Rabu 11 Sep 2013 03:58 WIB
Industri

Industri Karet Menjanjikan

Menteri Perindustrian MS Hidayat.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Menteri Perindustrian MS Hidayat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Perindustrian (Menperin) Indonesia MS Hidayat optimistis industri karet ke depan cukup baik. Hal itu  sejalan dengan bergesernya konsumsi karet dunia dari Eropa dan Amerika ke Asia, terutama Cina dan India.

Hidayat mengatakan, sesuai kebijakan industri nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden Indonesia Nomor 28 Tahun 2008, industri karet dan plastik merupakan bagian dari kelompok industri yang diprioritaskan perkembangannya. “Terlebih lagi, Indonesia memiliki potensi lahan perkebunan karet yang paling luas di dunia, yaitu 3,4 juta hektare area (ha), yang sebagian besar adalah perkebunan milik rakyat dengan produksi Indonesia mencapai 2,7 juta ton per tahun,” kata Hidayat saat membuka pameran produk karet dan plastik di gedung Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia di Jakarta, Selasa (10/9).

Hidayat menjelaskan, potensi pengembangan serta memaksimalkan produksi industri karet masih terbuka lebar, mengingat produktivitas di Indonesia baru mencapai satu ton per ha. “Malaysia sudah memproduksi 1,3 ton per hektare, Thailand 1,9 ton per hektare, sementara kita baru satu ton yang jelas lebih rendah dari mereka,” ujarnya.

Ia menambahkan, tenaga kerja yang diserap di sektor industri karet (on farm) cukup banyak, yaitu 2,1 juta orang dan di sektor tidak terkait langsung dengan industri karet (off farm) 100 ribu orang. Tentunya, kata Hidayat, ini menjadi peluang bagi industri karet nasional untuk terus berproduksi maksimal.

Meskipun demikian, Hidayat melanjutkan, masih ada tantangan berupa pembinaan terhadap perkebunan rakyat agar dapat meningkatkan produktivitas. “Selain itu, juga perlu hilirisasi produk crumb rubber dan lateks untuk menjadi produk karet hilir yang bernilai tambah tinggi,” katanya.

Terkait industri plastik, Hidayat menyatakan bahwa konsumsi bahan plastik per kapita di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. “Potensi konsumsi produk plastik di Indonesia masih cukup besar, mengingat konsumsi nasional per kapita per tahun baru mencapai 10 kilogram,” katanya.

Hidayat mengatakan, angka tersebut relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, yang mencapai angka 40 kilogram per kapita per tahun. “Permintaan plastik kemasan didorong oleh pertumbuhan industri makanan minuman dan fast moving consumer goods sebesar 60 persen,” kata Hidayat.

Ia  menambahkan, meskipun struktur industri plastik nasional sudah cukup lengkap dari hulu sampai hilir namun masih ditemui tantangan dalam pengembangannya. Tantangan tersebut, kata Hidayat, antara lain, kapasitas produksi yang terbatas pada bahan baku, seperti polipropilen dan polietilena. “Dengan kondisi tersebut, kita masih mengimpor sebanyak 694 ribu ton dari total kebutuhan sebesar 1,64 juta ton pada 2011,” kata Hidayat.

Pameran tersebut diikuti oleh 17 perusahaan produk karet, 25 perusahaan produk plastik, serta tiga balai penelitian, yaitu Balai Besar Kulit dan Plastik (BBKKP) Jogja, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, serta Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Pasar Rebo. “Tujuan diselenggarakannya pameran produk karet dan plastik ini adalah untuk memperkenalkan kemampuan industri dalam negeri dan mempromosikan produk-produk hilir industri karet dan plastik Indonesia,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Basis Industri Manufaktur (BIM) Kemenperin Indonesia Benny Wachjudi. n rr  laeny sulistyawaty ed: irwan kelana

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement