Kamis 06 Mar 2014 12:00 WIB

Guru Pukul Murid Langgar UU Sisdiknas

Guru tengah mengajar (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Guru tengah mengajar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan terhadap siswa kembali terjadi untuk kesekian kalinya. Kasus pemukulan oknum guru terhadap muridnya, tampaknya masih saja mewarnai wajah dunia pendidikan di Indonesia.

Kasus yang terbaru, adalah aksi pemukulan yang dilakukan seorang oknum guru SMPN 4 Lingsar, Mataram, NTB. Oknum guru Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) tersebut tidak tanggung-tanggung memukul lima siswa kelas VIII SMPN 4 Lingsar. Penyebabnya, karena kelima siswa tersebut tidak membawa buku lembar kerja siswa (LKS). Kelima siswa itu dipukul dengan pecahan batu bata pada bagian kepala.

Menanggapi peristiwa itu, Sekjen Komnas Pendidikan Andreas Tambah mengatakan,  pihaknya sangat prihatin dengan perilaku guru yang seperti itu. Memukul siswa dengan pecahan batu bata, berarti oknum guru tersebut telah melakukan kekerasan.

''Oknum guru tersebut sudah melanggar Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang melarang penggunaan kekerasan dalam mengajar. Selain itu dia juga melanggar HAM,'' kata Andreas, Rabu, (5/3).

 

Kebanyakan kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswanya, terang Andreas, tidak diselesaikan secara damai dalam internal satuan pendidikan. Hal itu karena  posisi pendidikan dalam posisi tawar. Dia melihat, untuk kasus kekerasan yang dilakukan guru, sudah tidak ada kewibawaan lagi, sehingga kasus seperti ini larinya ke jalur hukum atau ke kepolisian.

 

Pemerintah, ujar Andreas, harus melakukan tindakan tegas terhadap oknum guru yang berbuat kekerasan. Harus ada sanksi administrasi, misalnya dimutasi ke daerah lain atau golongannya diturunkan agar jera.

Dengan adanya sanksi tegas, kata dia, diharapkan akan membuat guru-guru lain berpikir panjang sehingga tidak akan melakukan kekerasan. ''Kalau oknum guru tersebut hanya diskors tidak boleh mengajar beberapa bulan, itu malah keenakan dan tidak membuat jera,'' ujarnya.

 

Sebenarnya, ujar Andreas, guru berperilaku keras atau kasar memang sudah ada dari zaman Belanda. Ini terjadi karena pemerintah tidak tegas. Bahkan terkadang Kepala Dinas Pendidikan di daerah menutupi kekerasan yang dilakukan guru kepada muridnya.

 

Sementara itu anggota Komisi X DPR RI  dari Fraksi PKS, Surahman Hidayat menyesalkan masih adanya kekerasan oknum guru terhadap murid. Guru seharusnya memberi contoh dan tauladan, khususnya kepada para siswanya di dunia pendidikan dan umumnya pada masyarakat.

Kemendikbud, ujar Surahman, harus melakukan pembenahan dan penyadaran pada para guru di tanah air terkait fungsi dan tugas guru. Hal ini karena nasib generasi penurus bangsa ini berada di tangan guru.

Seorang guru, kata dia, harus memiliki keseimbangan, antara kecerdasan intelektual dan moral. Seorang guru yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kecerdasan moral yang tinggi, maka akan memberikan pengaruh terhadap siswanya.

Menanggapi masih adanya oknum guru yang melakukan kekerasan tersebut, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud Ibnu Hamad menyesalkan peristiwa tersebut. Menurutnta, pemukulan, apalagi menggunakan pecahan batu bata tentu sangat tidak dibenarkan. ''Kalau memang siswa tidak membawa LKS, guru seharusnya bisa mengingatkan besok harus membawa LKS, bukan dipukul, " kata Ibnu di Jakarta, Rabu, (5/3).

Pemukulan terhadap siswa, ujar Ibnu, merupakan sikap yang tidak mendidik. Namun soal sanksi kepada oknum guru tersebut, menurutnya, kepala sekolah yang lebih berwenang.

Kepala sekolah kata dia, merupakan guru yang memiliki kewenangan sebagai manager sekolah. Ia berhak mengevaluasi oknum guru terlebih dahulu,lalu memberikan sanksi yang pas kepadanya.

Selain mengevaluasi guru yang bersangkutan, kepala sekolah  juga bisa membawa masalah ini ke level dewan guru. Jika keputusan masih sulit diambil, kepala sekolah  bisa berdiskusi dengan kepala dinas pendidikan setempat.

Posisi guru juga merupakan PNS daerah. Karena itu, pimpinan daerah setempat yang bisa mengambil keputusan terhadap oknum guru tersebut.

Kasus pemukukan terhadap lima siswa SMPN 4 Lingsar, kini sudah ditangani oleh kepolisian setempat. Salah seorang siswa berinisial A telah melaporkan aksi kekerasan tersebut. ''Kekerasan yang dilakukan oleh guru itu, sudah berulang kali dilakukan dan kali ini sudah keterlaluan," kata Divisi Hukum dan Sosial Yayasan Perduli Anak, Ramdani Hamdi di Lombok Barat, Selasa (4/3).

Menurut Ramdani, pemukulan ini sudah dilaporkan ke Polsek Lingsar dengan nomor laporan LP/19/III/2014/NTB/Res Mtr/ Sek Lingsar tanggal 3 Maret 2014. Menurutnya, pelaporan ini bermula saat siswa korban pemukulan pulang dengan kondisi kepala benjol. Melihat kondisi tersebut, Ramdani lantas mengantarkan A ke pusat pengobatan guna mendapatkan pengobatan dan dilakukan visum.

Dia mengatakan, dugaan aksi kekerasan oleh oknum guru tersebut bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya korban juga pernah dipukul menggunakan kayu karena lupa membawa buku gambar. n dyah ratna meta novia/antara ed: andi nur aminah

Informasi dan berita lain selengkapnya bisa dibaca di Republika, terimakasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement