Senin 10 Feb 2014 12:00 WIB
Pers harus menahan diri dalam mengampanyekan para pemiliknya.

Politisasi Pers Ancam Independensi

LOGO HPN 2014
Foto: Panitia HPN 2014
LOGO HPN 2014

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Afiliasi sejumlah pemilik media ke partai politik (parpol) menimbulkan kekhawatiran terhadap independensi pers. Terlebih, di antara para pemilik media itu ada yang berkeinginan maju sebagai calon presiden maupun wakil presiden Indonesia. Insan pers harus menjaga integritas dan martabatnya.

"Pencalonan itu telah atau dapat memengaruhi independensi media dan dapat mengganggu prinsip ruang publik media yang mesti steril dari politisasi penyalahgunaan," kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan saat puncak acara Hari Pers Nasional di Bengkulu, Ahad (9/2).

Bagir mengatakan, pers Indonesia harus selalu mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan apa pun dan siapa pun. Menghadapi Pemilu 2014, kata Bagir, yang harus didahulukan pers Indonesia adalah penyebarluasan informasi. Pemilu adalah hak rakyat untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.

Menurut dia, pers harus dapat menahan diri dan mengenal batas dalam mengampanyekan para pemiliknya yang terjun ke dunia politik. Langkah ini penting demi menjaga martabat dan integritas pers. Penggunaan media untuk tujuan politik praktis akan berdampak negatif bagi nama baik media tersebut di mata masyarakat.

Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono mengatakan, kontrol pemilik media menjadi isu yang panas menjelang Pemilu 2014. Menurut dia, objektivitas dan independensi media secara utuh terhadap pemiliknya sulit diwujudkan. "Mengajak objektif betul adalah tidak mungkin. Yang bisa disebut adalah semaksimal mungkin objektif dan independen," kata Margiono.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyoroti para pemilik media yang berpolitik dan menyalahgunakan medianya untuk kepentingan sendiri. "Hegemoni dan kontrol dari kekuasaan terhadap kehidupan demokrasi itu buruk," kata Presiden yang hadir dalam puncak acara Hari Pers Nasional ini.

Hegemoni dan kontrol dari kekuasaan, kata Presiden, sama buruknya dengan hegemoni dan kontrol pemilik modal pers yang melebihi kepatutan. Presiden menegaskan, hegemoni dan kontrol pemilik modal merupakan salah satu isu yang mengemuka seiring dengan adanya sejumlah pemilik media yang turut maju dalam arena politik.

Dalam kesempatan itu, Presiden menyampaikan rasa terima kasih kepada pers yang membuatnya tidak tergoda menyalahgunakan kekuasaan dan lebih cermat mengambil keputusan. "Ada jasa pers dengan saya terus dikritik dan diserang (oleh pers), saya justru bisa bertahan. Alhamdulillah, terima kasih banyak, pers," kata Presiden.

PWI menganugerahkan penghargaan Sahabat Pers kepada Presiden. Penghargaan tersebut diserahkan langsung Bagir Manan atas nama masyarakat pers nasional. Pemberian penghargaan dilakukan setelah melalui rapat panjang dengan mempertimbangkan kepedulian Presiden terhadap pers selama ini. n akbar wijaya/maspril aries/antara ed: m ikhsan shiddieqy

Deklarasi Hari Pers Nasional

1. Pers Indonesia harus selalu mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan apa pun dan siapa pun. Menghadapi Pemilu 2014 yang harus didahulukan pers Indonesia adalah menyebarluaskan informasi.

2. Pers Indonesia harus membantu masyarakat mengenali rekam jejak peserta pemilu dan para calon pemimpin yang akan dipilih tanpa mengurangi kebebasan rakyat menentukan pilihannya sendiri.

3. Demi menjaga martabat dan integritas pers yang independen dan fair, pers Indonesia harus dapat menahan diri dan mengenal batas dalam mengampanyekan para pemiliknya yang terjun ke dunia politik.

4. Pers Indonesia harus menjadi wasit dan pembimbing yang adil, menjadi pengawas yang teliti dan seksama terhadap pelaksana dan peserta pemilu, dan tidak justru sebaliknya, menjadi "pemain" yang menyalahgunakan ketergantungan masyarakat.

5. Pers Indonesia harus tetap mempertahankan komitmen dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dengan terus-menerus mengawasi jalannya pemerintahan dan memberitakan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

6. Pers daerah secara nyata harus berperan sebagai penggerak demokrasi dan pembangunan di daerah serta tidak sekadar menjadi peniru atau kepanjangan tangan dari pers nasional yang berpusat di Jakarta.

Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakaish.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement