancaman keamanan dan membuat rumit keadaan.

Keberadaan AS membuat Jepang, Filipina, dan Vietnam yang terlibat sengketa wilayah dengan Cina semakin percaya diri. Kementerian Pertahanan mengakui, di samping pengaruhnya yang kian besar, Cina kini menghadapi ancaman keamanan yang rumit dan berlipat ganda. Mereka menyatakan AS telah mengubah peta kekuatan di Asia-Pasifik.

Dalam isu mengenai kawasan maritim, kata Yang, sejumlah negara tetangga tak bertindak bijak. Mereka justru memperburuk keadaan. Ia menyebut Jepang yang membuat masalah dalam sengketa Pulau Diaoyu atau Senkaku. Beberapa bulan terakhir, ketegangan meninggi di perairan itu. Vietnam, Taiwan, Brunei, Malaysia, dan Filipina juga berebut klaim Laut Cina Selatan. Di dalamnya juga ada Pulau Spratly.

Cina dilanda kekhawatiran yang meninggi. Kapal-kapal dan personel pasukan AS bertebaran di Asia-Pasifik. Di antaranya, di Jepang, Korea Selatan (Korsel), dan Filipina, yang berseteru dengan Cina. Bahkan, AS menjangkau negara yang bukan merupakan sekutu tradisionalnya, yaitu Vietnam. Kebijakan ini memang berkaitan pula dengan berakhirnya perang AS di Afghanistan.

Mereka kemudian mengalokasikan sumber daya militernya ke wilayah yang secara ekonomi sedang berkembang. Hingga 2020, AS akan menempatkan 60 persen kekuatan armada lautnya di Pasifik. Singapura akan menjadi pangkalan bagi empat kapal US Littoral Combat Ship. Selain itu, Indonesia berencana membeli perangkat keras kapal ini dan bergabung dalam latihan bersama.

Filipina berusaha agar semakin banyak pasukan AS berada di wilayahnya. Sementara, Australia memberikan lampu hijau bagi masuknya 2.500 marinir AS ke Darwin. Dalam menghadapi bencana alam dan ancaman Korea Utara (Korut), hubungan militer AS dengan Korsel serta Jepang juga semakin erat.

Beijing melihatnya sebagai adangan bagi melajunya kekuatan diplomatik, militer, dan ekonominya di Asia. Di sisi lain, sejumlah negara Asia dengan sendirinya memutuskan bersekutu dengan AS seiring semakin kuatnya militer Cina. Saat berada di Tokyo, Jepang, Senin (15/4), Menteri Luar Negeri AS John Kerry membela sikap negaranya yang kini fokus ke Asia.

“Sejumlah orang mungkin ragu dengan kami. Tapi. komitmen kami adalah membangun kemitraan secara serius di kawasan Asia-Pasifik,” kata Kerry.

Dalam laporan tahunannya, Kementerian Pertahanan Cina memaparkan anggaran pertahanan yang meningkat lebih dari 500 persen. Kini, anggaran militer Cina kedua terbesar setelah AS. Mereka berambisi memiliki perangkat militer lebih baik. Tahun 2013 anggaran yang dimiliki Cina sebesar 119 miliar dolar AS.

Namun, Cina mengingatkan negara-negara tetangganya tak perlu khawatir dengan kekuatan angkatan bersenjatanya. Ini tak sebanding dengan apa yang ditempuh AS. Cina menilai wajar untuk meningkatkan pertahanan. Cina juga menegaskan bahwa kekuatan militernya lebih banyak dikirimkan ke misi perdamaian dan bantuan kemanusiaan. 

Selain itu, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) berkontribusi bagi stabilitas global dan regional. “Kami tak akan menyerang, kecuali diserang,” demikian laporan Kementerian Pertahanan Cina. Berdasarkan prinsip ini, Cina akan menempuh semua cara untuk menjaga kedaulatan nasional dan integritas kawasannya.  ichsan emrald alamsyah/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement