Senin 31 Aug 2015 17:00 WIB

Perlawanan dari Siswa dan Guru SMA 3 (Habis)

Red:

Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) di Depok, Jawa Barat, tahun ajaran 2015-2016 menimbulkan persoalan berkepanjangan. Sekolah filial atau kelas jauh yang seharusnya menjadi program positif, malah diwarnai aksi pungutan liar. Wartawan Republika, Andi Mohammad Ikhbal, melakukan investigasi untuk mengungkap kacaunya persiapan sekolah filial di kota  tersebut.

Calon siswa dan orang tua jelas dirugikan akibat kacaunya pembentukan Sekolah SMA 3 Filial Depok. Tapi, dampaknya juga dirasakan oleh siswa-siswi dan guru-guru SMA 3 Depok.

Tahun lalu, salah satu sekolah favorit di Kota Depok ini harus menambah tiga kelas untuk murid baru. Murid tambahan itu dimasukkan lewat jalur "optimalisasi" yang tak pernah muncul dalam PPDB Kota Depok. Siswa jalur optimasilasi yang nilainya seharusnya tak bisa masuk SMA 3 ternyata bisa lolos lewat "jalur belakang".

Kali ini, kasus tahun lalu kembali terulang dengan cara berbeda. Tapi, kali ini siswa-siswa dan guru SMA 3 Depok tak tinggal diam. Lima siswa kelas 12 SMAN 3 Depok membuat gerakan Smantijujur dan mengirimi surat ke Menteri Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan, Anies Baswedan. 'Smanti' sebutan untuk SMAN 3 Depok.

"Ini suatu gerakan moral soal kejujuran. Kami ingin persoalan kejujuran dikedepankan, apalagi ini menyangkut dunia pendidikan. Hentikan praktik-praktik ketidakjujuran dalam PPDB, seperti sogok-menyogok, titip menitip siswa, dan jual beli kursi," ujar Jalu Wisesa, salah seorang siswa pengagas  Smantijujur saat ditemui di SMAN 3 Depok, Jalan Raden Saleh, Depok, Senin (24/8).

Menurut Jalu, sistem PPDB Online yang ditetapkan sudah cukup baik, namun menjadi kacau setelah dikeluarkan kebijakan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, yakni kebijakan optimalisasi dan filial (kelas jauh). Kebijakan tersebut sangat merugikan siswa dan sekolah.

"Proses belajar mengajar sudah tidak nyaman lagi. Satu kelas yang seharusnya diisi 36 siswa ditambah menjadi 40 siswa. Kebijakan ini juga tidak adil, menimbulkan persaingan yang tidak sehat antarsiswa dan juga mencoreng nama sekolah SMAN 3 Depok sebagai sekolah unggulan yang berkualitas dan berprestasi," tuturnya.

Untuk itu, Jalu berharap dengan gerakan Smantijujur ini ke depannya tidak terulang lagi sistem PPDB yang kacau-balau di Kota Depok. "Kami berharap ke depannya jangan ajari siswa-siswa berlaku tidak jujur," harap Jalu yang mengungkapkan akan segera mengirim surat ke Menteri Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengenai keberatan atas kebijakan optimalisasi PPDB Depok dan kebijakan filial SMAN 3 Depok.

Ketua OSIS SMAN 3 Depok Farhan Feisgerald mendukung penuh gerakan Smantijujur. "Semua siswa mendukung gerakan Smantijujur karena kami tak ingin SMAN 3 Depok dijadikan ajang ketidakjujuran yang setiap tahun selalu menimbulkan konflik," kata Farhan.

Farhan juga berharap, SMAN 3 Depok kembali menjadi sekolah yang berkualitas dengan segudang prestasi yang membanggakan. "Jangan lagi SMAN 3 Depok dijadikan ajang bisnis. Kami sangat membutuhkan pendidikan yang berkualitas," tegasnya yang berharap Disdik Pemkot Depok konsisten dengan sistem aturan PPDB Online yang dibuatnya.

"Saya tidak mempermasalahkan siswa-siswa yang masuk melalui jalur optimalisasi dan filial, tapi yang saya mempermasalahkan cara masuknya, apalagi dengan harus membayar," terang Farhan.

Kekecewaan yang mendalam sangat dirasakan Khalda Sami Hasanah, siswa baru yang diterima SMAN 3 Depok melalui jalur resmi PPDB Online. "Saya belajar mati-matian, ikut bimbingan belajar segala agar dapat diterima di SMAN 3 Depok. Hasilnya nilai saya tinggi dan langsung diterima di sekolah impian saya ini. Tapi, saya kecewa berat ternyata ada siswa yang masuk dengan mudah walau nilainya kecil," tutur Khalda.

Lanjut Khalda yang semakin kesal manakala dalam proses belajar mengajar harus berdesak-desakan. "Kelas sumpek banget. Seharusnya diisi 36 siswa, tapi di kelas saya diisi 44 siswa," ungkapnya dengan nada kesal.

Akumulasi kekecewaan ditunjukkan Sahid Yunianto yang memilih mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil kepala sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 3 Depok. "Ada dua hal latar belakang saya mudur dari jabatan tersebut karena bidang kesiswaan bukanlah bidang keahlian saya dan yang kedua saya memang prihatin dengan kondisi kekacauan PPDB di SMAN 3 Depok," jelas Sahid.

Lebih lanjut, Sahid mengutarakan, kebijakan optimalisasi dan filial tidak sesuai dengan sistem yang sudah ditetapkan dalam PPDB Online Pemkot Depok. "Sangat dipaksakan dan tidak sesuai dengan hati nurani saya sebagai seorang guru yang tentunya harus mengajarkan nilai-nilai kejujuran kepada murid-murid saya. Saat ini semua siswa yang ada di SMAN 3 jadi tanggung jawab saya, dan saya tetap mengajar untuk semua siswa," tuturnya.

Sahid mengungkapkan bahwa sebagian siswa SMAN 3 Filial Depok disisipkan belajar di SMAN 3 Depok. "Ada 40 siswa, mereka disisipkan di masing-masing kelas yang tadinya diisi 36 siswa kini diisi menjadi 40-44 siswa. Ke depan saya berharap tidak ada lagi kebijakan seperti ini, terapkan saja dengan peraturan yang sudah ditetapkan, jangan dibuat adanya celah dunia pendidikan dijadikan 'objekan' sehingga kehilangan kewibawaan sekolah oleh para oknum anggota DPRD, LSM, dan wartawan," pungkasnya.

Kepala Sekolah SMAN 3 Zarni Fatma didampingi Kepala Sekolah SMAN 2 Umar dan SMAN 8 Nurlaeli membantah kalau ada siswa sisipan ke sekolah induk. "Kalau siswa berkurang itu karena banyak yang pindah," kata Zarni. Umar menegaskan, semua siswa SMAN 3 filial yang terdaftar semua masuk dalam kelas jauh. Belajar di SMPN 4 Depok. Tidak ada dari mereka yang masuk ke SMAN 3 regular di Jalan Raden Saleh.

Awalnya, dari SD Karakter Bangsa ada 11 kelas yang hendak disewa untuk proses belajar mengajar kelas filial. Namun, saat pindah ke SMPN 4, jumlahnya berkurang. Sekarang hanya sembilan kelas terisi. Artinya, ada pengurangan dua kelas. Sebagian orang tua murid menduga kalau dua kelas tersebut pindah ke SMAN 3 induk. Sebab, terdengar kabar kalau 49 siswa jurusan IPA dan 29 siswa IPS dialokasikan belajarnya ke bangunan utama sekolah karena nilainya tinggi.

Sebelumnya, sebanyak 433 siswa baru nasibnya terkatung-katung di SMAN 3 Filial Depok. Para siswa SMAN 3 Filial Depok tidak jadi bersekolah menumpang di SD Karakter Pemuda Bangsa Depok. Pihak sekolah filial memutuskan pindah bangunan sekolah karena biaya sewa yang ditawarkan melebihi anggaran dari dinas. Kini, mereka menempati SMPN 4, mengisi kelas siang pukul 13.00. Sedangkan, jam belajar siswa SMP maju dari pukul 07.00 jadi 06.30 hingga 12.30.

Siswa-siswi SMA 3 Depok juga menunjukkan ketidaksukaan dengan cara mem-bully siswa-siswi yang masuk bukan lewat jalur PPDB. Bahkan, sejumlah kegiatan ekstrakurikuler terang-terangan menolak siswa yang tidak masuk SMA 3 melalui jalur resmi.

Harapan akan proses penerimaan siswa sekolah yang lebih baik sudah mereka sampaikan. Kini, tinggal giliran Wali Kota Depok Nurmahmudi Ismail dan Mendikbud Anies Baswedan untuk mengambil langkah lanjutan. Apakah akan melakukan perbaikan atau hanya menjadikan harapan itu sebagai angin lalu. N rusdy nurdiansyah, ed : subroto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement