Selasa 18 Mar 2014 12:00 WIB

Banyak PTS Tak Sehat

Mahasiswa baru
Foto: antara
Mahasiswa baru

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menjelang musim penerimaan mahasiswa baru Juni mendatang, masyarakat khususnya calon mahasiswa harus berhati-hati memilih perguruan tinggi swasta (PTS). Jangan sampai terjebak dengan promosi yang menjebak.

Koordinator Kopertis Wilayah IV Jabar dan Banten, Abdul Hakim Halim, mengatakan banyak PTS di wilayah Jabar dan Banten yang dinilai tidak sehat. Artinya, tak memenuhi berbagai persyaratan yang seharusnya.

‘’Dari 476 PTS yang ada, yang sehat hanya sekitar 20 hingga 30 persen saja. Artinya, sekitar 70 persen tidak sehat,’’ ujar Abdul kepada wartawan, Senin (17/3) di Bandung.

Abdul mengatakan, PTS tersebut dinilai tak sehat karena tak memenuhi persyaratan mendirikan perguruan tinggi yang seharusnya diikuti. Namun, mayoritas PTS tersebut dinyatakan tak sehat karena rasio dosen dan mahasiswanya tak sesuai standar. Untuk IPA, rasio dosen dan mahasiswa seharusnya 1:20. Sementara IPS, rasionya idealnya 1:30.

Menurut Abdul, banyak dosen yang memiliki pekerjaan lain. Bahkan, ada kasus dosen yang memiliki sertifikasi dua kali, yakni sebagai dosen dan guru. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan.

Dosen yang memiliki sertifikasi dosen dan guru, kata dia, sudah dilaporkan ke Dirjen Dikti. Jumlahnya cukup banyak dan ada di 400 PTS se-Indonesia. ‘’Dosen yang sertifikasi dobel itu, harus diberhentikan. Se-Jabar dan Banten ini jumlahnya ada 112 dosen,’’ katanya.

Dia menghimbau masyarakat atau calon mahasiswa, harus meneliti dulu kampus yang akan dipilihnya sebelum masuk ke perguruan tinggi. Apalagi, sekarang sudah banyak PTS yang mengirimkan informasi tentang kampus mereka ke calon mahasiswa.

Dia mengatakan, jika ada kampus yang banyak menawarkan kemudahan, pasti tak benar. ‘’Tidak bisa kayak begitu. Selama ini, Kopertis tak bisa keliling mengecek satu-satu jadi masyarakat harus jeli,’’ katanya.

Abdul menjelaskan, PTS yang dinilai sehat di antaranya memenuhi persyaratan seperti program studi semuanya harus terakreditasi. Selain itu, untuk membuat prodi baru negara mewajibkan menyetor Rp 540 juta per prodi.

PTS yang diindikasikan tak sehat juga ada di Yogyakarta. Namun jumlahnya tak sebanyak di wilayah kerja Kopertis IV. Dari 107 PTS di Yogyakarta, ada tiga yang diindikasikan tak sehat. Ketiganya sudah dilaporkan ke Dirjen Dikti Kemendikbud.

Koordinator Kopertis Wilayah V Yogyakarta, Bambang Supriyadi mengatakan, ketiga PTS memang dianggap tidak memenuhi syarat, namun bukan karena izin atau akreditasi. Dua PTS tercatat masih belum memenuhi standar rasio dosen-mahasiswa. ‘’Satu PTS telah melanggar aturan kelas jauh yang memang tidak boleh digelar,’’ katanya di kantor Kopertis DIY, Senin (17/3).

Laporan PTS tidak sehat dan PTS sehat ini belum final. Laporan tersebut masih laporan sementara sebagai bahan masukan bagi Dirjen Dikti untuk mengumumkan kondisi PTS di Indonesia. Dengan penundaan tersebut, PTS yang diindikasikan tidak sehat masih diberi kesempatan untuk melakukan pembaharuan dan perbaikan.

SekretarisAsosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) DIY, Wegig Pratama, mengaku senang dengan pengunduran pengumuman tersebut. ‘’Kami senang masih ada waktu berbenah. Apalagi Kopertis telah setuju untuk juga mengumumkan nama prodi sehat, selain nama PT yang bersangkutan,’’ katanya.n arie lukiehardianti/yulianingsih ed: andi nur aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement