Rabu 25 Sep 2013 06:18 WIB
Konflik Suriah

Jutaan Anak Suriah Kekurangan Gizi

Anak-anak Suriah
Foto: Reuters
Anak-anak Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT - Jutaan anak Suriah terancam mengalami kekurangan gizi atau malnutrisi. Kondisi ini terjadi seiring dengan masih berlangsungnya perang sipil yang akan memasuki tahun ketiga. Produksi pangan di seluruh negeri pun terhenti akibat perang.

Sejak pertempuran terjadi pada Maret 2011, lebih dari dua juta warga Suriah mengungsi ke negeri tetangga. Sebanyak empat juta lebih warga menjadi pengungsi di negerinya sendiri. Laporan PBB dan Pemerintah Suriah menyatakan, 6,8 juta warga butuh bantuan kemanusiaan.

Menurut Save the Children dalam laporannya, lebih dari setengah jumlah itu adalah anak-anak. Mereka tak mampu mengonsumsi makanan yang memadai. Ribuan anak tinggal di zona pertempuran di kota-kota besar Suriah.

Akses makanan memadai terputus, yang ada hanya sedikit makanan untuk bertahan hidup. Di sekitar Damaskus, misalnya, satu dari 20 anak mengalami kekurangan gizi parah. Langkanya makanan diperparah dengan harga yang selangit.

Keluarga mereka semakin sulit menghidupi diri. “Banyak keluarga tak bisa menghidangkan cukup makanan,” ujar Save the Children, seperti dikutip Guardian. Roula, seorang ibu, menyatakan, ia dan keluarganya tak pernah mengalami kekurangan makanan seperti ini.

“Kami memberi makan anak-anak dengan makanan apa pun yang kami temukan,” kata Roula kepada Save the Children. Dedaunan, buah, dan kacang-kacangan ia berikan kepada anak-anaknya untuk mengganjal perut mereka.

Roula juga terpaksa memberikan air kotor untuk minum keluarganya. Lalu, keluarganya mengalami diare. Save the Children menambahkan, sebelum perang sipil terjadi, sekitar 10 juta warga Suriah tinggal di pedesaan. Sebagian besar dari mereka hidup dari hasil pertanian.

Perang berpengaruh buruk pada sektor ini. Peralatan dan gudang pertanian hancur. Bahkan, pusat pertanian, seperti Aleppo pun mengalami kekurangan bahan pangan. Di sejumlah tempat, toko-toko pembuat roti berhenti berproduksi. Stok pangan menipis.

Kini, warga Suriah banyak menggantungkan diri dari bantuan kemanusiaan. Tapi, baku tembak pasukan pemerintah dan oposisi menghambat bantuan kemanusiaan masuk Suriah. “Tak ada seorang pun yang bisa memberi desa kami bantuan. Tak ada warga sipil mampu keluar dari sana,” ungkap Jamila, warga kepada lembaga amal itu. Menurut dia, selama empat hari anak laki-lakinya hanya makan setengah potong roti dan minum dua gelar air.

“Bersama kami juga ada seorang bayi bernama Safaa. Dia adalah cucu saya,” kata Jamila. Musim dingin sebentar lagi datang. Suhu yang membeku dan badai sudah pasti menambah penderitaan. Mereka yang mengungsi kebanyakan menghuni tenda dan bangunan terbengkalai.

Tahun lalu, Suriah mengalami musim dingin terburuk dalam 20 tahun terakhir. Dingin mendera para pengungsi yang hanya berpakaian seadanya. Secara terpisah, Dewan Keamanan (DK) PBB masih belum memastikan resolusi untuk Suriah.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Laurent Fabius berharap, DK segera menyepakati resolusi mengenai pemusnahan senjata kimia Suriah. Apalagi, isu Suriah menjadi pusat perhatian dalam Sidang Umum PBB pada pekan ini.

Perwakilan anggota tetap DK PBB telah memulai pembicaraan resolusi untuk Suriah. Resolusi memperkuat kesepakatan Rusia dan AS di Jenewa, Swiss, pada 14 September. Kesepakatan Jenewa mendorong pemusnahan senjata Suriah hingga Juni 2014.

Sejumlah diplomat PBB kini mulai khawatir dengan perbedaan pendapat di DK. Sejak awal, Prancis menghendaki berlakunya hukuman bila Suriah tak mematuhi kesepakatan. Mereka tuliskan dalam draf yang diajukan kepada DK. Rusia tak menginginkan itu terjadi.

Pembicaraan soal draf resolusi, jelas para diplomat, ditunda sampai pascapertemuan Rusia dan AS. Menlu Rusia Sergei Lavrov dan Menlu AS John Kerry bertemu pada Selasa (24/9). Pembahasan dalam pertemuan itu, di antaranya, isu Suriah.

Menurut Fabius, Prancis berencana menerima permintaan Rusia agar tak memasukan pasal VII Piagam PBB dalam resolusi. Pasal tersebut memuat ancaman sanksi, hingga intervensi militer ketika Suriah tak menjalankan kesepakatan Jenewa. n ichsan emrald alamsyah/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Rusia: Pembicaraan dengan AS tak Mulus

MOSKOW - Rusia mengungkapkan, pembicaraan dengan AS soal Suriah tak bakal berjalan mulus. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menuturkan, kesepakatan pengawasan dan penghancuran senjata kimia Suriah mungkin hanya menunda aksi militer AS.

“Perlu dicatat, kontak kami dengan Amerika tak mulus. Mereka tak bergerak ke arah yang semestinya dituju bersama,” kata Ryabkov di hadapan parlemen, Selasa (24/9). Para pejabat AS, ujar dia, selalu mengatakan pilihan menghukum Suriah masih tetap ada. Pemerintah Rusia, kata dia, menyimpulkan ancaman agresi yang melanggar hukum internasional hanya ditunda. “Mereka sama sekali tak membuang pilihan serangan militer,” katanya. n reuters

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement