Selasa 24 Sep 2013 06:27 WIB
Dugaan Korupsi

KPK Jemput Paksa Kader Golkar

Partai Golkar
Partai Golkar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan paksa tersangka kasus suap terkait alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun 2011, Haris Andi Surachman. Kader Golkar itu menjalani penahanan di Rutan Salemba terhitung Senin (23/9).

“Penyidik melakukan upaya penahanan untuk 20 hari pertama,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Gedung KPK Jakarta, Senin. Johan mengatakan, Haris dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Haris sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2012. Namun, KPK baru melakukan penahanan pada Senin (23/9). Haris sebelumnya terlebih dulu menjalani pemeriksaan sebelum beranjak ke rumah tahanan.

Haris sempat mengatakan, masih banyak calo anggaran di DPR. “Masih banyak calo, mafia anggaran. Kita akan laporkan semua,” kata dia.

Johan mengatakan, setiap informasi pengakuan dari saksi atau tersangka akan ditampung oleh penyidik. Ia mengatakan, penyidik nantinya akan memvalidasi keterangan itu. “Apakah pengakuan itu didukung bukti atau fakta lain tidak. Yang pasti, tidak akan didiamkan,” kata dia.

Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi DPID ini, Johan juga mengindikasikan kemungkinan munculnya tersangka baru. Ia mengatakan, hal itu bergantung kepada bukti-bukti yang terungkap dan bagaimana penyidik mengembangkannya. Ia tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru setelah Haris. “Penanganan kasus DPID ini belum disimpulkan berhenti di HS (Haris). Masih dikembangkan,” ujar dia.

Nama Haris sudah disebut dalam kasus yang menyeret mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Wa Ode Nurhayati. Kader organisasi sayap Partai Golkar, Musyawarah Kerja Gotong Royong (MKGR) itu disebut sebagai perantara antara Fahd El Fouz dengan Wa Ode. Kasus ini berkaitan dengan pelolosan beberapa daerah untuk mendapatkan alokasi DPID tahun 2011 senilai Rp 7,7 triliun.

Akibat kasus DPID sendiri Wa Ode Nurhayati telah divonis enam tahun penjara. Mantan anggota Komisi VII DPR itu didakwa menerima suap Rp 6,5 miliar terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) di tiga kabupaten Provinsi Aceh (Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah) dan satu kabupaten di Sulawesi Utara (Minahasa).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Atas perbuatannya tersebut, Wa Ode dijerat Pasal 12 huruf a atau b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 undang-undang yang sama.

Terkait kasus ini, Wa Ode bersikukuh bahwa dirinya dijebak Haris Surahman dan Fahd A Rafiq. “Saya tetap menyatakan bahwa saya tidak bersalah,” ungkap Wa Ode saat ditanya majelis hakim ihwal pengakuannya di muka persidangan.

Selain mengaku dijebak, Wa Ode pun menyebut nama sejumlah anggota badan anggaran DPR. Tidak hanya itu, nama pimpinan DPR pun dituding Wa Ode terlibat dalam kasus DPID.

Selain melakukan penahanan terhadap Haris, kemarin KPK juga menahan tersangka dalam kasus dugaan suap Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Toto Lestyo. Kasus ini berkaitan dengan pengurusan hak guna usaha perkebunan PT Cipta Cakra Murdaya atau PT Hardaya Inti Plantation (HIP). Bekas anak buah Hartati Murdaya akan ditahan untuk 20 hari pertama. “Dititipkan di Rutan Cipinang sejak Senin ini,” kata Johan.

Toto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mantan Direktur PT HIP itu disebut menjadi perantara suap dalam kasus ini. Saat digiring menuju mobil tahanan, Toto memilih bungkam kepada awak media. Ia terlihat menundukkan kepala ketika wartawan mengabadikan gambar dia. n irfan fitrat ed: abdullah sammy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement