Sabtu 26 Oct 2013 08:20 WIB
APBN 2014

Subsidi BBM Bebani APBN

Defisit (ilustrasi)
Foto: FINANCIALRED.COM
Defisit (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Postur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2014 belum menunjukkan perbaikan signifikan dibanding APBN sebelumnya. APBN masih terbebani tiga masalah klasik, besarnya subsidi bahan bakar minyak (BBM), tingginya belanja pegawai, dan pembayaran bunga utang.

Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor mengingatkan komitmen pemerintah untuk mengurangi subsidi. "Pemerintah harus mengendalikan subsidi BBM agar tidak melebihi kuota yang ditetapkan, yaitu 48 juta kiloliter," kata Ahmadi pada Sidang Paripurna DPR, Jumat (25/10), yang mengesahkan Rancangan APBN 2014 menjadi Undang-Undang APBN 2014.

Belanja pemerintah pusat 2014 terdiri atas belanja pegawai Rp 263,977 triliun, belanja barang Rp 201,88 triliun, belanja modal Rp 205,84 triliun, pembayaran bunga utang Rp 121,28 triliun, dan subsidi energi sebesar Rp 282,1 triliun. Belanja subsidi energi terdiri atas BBM Rp 210,7 triliun dan listrik Rp 71,4 triliun. Angka subsidi BBM 2014 jauh lebih tinggi dibandingkan pada 2013 yang mencapai Rp 199,7 triliun.

Pendapatan negara dipatok Rp 1.667,14 triliun, sementara pengeluaran Rp 1.842,5 triliun. Ini berarti terjadi defisit anggaran Rp 175,34 triliun atau 1,69 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka defisit ini masih dinilai aman karena belum menyentuh batas tidak aman sebesar tiga persen dari PDB.

Ahmadi mengatakan, fraksi-fraksi juga mengkritik lemahnya perencanaan dan kemampuan analisis pemerintah terkait ancaman eksternal. Hal ini menunjukkan pemerintah belum memiliki kebijakan kokoh dalam mengantisipasi perubahan dan perlambatan ekonomi global.

DPR meminta pemerintah melakukan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran belanja kementerian/lembaga. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pemberian penghargaan dan sanksi. Pemerintah, jelas Ahmadi, juga harus memperhatikan volatilitas pasar surat berharga negara (SBN) dalam negeri dan risiko pembalikan dana asing secara tiba-tiba.

Sejumlah lembaga internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia. Salah satunya, terkait dengan masalah fiskal dalam hal ini terkait tingginya subsidi BBM dan listrik. Tantangan lainnya, menyangkut rencana tapering pembelian aset oleh bank sentral AS dan tren membaiknya perekonomian negara-negara maju.

Informasi lengkap berita di atas serta berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement